12 : Percakapan antara Kina dan Mika

173 26 3
                                    

Saka dan Taha keluar dari ruang rawat Mika, membiarkannya disana untuk mengembalikan mood yang sempat rusak tadi. kondisi Mika belum sebaik itu untuk bisa diajak bicara tentang hal yang tergolong sensitif, itulah sebabnya mengapa Saka dan Taha memilih untuk keluar dari sana daripada membuat emosi Mika semakin memburuk.

Saka dan Taha pergi ke lantai bawah, kemudian duduk di lobi rumah sakit.

Hening menerpa keduanya sejenak sebelum akhirnya Saka membuka suaranya.

"Jangan sakit hati karena omongan Mika, ya?" Saka berucap sambil mengusap halus pundak milik adik bungsunya.

Taha menoleh, kemudian menggeleng pelan. "Enggak kok, bang. tapi... rasanya aneh. Kak Mika nggak pernah ngomong apapun soal ayah ke gue, tapi tiba-tiba dia ngomong sejahat itu tentang ayah... apa dulu kak Mika nggak mau buat gue takut? atau kak Mika nggak mau memperbesar trauma kita? tapi... huft, rasanya hal ini nggak bener sama sekali, bang. gue... gue percaya kok sama kak Mika, tapi gue juga percaya sama ayah...."

Saka menghela nafas. "Taha, Mika itu bukan orang yang bisa ngucapin semuanya secara langsung. Mika tipe orang yang bakal ngucapin segalanya kalau waktunya udah tepat atau kalau ada hal yang mendesak. pasti banyak alasan kenapa Mika nggak jujur sama kita dari dulu. ya mungkin karena itu tadi, karena dia nggak mau memperbesar trauma kita. atau mungkin, Mika mau kita tetep hidup tanpa mikirin ayah? apapun alasannya, itu semua pasti Mika lakuin demi kebaikan kita. soal bener atau enggaknya, itu balik lagi ke diri masing-masing. tapi inget, nggak semua orang bisa dipercaya, apalagi orang yang udah jauh sama kita, ayah contohnya." ucapnya panjang lebar.

"Tapi... lo apa nggak percaya sama ayah? selama ini ayah udah ngasih segalanya buat kita. apa sih yang mencurigakan dari ayah? apa yang aneh dari ayah sampai lo sama kak Mika ngomong hal yang nggak bener soal ayah?" Taha.

"Lo boleh mikir ayah orang yang baik, kok. tapi dari segala sisi, gue lebih percaya sama Mika. Mika udah lebih lama hidup sama kita dibanding ayah. jadi pastinya, Mika lebih tau dan lebih paham soal perasaan kita dibanding ayah." Saka.

Taha terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia menghela nafas berat sambil menunduk.

Saka yang melihat hal itu hanya dapat terdiam tanpa membuka suara. kecewanya Taha adalah kecewanya juga. melihat raut wajah Taha berubah dan menjadi kecewa membuat Saka merasakan ada suatu hal tidak nyaman yang tertancap didalam hatinya.

"Taha..." Saka memanggil nama si bungsu.

"Apa?" Taha membalas, sambil menoleh lagi kearah kakak sulung nya.

"Eumm... Sean. dia temen lo, kan? katanya kemarin kalian berantem, gimana sekarang? apa udah damai?" Tanya Saka, mengubah topik secara acak.

"Sean? oh... heum, belum beres sih masalahnya. tapi yaudah, paling besok juga udah mendingan." Jawab Taha.

"Berantem tuh jangan lama-lama, apalagi sama temen." Saka.

"Iya bang Saka gantengg. lo kan tau sendiri gue paling gak bisa jauh lama-lama dari Sean, jadi gak mungkin juga dong gue berantem lama sama dia." Taha.

"Nah, gitu dong." Saka berujar sambil mengusap halus puncuk kepala milik Taha.

Taha tersenyum tipis. setidaknya, Saka dapat memperbaiki hatinya yang sempat terluka tadi.

* * *

Kina kembali masuk kedalam ruang rawat Mika. kali ini ia benar-benar serius, ada hal yang harus ia bicarakan panjang dengan Mika.

Menyadari pintu ruangannya terbuka, Mika langsung menatap kearah pintu, kemudian menghela nafas saat menyadari bahwa yang membukanya adalah Kina.

Bernyawa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang