Dua objek paruh baya yang semula berada jauh di depan sana kini mulai semakin mendekat. Dan hal itu membuat Jaemin semakin panik di tempatnya berdiri sekarang. Dia harus membawa Yangyang pergi secepatnya.
"Liu Yangyang, kita pulang sekarang, oke? Kita pergi ya? Yangyang dengerin gue, please."
Percuma, Yangyang masih tidak bergeming seberapa keras pun Jaemin mencoba. Maka satu satunya yang bisa Jaemin lakukan sekarang hanyalah menggenggam erat tangan Yangyang yang berubah dingin, mencoba memberi kekuatan dan meyakinkan sang terkasih bahwa untuk kali ini, Jaemin siap mendampingi, tidak akan membiarkannya sendirian.
"Saya ga nyangka bakal ketemu sama kamu Yangyang, apa kabar?"
Perempuan yang seharusnya disebut ibu oleh Yangyang itu membuka pembicaraan sesaat setelah mereka berhasil berdiri berhadapan.
Jika pada umumnya seorang ibu dan anak yang terpisah dalam jangka waktu yang begitu lama akan saling memeluk erat dan melepas rasa rindu yang terpendam. Maka yang bisa Jaemin lihat saat ini hanyalah ucapan basa basi semata. Tidak bisa dia rasakan adanya kerinduan dalam diri sang 'ibu' yang baru saja menanyakan kabar pada anak bungsu nya.
"Sudah tahu ada orang bertanya, kenapa kamu hanya diam? Sudah tidak mengenal yang namanya sopan santun?" Lelaki paling tua yang mendampingi si 'ibu' ikut membuka suara.
Tidak, Yangyang benci. Suara sialan ini, sama sekali tidak pernah ia menginginkan untuk mendengar nya lagi seumur hidup. Yangyang benci melihat wajah angkuh itu lagi. Semua yang ada pada diri lelaki tua itu adalah hal yang paling Yangyang benci dalam hidupnya. Menurut pandangannya, perawakan tinggi dan gagah itu tidak lebih dari seorang iblis.
Genggaman mengerat, Jaemin merasakan Yangyang mempererat tautan tangan seolah memberikan sinyal pertolongan. Dengan begitu Jaemin langsung memasang badan dan membawa dirinya maju untuk menyembunyikan tubuh kecil Yangyang dibalik punggung lebarnya.
"Yangyang tidak pernah melupakan sopan santun. Tapi menurut saya Yangyang memang tidak perlu bersikap sopan pada orang tidak tahu malu seperti kalian." Ujar Jaemin lugas. Matanya memicing marah, menatap bergantian kedua orang di depannya dengan begitu tajam.
"Liu Yangyang.. Saya pernah bilang sama kamu buat hati hati dalam pergaulan, masih aja kamu temenan sama anak kayak gini. Pantes aja ya, hidup kamu makin berantakan."
Kurang ajar, ucapan yang dilontarkan perempuan itu benar benar diluar batas. Apakah benar perempuan ini adalah seorang ibu? Jika benar, maka tutur kata yang baik dari sosok ibu seperti dia harusnya lebih baik.
Sakit, Jaemin benar benar tahu dan paham rasa sakitnya mendengar ucapan semacam itu. Karena baginya, ucapan itu sudah menjadi bagian dari hidupnya sedari dulu. Tapi saat tahu bahwa ada orang lain yang mendapat perlakuan yang sama dari orang tuanya seperti dirinya, Jaemin benar benar marah, terlebih orang yang mengalaminya adalah seseorang yang sangat ia sayang. Jaemin tidak bisa menerima.
"Kalian yang buat hidup anak kalian hancur, jangan menyalahkan dia dan orang lain."
"Orang asing seperti kamu tidak pernah tahu bahwa saya dan istri saya mendidik dia dengan benar. Jika hidupnya berubah menjadi seperti ini, itu artinya memang dia ini anak sialan yang tidak tahu diuntung."
Rahang Jaemin benar benar mengeras. Dia sungguh marah kali ini,
"Lo udah bikin dia hampir mati dan trauma berat. Dan dengan entengnya lo bilang dia anak sialan?! Lo yang bajingan, anjing!"
"Suami saya ga pernah ngelakuin hal kotor kayak gitu. Yangyang pasti cuma mengada ada dan sok drama dengan bilang dia hampir mati karena suami saya. Kasian ya kamu, dibohongin dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
RETURN [Jaemyang]
FanfictionA JAEMYANG FIC! Yangyang tidak pernah mengerti kenapa Jaemin melakukan hal itu padanya, jujur Yangyang lelah, tapi siapa sangka jika alasan Jaemin melakukannya benar benar membuat Yangyang pasrah, seperti tidak ada jalan lain yang bisa dia lakukan...