40.

4 0 0
                                    

Mentari mulai menelisik melewati celah sempit jendela kaca transparan
Tasya menyambar parka berwarna maroon bercorak garis hitam. Wajahnya yang putih pucat terpancar jelas dari balik cermin kamarnya.

Setelah rapih Tasya langsung menuju ruang makan. Suasana meja makan terlihat canggung dan tidak ada percakapan sama sekali. Tasya masih terfokus dengan makanan yang ada di atas meja. Nasi goreng yang harum semerbak menyentuh hidungnya sama sekali tidak menarik perhatiannya.

" Ma, Tasya berangkat sekolah. Assalamu'alaikum," kata Tasya menyalami tangan mamanya, sedangkan Marissa hanya menatap anak gadisnya dengan tatapan kaku.

" Mama bawain roti coklat buat belak makan siang," tukas Marissa seraya memasukan roti ke dalam plastik kecil

" Gak usah Ma. Tasya gak laper," balas Tasya dengan dingin."

Marissa tetap memasukan roti coklat tersebut ke dalam wadah.

" Mama gak dengar tadi Tasya bilang gak mau? kenapa mama selalu memaksa dan berpura-pura peduli dengan Tasya? "

" Maaf Mama selalu salah dimata kamu. Mama gak pernah selalu ada buat kamu."

Tasya menarik nafasnya kasar.

" Tasya berangkat sekolah dulu Ma."

" Hari ini mama yang nganter kemau ke sekolah," balas Marissa

Tasya menggelengkan kepalanya," bukannya mama ada meeting hari ini?"

Marissa menggelengkan kepalanya," mama pengen lihat kamu ke sekolah."

" Harus sekarang ya?" balas Tasya setengah menyindir," kenapa gak dari dulu? "

Marissa tertegun dengan tatapan kaku. Matanya berkaca-kaca seperti menyiratkan pesan yang gak bisa diartikan.

" Tasya gak pernah maksa Mama harus peduli dan selalu ada buat Tasya," suara Tasya semakin terdengar melemah menahan supaya air matanya tidak ikutan jatuh membasahi pipinya," Mama terlalu baik dan Tasya gak berhak dapetin itu semua."

****
" Sya, ayo ke kantin," ajak Eriss sambil menarik lengan tangan Tasya," gue laper banget. Matematika hampir ngerusak safar otak gue pelan-pelan."

" Nggak juga, buktinya otak gue masih normal," balas Nana gak terima

" Anjay!" tawa Eriss bangga

" Ayoks! lo lemes banget kaya kurang gizi."

" Gue gak mau," balas Tasya gak bersemangat.

"Gue bayarin tenang aja."

" Gue juga," sambung Nana

Eriss langsung melirik sinis ke arah Nana," boleh."

" Serius?"

" Minggu depan contekan gue Kuis matematika."

" Bangke!"

Eriss langsung bertepuk tangan heboh," bravo! lanjutkan nak. Mama bangga dengan kamu."

****

" Masa lo gak bisa main kartu roman kaya gini Nesh. Biasanya lo selalu menang pake rumus peluang matematika," sindir Arga sambil menyoretkan tepung di seluruh permukaan muka Danesh sehingga nampak seperti anak kecil baru mandi yang ditaburi banyak bedak," lo mirip banget sama Tuyul. Bedanya lo banyak duit jadi gak bakalan maling brankas orang."

" Semua aja terus lo bandingin. Setidaknya gue lebih pinter daripada lo dan lebih lucu ketimbang tuyul."

" Emang lo pernah lihat tuyul? setau gue tuyul lebih lucu ketimbang lo yang kadang sangar kadang pekok. Gue gak salah kok kualitas otak lo mulai menurun," ujar Arga kemudian," Munaf aja yang bego anti kartu judi klub aja bisa menang dari lo kan? agak curiga sih, kalau Munaf udah belajar tutorial main kartu roman selama 24 jam sehari sampek gak tidur."

GOODBYE MY CANVAS! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang