37.

2 0 0
                                    

" Silahkan kak, mau pesan apa?" ucap salah satu Pramusaji saat menyodorkan berbagai menu dessert dan minuman.

" Matcha," balas Danesh kemudian. Dirinya merasa tidak asing dengan pemilik suara tepat di depannya saat ini.

Nara berusaha menghindari Danesh saat melihat Nara bekerja sebagai pramusaji.

" Nara?"

Nara menghindar namun Danesh berhasil mencegah Nara. Kini mereka berada di atap restoran dengan Nara yang masih memakai seragam pramusaji.

" Gue gak peduli seberapa lelahnya diri gue. Banyak yang gak tau seberapa pengorbanan yang harus gue lakuin demi keluarga gue. Rasa sakit selama ini yang selalu membekas pada diri gue terus aja maksa harus berkorban sendirian. Gue capek harus kaya gini terus. Kalau boleh milih pengen ngerasain apa yang orang-orang rasain, tapi apa? nggak bisa."

" Lo gak perlu kaya gini Ra, gue bisa bantu lo. Sekarang fokus dulu sama sekolah lo Ra. Lo harus buktiin kalau lo itu bisa. Percaya sama gue Ra."

" Berhenti yakinin gue semuanya baik-baik aja Nesh. Lo gak pernah tau apa yang sebenarnya terjadi sama gue. Lo cuma pengen gue fokus buat sekolah tanpa mikirin yang sebenarnya terjadi sama gue. Lo gak pernah sadar Nesh. Bertahun-tahun gue nyoba buat sabar, nyob buat ngertiin takdir yang Tuhan kasih ke gue, namun apa? gak pernah berubah. Gue harus ngelewatin semuanya sendirian. Gue benci sama orang tua gue Nesh! gue benci harus nanggung semuanya sendiri. Mereka gue gak pernah ngertiin gue! gue benci Nesh!"

Danesh mencoba menenangkan Nara," gue tau apa yang lo rasain Ra. Sakit banget."

" Lo sama gue kondisinya berbeda Nesh. Gue harus nanggung keegoisan orang tua gue sendiri."

" Justru karena kondisi gue sama lo berbeda, mangkanya gue berusaha yakinin lo kalau gak semua keegoisan bakalan berakhir sia-sia. Buktikan kalau lo itu mampu Ra."

" Gue capek Nesh. Gue pengen nyudahin semuanya, beban gue berat banget Nesh."

" Gue gak bisa maksa kalau emang ini harus lo lakukan demi kebaikan lo sendiri," ucap Danesh seraya menarik nafasnya kasar," karena gue udah berhasil yakinin diri gue sendiri, mangkanya gue bisa yakinin lo saat ini Ra. Gue gak bakalan biarin situasi ini kembali kaya dulu lagi. Lo masih tetep temen terbaik gue Ra, gak bakalan pernah berubah."

Nara berusaha menahan kesedihannya dengan memberikan senyuman pahitnya. Manik matanya menatap lekat ke arah Danesh.

" Lo gak usah terlalu khawatir sama gue, kedepannya gue akan berusaha baik-baik aja tanpa buat orang lain khawatir. Gue janji Nesh."

****

Nara menghampiri Tasya yang kini tengah sibuk dengan kuas dan kanvasnya. Semilir angin menerbangkan poni yang menutupi rambut Nara saat gadis itu memasuki rumah kaca yang membuat suasana menjadi tenang.

" Ternyata rumah kaca semenarik ini," ucap Nara yang berdiri di depan pintu kemudian menghampiri Tasya.

" Nara?" bingung Tasya saat melihat Nara yang berada di depannya.

" Aneh ya kalau gue tiba-tiba gini hampirin lo?" bingung Nara yang langsung dijawab gelengan kepala oleh Tasya.

" Gue belum pernah lihat lukisan sebagus ini.  Gue berharap di masa depan lo punya pameran lukis dan gue yang beli lukisan lo," puji Nara.

Tasya menyunggingkan senyum manisnya," gue ngerasa gak sia-sia ngelukis saat denger orang langsung ngomong gitu ke gue. Lukisan tanpa warna, gak ada yang lain."

GOODBYE MY CANVAS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang