23.

4 0 0
                                    

" Sya. Lo pulang sekolah ada rencana mau main apa nggak atau langsung pulang kerumah?" tanya Eriss yang tetap fokus dengan ponselnya. Padahal kata Eriss mata kanannya udah minus tiga koma lima.

Tasya masih mengunyah siomay gorengnya. Saus kacang pedas menyentuh ujung bibirnya membuat Tasya langsung mengambil es teh yang terletak di pojok meja.

" Gue gak ada rencana kemana-mana abis pulang sekolah. Biasanya Danesh nganter gue abis itu gue suruh langsung pulang."

" Ciee, yang sekarang udah punya tukang ojek gratis," ledek Eriss," pake pelet apa lo bisa naklukin Danesh secepat itu. Curiga lo pake pelet dari dukun hebat."

" Apaan sih Riss. Gue sama Danesh cuma temenan biasa aja. Lagian juga gue gak naklukin hatinya Danesh. Sekedar tawanan aja, sejauh Danesh gak batesin ruang gerak gue gak jadi masalah. Danesh gak sejahat rumor yang beredar. Gue cuma deket sebagai temen kaya gue ke lo, itu aja gak lebih."

" Danesh kayaknya ada rasa ke lo. Sejak Danesh putus dia banyak di deketin cewek tapi gak selama deket sama lo. Danesh gak pernah gubris."

" Gak tau juga, lagian gue udah tau sifat Danesh kaya apa. Kadangan anggep gue istimewa kadangan anggep gue musuh dia. Gak bisa ditebak."

" Gak takut kalau ternyata Danesh mainin perasaan lo," pancing Eriss," secara Danesh gak mungkin kalau gak punya selera gombalannya yang tinggi."

" Gue gak pernah kepikiran sampek segitu. Lagian ya cuma temenan biasa aja. Selagi Danesh gak buat masalah sama gue ya fine aja."

" Lo pasti punya alasan kenapa nyaman deket sama Danesh selain pengen tau alasan Danesh jadiin lo tawanan."

" Apaan sih Riss. Nggaklah, gak ada alasan apapun."

" Bohong," ledek Eriss.

" Gue serius, gak ada gunanya bohong sama lo."

" Kembali lagi ke awal. Lo kenapa nanyain soal rencana gue abis pulang sekolah."

" Oh iya gue lupa, jadi_"

" Telen dulu somaynya nanti kesendak. Jangan Sampek bikin heboh seisi kantin."

" Mama gue ngajak belanja abis pulang sekolah. Gue minta ditemenin sama lo. Soalnya ribet kalau cuma gue sama mama gue aja."

" Harus ya gue ikut?"

" Kenapa emangnya? lo gak bisa?"

" Bukan gitu, tapi pasti mama lo mandang gue beda."

" Gak usah dipikirin. Mama gak mungkin mandang lo kaya gitu. Percaya sama gue."

****

" Itu mama gue dateng Sya."

" Harus banget ya?"

" Harus Sya. Ayo!"

" Gue belum bilang sama Danesh kalau gue bareng sama lo."

" Udah itu jadi urusan gue Sya. Lo gak usah khawatir soal itu. Gue udah bilang sama dia, katanya gak papa. Lagian Danesh bilang gak bisa batesin ruang yang lo punya. Ayok naik."

Tasya kemudian menaiki mobil Marcedez hitam mengkilap menampilkan kesan estetik. Tasya sedikit ragu melangkahkan kakinya saat melihat mamanya Eriss nenatap sinis ke arahnya. Gak ada kesan ramah sekali.

" Sekelas sama Eriss?" tanya Erna, mamanya Eriss.

Kalau dilihat dari penampilannya Erna terlihat seperti wanita sosialita pada umumnya. Baju yang dikenakannya sangat bermerk. Jam tangan, kalung serta sepatu dan tas yang mewah. Ternyata gambaran sosialita tidak hanya ada di sinetron dan drama fiksi melainkan benar adanya. Mereka terlalu ambisi untuk bisa dapetin pengakuan dari orang lain.

GOODBYE MY CANVAS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang