Nara membuka pintu gerbang rumah Danesh dengan memakai pakaian yang terlihat lusuh. Sedangkan Danesh memainkan rubrik, siapa sangka Danesh pintar main rubrik. Sebenarnya Danesh tidak bodoh. Danesh terkenal dengan otak fisikanya yang jenius, namun semuanya tercover oleh sikap nakalnya yang kadang tidak bisa terkendali.
" Gue kira lo gak bakalan main lagi main kerumah gue. Ternyata jalan rumah gue masih lo inget Ra," sarkas Danesh, " gue terkesan masih nganggep gue temen. Secara lo cut off gue gitu aja tanpa ngasih alasan. Sejahat itu ya gue mata lo?"
" Boleh gue ngomong penting sama lo?" tanya Nara kemudian saat berada di dibawah rumah pohon.
" Jangan apa-apain kucing oyen itu. Gue bakalan turun dari rumah pohon ini," kata Danesh yang entah kenapa khawatir kucing betina kesayangan papanya diapa-apain oleh Nara, mengingat Nara gak suka dengan yang namanya kucing.
" Gue benci kucing, sama bencinya kaya gue ke lo," jawab Nara menghindari kucing yang menatapnya sebagai tikus gudang.
" Lo ganggu gue aja nikmatin semilir angin diatas rumah pohon," ucap Danesh turun dari rumah pohonnya dan memilih duduk di bekas kayu tumbang yang sengaja dijadikan bangku.
" Gue sengaja nemuin lo disini Nesh. Maaf gue udah bikin semua orang khawatir. Mungkin udah seharusnya gue gak ngelakuin ini ke lo Nesh. Harusnya gue jujur sejak lama."
" Maksudnya? "
Nara mengambil nafasnya dalam-dalam semuanya semakin rumit dan gak tau gimana nemuin titik terangnya.
" Kalau gue bakalan cerita lo pasti gak bakalan pernah mau lihat muka gue lagi. Gue gak tau, pantes atau nggak buat dimaafin sama lo Nesh. Gue sadar kalau sepenuhnya lo gak bisa beneran benci sama dia. Gue bukan temen yang baik Nesh."
" Lo nyembunyiin sesuatu dari gue Ra?"
" Soal aphelion," kata Nara yang membuat mata Danesh langsung memicing."
" Kalau gue jujur respon lo gimana?"
" Gue gak gimana-gimana kalau emang kejujuran lo harus gue dengar yang gak masalah," jawab Danesh dengan pedenya lalu memberikan jambu air yang dibelinya dari jalanan, namun Nara menolaknya.
" Gue gak mau jujur, tapi gue ngerasa bersalah kalau terus-terusan diem aja kaya gini. Gue tau lo bakalan kecewa sama gue. Selama ini lo baik sama gue, tapi dengan hitungan detik gue sengaja hilangin kepercayaan lo ke gue. Kedepannya gue gak tau apakah masih dianggap temen sama lo atau nggak. Gue ngerasa dunia gue semakin sempit. Gue gak mau ngelibatin orang-orang tapi gue sendiri yang termakan ego. Gue egois Nesh, lo bakalan benci banget sama gue," ucap Nara sambil menyeka air mata yang membasahi pipi tirusnya. Dadanya terasa sesak, harus mengakhiri semua permainan konyol yang direncanakan olehnya sendiri," gue yang udah ngerencanain bakar jaket Apholen Nesh."
" Bilang kalau lo bohongin gue," ucap Danesh sedikit terkejut, gigitan jambu airnya mendadak gak dimasukan kembali ke mulutnya.
" Gue ngomong apanya sama lo Nesh."
Seketika Danesh langsung menjatuhkan jambu airnya diatas rumput.
" Pulang, gue gak mau lihat muka gak tau diri lo!"
" Nesh, gue belum selesai jelasin semuanya."
" Pulang Kinara!" tegas Danesh yang hampir frustasi mendengar hal tersebut.
" Nesh," lirih Nara .
" Gue butuh waktu buat mencerna ketidakwarasan ini."
****
Club menjadi sasaran utama saat ini. Setenggak alkohol mampu membuatnya menjadi lebih baik. Danesh merasa dihina, merasa dikhianati oleh seorang yang dianggapnya sebagai adik dan saudaranya sendiri. Danesh gak habis pikir Nara dengan ceroboh melakukan hal bodoh yang membuat Danesh harus terlibat masalah dengan banyak orang. Danesh bersalah orang-orang terlibat dengannya dan gak punya titik temu yang baik. Danesh berjanji tidak akan mabok hari ini tapi Danesh melanggar aturannya sendiri. Pikirannya terasa rumit dan Danesh gak tau bagaimana nyelesainnya. Danesh merasa benar-benar sangat bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
GOODBYE MY CANVAS! [END]
Teen FictionTasya harus terlibat masalah di SMA barunya gara-gara gak sengaja jatuhin asbak prakarya di rooftop sekolahnya. Gara-gara itu membuat Ristasya Bestari harus menjadi tawanan Danesh Rahardja, cowok yang terkenal dengan julukan silumannya karena bis...