.
.
.
."Jungkook dimana ,ma?"
"Jungkook siapa nak?"
"Apa maksud mama?"
Karin mengernyitkan dahinya, tidak paham dengan maksud Ibunya. Bagaimana mungkin Ibunya tidak tahu Jungkook siapa, menantu kesayangannya mana mungkin bisa lupa.
Karin beralih menatap Keisya yang kebingungan dengan pertanyaannya barusan, "Jungkook sama Nara dimana, Kei? Kok mama ga kenal mereka?" tanya nya lagi.
Keisya mengernyitkan dahinya bingung. "Nara siapa rin? Jungkook tidak ada disini."
"Anakku Keisya! Anakku Nara dimana? Kenapa tidak ada yang bisa jawab?!"
"Karin tenanglah,"
"Mereka dimana?!"
"Karin kamu belum menikah nak, siapa Jungkook yang kamu cari?"
"Bohong! Jangan berpura-pura tidak tahu! Kalian bohong kan, mereka diluar kan? Iyakan?!"
"Karin jangan bercanda, tidak lucu."
"Aku tidak bercanda, kalian semua yang bercanda, kan? Katakan dengan jujur mereka dimana?!"
"Karin jangan begini, aku takut," Keisya melangkahkan tubuhnya mendekat ke arah brankar, memeluk Karin kuat, air matanya jatuh begitu saja tanpa permisi, apa yang keluar dari mulut Karin semuanya adalah hal tidak masuk akal. Jungkook seorang superstar yang bahkan jauh disana, bagaimana bisa bertemu dengan diri Karin yang bahkan belum lulus kuliah.
Ibu Karin pun ikut menangis, begitu pilu hingga suaranya tak terdengar sama sekali.
"Kei, mereka hidupku, tidak mungkin pergi begitu saja, jangan bohong padaku kumohon, aku tidak bisa hidup tanpa mereka."
"Kami tidak berbohong Karin, semua yang kamu katakan tidak benar, mereka tidak ada."
Dokter masuk ke dalam ruangan, semua memundurkan langkah, isakan tangis terdengar keseluruh ruangan. Karin menangis, tidak tahu apa yang terjadi, semuanya sulit diartikan.
Bahkan ada Chandra disini, ia masuk bersama Dokter barusan. Chandra, orang yang sangat tidak ingin ia temui sampai kapanpun, rasa benci kembali ke dalam ingatannya, Karin ingat dengan jelas bagaimana ia beradu argumen dengan Chandra didalam mobil.
"Akh, apa ini, kenapa sakit sekalii!"
Karin berteriak lagi, kepalanya pusing, bunyi hantaman keras tiba-tiba muncul dalam kepalanya. Sinar lampu mobil tiba-tiba terlintas dari samping kirinya, matanya terpejam, begitu terang.
Kilas balik saat ia bersama Chandra di dalam mobil datang lagi, memori yang ia benci kembali.
"Ma, sakit, kepala Karin sakit ma," lirihnya pelan.
Sang ibu hanya bisa terdiam sambil terus menangis, menutup mulutnya dengan kuat. Keisya yang melihatnya langsung mendekap Ibu Karin dalam pelukannya.
Dokter menyuntikkan cairan penenang ke dalam selang infus yang masih terlilit di tangan kanan Karin. Ia perlahan mulai berhenti berteriak, tubuhnya tiba-tiba saja terkulai lemah, untung saja Chandra dengan sigap menangkapnya, tubuhnya di tidurkan kembali pada brankar. Mengangkat kepala Karin dan menempatkan bantal dibawahnya.
"Biarkan pasien istirahat dulu, kemungkinan ia masih shock akibat kecelakaan itu."
Setelahnya Dokter keluar ruangan diikuti oleh Ibu dan Chandra. Meninggalkan Karin bersama Keisya berdua.
"Karin... apa yang terjadi, ada apa denganmu—" lirih Keisya pelan, air matanya turun lagi. Begitu pilu mengingat Karin berteriak tak karuan tadi, itu mengagetkannya. Keisya baru saja senang saat Karin sadar dari tidur panjangnya beberapa saat yang lalu. Ia bahkan sudah memikirkan rencana apa yang harus mereka lakukan saat Karin keluar dari rumah sakit nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny || JJK [END]
أدب الهواةHidupnya terlalu fokus pada apa yang diinginkan. Mengabaikan semua perkataan orang yang membuatnya jatuh. Karin. Wanita muda yang masuk ke dalam karya tulisnya sendiri. Menganggap semua kejadian itu adalah nyata. Menuduh semua orang membohonginya ka...