16.

3 0 0
                                    

" Gue tungguin lo selesai sama sketsa lo. Abis ini pulang gue anter sekalian ambil vespa. Lo berangkat bareng gue, pulang juga harus bareng gue. Perkara gue lupa anter lo kemarin salah gue yang kelewat egois. Gue harus mastiin tawanan gue aman." 

Salah satu yang membuat Tasya kagum dengan Danesh adalah cowok itu mau mengakui kesalahannya dan berusaha gak mengulanginya lagi. Danesh tau bagaimana meyakinkan Tasya kalau dirinya bakalan baik-baik aja selagi jadi tawanan Danesh.

" Cowok ganteng dan kaya raya seperti gue gak boleh disian-siain harus dimanfaatin. Gue gak keberatan kalau lo mau porotin gue."

" Sayangnya gue gak berminat pelorotin duit lo."

Bukan Danesh namanya kalau tidak menyombongkan dirinya dengan sangat bangga di depan Tasya. Katanya tujuannya sangat sederhana, biar Tasya terpesona. Padahal sebenarnya Tasya sangat kesal ketika berada di dekat Danesh

" Gue udah terlatih sombong, tapi ini pertama kalinya. Mungkin lo mikir gue jadiin tawanan lo karena gue tertarik sama lo. Kalau sekarang gak tau, mungkin bisa jadi tahun depan ternyata gue kejebak sama diri gue sendiri atau lo yang kemakan sama omongan lo. Masa depan gak ada yang tau Sya. Jangan nyoba ngelak."

"  Mending segera anterin pulang. Gue laper. Takut mati mendadak kelaparan terus gue jadi hantu gentayangan."

" Gak boleh ngomong yang aneh-aneh. Gue pesenin grab car sekarang ya."

Tasya menuruni tangga rooftop. Danesh dengan senang hati membawakan tas ransel milik Tasya yang lumayan berat karena isinya buku paket ekonomi. Danesh sama sekali gak mengeluh, padahal Tasya memaksa untuk membawanya sendiri.

" Gak usah, jangan bawa yang berat-berat nanti lo tambah kurus."

" Mau gue kurus atau nggak kenapa lo harus peduli?"

" Salah kalau gue peduli?"

Tasya gak menjawab dan lalu membiarkan Danesh membawa tasnya sampai ke gerbang depan. Gak berselang lama kemudian grab car yang mereka pesan sudah sampai. Mereka naik dan tujuannya adalah adalah angkringan di pinggir jalan. Danesh turun terlebih dahulu lalu membukakan pintu mobil setelah dirinya membayar ongkos mobilnya.

" Lo tau gak sih, gue kesel banget sama lo. Bisa-bisanya lo kaya gini ke gue."

" Lo masih marah sama gue?" tanya Danesh.

" Jangan dibahas lagi, gue udah dengar alasan lo soal Ghea. Lagian bukan urusan gue, kenapa gue harus marah kalau lo gak anter gue pulang kerumah?"

Danesh memesankan lontong sayur yang dibelinya di angkringan. Lengkap dengan kerupuk, kacang goreng, telur rebus utuh dan tentu saja tempe goreng.

" Gue dulu suka banget ke angkringan beli makanan disini. Kayaknya udah lama banget gak makan disini. Gue pertama kali gue diajak sama mama makan disini. Awalnya gue ragu-ragu karena gak biasa makan-makanan di pinggir jalan, tapi ternyata rasanya enak. Bahkan gue bisa dengerin kendaraan yang lalu lalang. Ditambah kursi-kursi plastik ini menambah nostalgia yang memberi kesan tersendiri. Cuma setelah mama gue meninggal udah gak pernah mampir ke angkringan ini. Sekarang gue gak sendiri gue ditemani lo Sya."

Tasya mengigit kerupuk udang miliknya. Rasanya gurih dan manis. Tasya menyukai setiap cerita yang Danesh tuturnya. Bersama Danesh dirinya tau kisah Danesh terselubung yang gak pernah didengarnya dari rumor-rumor anak galaksi. Danesh seperti menyimpan balok es yang dingin lalu pelan-pelan dihangatkan oleh mentari pagi. Danesh butuh sosok yang bisa mendengarkan ceritanya. Danesh butuh sosok ceriwit banyak omong seperti Tasya. Terkadang Danesh juga hadir sebagai pendengar yang baik.

Tasya menyendoki makanannya lalu memasukan lontong dan kuah sayur santan yang menunya adalah labu kuning yang dimasak. Menurutnya aneh tapi enak dimakan.

GOODBYE MY CANVAS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang