24.

2 0 0
                                    

Sejak kejadian waktu itu baik Eriss ataupun Tasya berpikir untuk saling menjauhi untuk sementara waktu. Tasya bukan merasa bahwa dirinya tidak pantas berteman dengan Eriss yang notabennya anak orang kaya, tapi Tasya ngasih ruang sementara untuk Eriss. Biasanya dari kisah yang pernah Tasya dengar anak-anak bisa dapetin yang apapun yang diinginkn dengan uang misalnya teman dan kekuasaan tapi hal itu gak berlaku buat Eriss. Hidupnya terlalu dibatesin dan anggep orang-orang disekitarnya gak punya kendali apa-apa.

Tasya menarik nafasnya kasar memegangi ujung besi pembatas roftop sekolah yang mengarah langsung ke lapangan sekolah. Tasya kemudian menuruni roftop lalu berjalan ke arah ruang kelas XI IPA 1. Hari-hari tanpa cerita dari Eriss membosankan walaupun gadis itu gak berubah sejak pertama kali dengar gak pernah jauh-jauh dari ponselnya. Ada aja yang menarik perhatiannya dari layar ponselnya. Tasya terus berjalan hingga tepat berdiri di depan kelas XI IPA 1 yang membuat anak-anak lain bertanya-tanya kehadiran Tasya yang tiba-tiba. Bahkan sampai ada yang ngira Tasya dan Danesh pacaran secara diam-diam.

" Lo gak nyariin gue?" tanya Danesh kemudian yang entah tiba-tiba muncul darimana, datang tanpa suara.

" Gue tiap hari ketemu sama lo Nesh, sampek bosen," sarkas Tasya yang selalu dianggap angin lalu oleh Danesh.

" Dua hari lo ngilang dari gue. Katanya pulang bareng Eriss, kemarin gue mau jemput lo  malah milih naik motor sendiri," komentar Danesh. Matanya menelisik ke salah satu tentengan milik Tasya," lo bawa totebag apa? harta karun? makan siang gue? kayaknya bukan sih."

" Akasha di kelas?" tanya Tasya kemudian tanpa memperdulikan kehadiran Danesh.

" Di kuburan," balas Danesh kesal.

" Akasha masih hidup," protes Tasya.

" Di dalam kelas, lagi mainin kamera," balas Danesh," lagian lo ngapain nyariin Akasha?emang dia siapa? pacar lo?"

" Gue mau balikin barang punya Akasha yang gue pinjem, gak usah mikir aneh-aneh. Tenang aja," ujar Tasya dengan eskpresi kesal," buat Tuan Danesh yang terhormat gue minta lo minggir."

" Galak amat! awas! entar lo dikurung dalam kamera gak bisa keluar lagi!"

" Berisik!"

" Padahal gue lebih cakep ketimbang Akasha," bangga Danesh.

****

" Kash gue ganggu lo gak?" tanya Tasya saat langsung menghampiri Akasha yang berada di sudut ruang kelas.

" Tumben lo main ke kelas gue?" tanya Akasha kemudian.

" Gue mau balikin jaket lo, maaf agak lama. Baru gue cuci kemarin. Tenang aja rapih kok, gue tau caranya cuci jaket kulit jadi gak buat jaket lo rusak."

Hari-hari Akasha adalah kamera. Bahkan waktu luang di kelas saja Akasha masih fokus dengan kameranya. Akasha yang semula mainin kamera kini mengalihkan pandangannya ke arah Tasya.

" Makasih ya," balas Akasha singkat.

Tasya melihat kamera milik Akasha," oh kamera polaroid?"

Akasha mengangguk pelan," sebenarnya kamera lama gue, cuma baru sekarang gue pake. Mau nyoba?"

" Boleh?"

" Nih, lo entar pencet ini. Ngerti?"

Tasya membalasnya dengan sekali anggukan," gue ngerti."

Tasya menerima kamera tersebut dan mulai mengambil objek gambar," Kash! senyum!"

Terdengar bunyi cekrek dan tak lama kemudian foto tersebut langsung mengeluarkan gambar. Tasya mengibas-ngibaskan selembar kertas polaroid tersebut.

GOODBYE MY CANVAS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang