Motor sport hitam terlihat melaju ditengah jalanan sepi dengan kecepatan tinggi. Pikirannya melayang memikirkan banyak hal setelah mendapat kabar jika sang ayah mencarinya dan menyuruhnya untuk datang ke rumah besar milik keluarga yang dulu pernah menjadi tempat tinggalnya sejak ia dilahirkan.
Karena jam masih menunjukkan pukul 5 pagi membuat suasana jalanan yang ditempuh nya sangatlah sepi. Hal itu sedikit menguntungkannya karena ia bisa dengan bebas membawa motornya dengan cepat seakan dirinya sedang melakukan balap motor liar seperti yang sering ia lakukan.
Sesaat setelah motor Jaemin sampai di pekarangan luas milik orang tuanya itu ia langsung saja melenggang masuk tanpa ragu. Walau hatinya sedikit resah tapi ia berusaha menenangkan dirinya sendiri. Mencoba untuk berpikir jernih dan berharap tidak akan terjadi suatu hal yang terlalu buruk di dalam sana.
Kaki jenjangnya melangkah pasti mencari keberadaan sang Papa yang katanya sudah menunggunya sejak kemarin malam. Jaemin berhenti sejenak saat netra nya menatap sosok ayah nya yang sudah duduk dengan angkuh di atas sofa yang berada di tengah ruang keluarga rumah itu. Wajahnya terlihat tegas dan sorot matanya menyiratkan kemarahan. Jaemin pun berlalu untuk mendekati orang itu dan segera duduk di sofa yang berada tepat di depan ayahnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Kenapa kamu ga angkat telfon Papa dari kemarin malam?" Sang Papa langsung memberinya pertanyaan tanpa basa basi membuat Jaemin mendengus kesal.
"Ada urusan."
"Pasti kamu berbuat nakal lagi kan? Papa yakin urusan yang kamu maksud itu cuma urusan ga jelas karena memang cuma itu yang bisa kamu lakuin."
Dalam hati Jaemin menyetujui ucapan ayahnya yang mengatakan jika ia berbuat nakal karena memang itulah yang ia lakukan semalaman bersama Yangyang selama lelaki tua di hadapannya ini mencarinya, tapi mendengar kalimat terakhir yang terlontar tadi membuat nya sedikit marah, walaupun Jaemin mengaku jika ia adalah anak nakal tapi ia juga masih bisa melakukan hal lain yang berguna, bukan hanya melakukan hal tidak jelas seperti yang dikatakan ayahnya tadi.
Jaemin memilih untuk tidak menanggapi ucapan itu. "Kenapa Papa nyariin Jaemin?"
Jaemin tidak ingin mendengar ocehan Papa nya lagi karena demi apapun, ia ingin segera keluar dari rumah ini, rasanya sangat sesak tiap kali otaknya tiba tiba saja memutar kembali momen pahit yang pernah ia alami selama ia disini dulu.
"Papa denger kamu masih sering datengin Jeno?"
Jantung Jaemin langsung saja berdetak kencang, jika orang tuanya sudah mulai membahas saudaranya, sudah pasti Jaemin tidak lagi bisa berpikir jernih.
"Kalau iya terus kenapa?" Jawabnya dingin, ia berusaha bersikap tenang walau degup jantungnya sangat berbanding terbalik.
"Jangan pernah kamu jenguk dia lagi. Papa gamau Jeno di temuin sama orang yang udah bikin dia celaka." Ucap sang Papa dengan tegas, setiap kata yang dilontarkannya penuh penekanan.
Rahang Jaemin mengeras menahan amarah yang kian bertambah, ini semua terjadi lagi, dia menjadi sasaran kedua orangtuanya untuk disalahkan lagi. "Butuh berapa kali lagi Jaemin bilang sama Papa kalau bukan Jaemin yang bikin Jeno celaka?"
"Papa ga percaya sama omongan kamu, kamu itu anak ga berguna, anak nakal yang bisa nya cuma buat onar dan berlaku seenaknya. Udah Pasti Jeno celaka juga karena kamu!"
Jaemin tertawa pahit mendengar nya, rasanya sakit. Ya, baik Papa atau Mama nya pasti tidak akan pernah percaya dengan apa yang dia ucapkan, mereka hanya akan berpegang teguh pada asumsinya sendiri.
"Terserah, Jaemin capek."
Jaemin segera beranjak pergi karena dirinya sudah merasa terlalu lelah berada di ruangan luas yang sialnya terasa sesak untuknya karena ia hanya berbicara empat mata dengan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RETURN [Jaemyang]
FanfictionA JAEMYANG FIC! Yangyang tidak pernah mengerti kenapa Jaemin melakukan hal itu padanya, jujur Yangyang lelah, tapi siapa sangka jika alasan Jaemin melakukannya benar benar membuat Yangyang pasrah, seperti tidak ada jalan lain yang bisa dia lakukan...