Jemari Tasya dengan lihai menggulung setengah dari rambutnya dan menatanya dengan model single hairbun. Diambilnya jepit rambut kecil dengan manik mutiara dibagian tengah. Matanya yang bulat dan tatapan sendu membuat Tasya merasa tidak cocok dengan riasan mata. Tasya kemudian mengoleskan sedikit lipbalm ke bibir mungilnya supaya tidak kering.
" Udah rapih," kata Tasya sambil tersenyum sendiri di depan cermin.
Tasya mengambil tas punggungnya berwarna coklat dengan merek Haruica keluaran dua tahun lalu. Setelah yakin semua barangnya sudah masuk ke dalam tas, Tasya menuruni anak tangga namun terhenti saat dirinya menyadari ada sesuatu yang tertinggal.
" Sketchbook," ingat Tasya sambil berlari kecil Tasya menaiki anak tangga lagi dan mengambilnya di laci kamarnya.
Tasya beranjak menuju meja makannya mengambil sepotong roti tawar keju, sendirian tanpa teman. Mamanya selalu saja berangkat kerja sebelum subuh yang membuat Tasya seolah-olah menjadi cewek yang pura-pura mandiri. Mamanya bekerja di dunia broadcasting yang mengharuskannya selalu berangkat pagi dan pulang setelah Tasya tertidur lelap di tempat tiduranya.
" Salah satu hal yang gue benci adalah berita," kata Tasya sambil meletakan kertas yang dituliskan mamanya diatas meja," heran, mama lebih suka nulis pake kertas ketimbang harus ngirimin via wa."
Tasya mengunci rumahnya, lalu keluar sambil menjinjing sepatu. Salah satu kebiasaan dan menjadi kesukaan Tasya sebelum berangkat sekolah adalah mengikat tali sepatunya didepan rumah sambil bersenandung kecil.
" Lo suka sama kaus kakinya? atau suka sama yang ngasih?
Tasya mendongakan wajahnya. Danesh yang tiba-tiba datang membuat Tasya terkejut. Tasya awalanya menganggap wa yang dikirimkan oleh Danesh sebagai bahan bercandaan mengiyakan saja saat ditawari berangkat sekolah bareng.
" Lo baca 'kan pesan yang gue kirimkan ke lo tadi ," pancing Danesh meyakinkan," bahkan lo balas iya. Gak mungkin kalau lo gak tau atau salah balas wa? kayaknya sih nggak."
" Pesan apa? " ujar Tasya pura-pura gak tau.
" Kelihatan banget boongnya," balas Danesh," lo tau masih aja pura-pura gak tau. Siapa lagi kalau bukan Ristasya Bestari."
" Lagian kenapa sih lo tiba-tiba muncul depan gue gini, bikin kaget tau," omel Tasya sambil mengikat tali sepatunya.
" Secara lo itu tawanan gue. Biar lo gak kabur, sebagai orang yang baik hati gue mulai sekarang daftarin diri nganter jemput lo pulang sekolah hari ini. Kalau setiap hari juga boleh. Lumayan, biar bensin lo gak boros. Kalau ada kebaikan harus diiyain, biar sama-sama dapet pahala dari Tuhan. Secara Tuhan sayang manusia yang berhati baik terhadap sesama manusia."
" Mulut buaya," singkat Tasya
" Apa lo bilang? "
" Gue males ngulangin."
" Ng-ngak!"
" Mulut buaya?" ulang Danesh," buaya kaya gue beda. Baik hati dan tidak sombong."
" Masalahnya lo itu nyebelin!" kesal Tasya, katanya kemudian," lo suka lihat pohon mangga yang ada benalunya gak?"
Danesh nggelengkan kepalanya," gak suka, selalu ngerusak pemandangan."
" Sama kaya lo ngerusak pemandangan gue," sindir Tasya
" Lo jahat sama temen sendiri. Masa gue dianggep benalu."
" Maunya dianggap apa?" pancing Tasya.
" Pacar," balas Danesh santai.
" Boleh," ujar Tasya dengan senyum ramahnya," mau gue pindahin lo luar angkasa."
" Jangan, nanti gue jadi temen alien. Gue belum sempet belajar bahasa alien," ucap Danesh seperti biasa, cengengesan," jangan galak-galak nanti lo tambah tua. Kalau tua kaya nenek-nenek," ledek Danesh sambil menjulurkan lidahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GOODBYE MY CANVAS! [END]
Teen FictionTasya harus terlibat masalah di SMA barunya gara-gara gak sengaja jatuhin asbak prakarya di rooftop sekolahnya. Gara-gara itu membuat Ristasya Bestari harus menjadi tawanan Danesh Rahardja, cowok yang terkenal dengan julukan silumannya karena bis...