Malam sudah tiba, dan semua lampu ruangan sudah dimatikan oleh Kina. Tetapi, ruang kamar tamu yang ditempati oleh Saka Mika dan Taha masih menyala sekarang.
Ketiganya belum dapat tertidur, karena banyak alasan tentunya.
"Besok-
"Gak usah sekolah." Ucap Saka, memotong omongan Taha yang akan berucap.
"Kenapa?" Tanya Mika.
"Emangnya, kalian kuat?" Tanya Saka, disusul dengan helaan nafas setelahnya. "Seragam sama tas nya juga mana? kalian mau dihukum lagi kayak kemarin?" Saka.
Mika dan Taha menggeleng pelan. Ucapan Saka terdengar cukup tegas, sehingga mereka tidak bisa membantahnya.
"Tapi sampai kapan kita mau tinggal di sini, Bang? sampai semuanya mereda, atau... gimana?" Mika bertanya.
"Sampai keadilan dateng buat kita, Mik. yang itu berarti, kita sendiri yang harus maju ke hukum sekarang, buat nyelesain semuanya. Kita gak bisa terus terusan hidup bodoh, dan bersikap seolah kita kena terror kayak gini." Ucap Saka.
"Tapi Ayah gimana, Bang... apa kita harus ngungkapin semuanya disaat kondisi ayah sekarang masih belum memungkinkan?" Tanya Taha.
"Kenapa? ayah kenapa? bukannya emang ayah salah dan pantas buat dapet hukumannya? atau, lo masih pengen belain ayah atas semua hal yang udah terjadi?" Saka berucap bertubi pada Taha, yang membuat si bungsu merasa bingung untuk menjawabnya.
"Lo kenapa sih... apa gak bisa ngomong pelan pelan?" Taha.
"Pelan pelan gimana? gue udah muak sama semuanya. Lo sama Mika kalau terus terusan gue baikin, gak bakalan mau lo berdua buat buka suara untuk hukum. Lo berdua terlalu takut karena merasa bersalah, sedangkan di sini posisinya kita itu korban yang berhak bersuara tanpa rasa takut. Cukup sampai sini gue khawatirin trauma kalian, mulai dari sekarang, kalian harus berani tanpa pake alasan trauma untuk membuka lagi kasus kecelakaan itu." Ujar Saka.
"Terus lo gimana? Lo yakin udah sekuat itu buat ngebuka kasusnya lagi? trauma lo juga sama aja kayak trauma kita, tapi lo selalu berusaha buat keliatan jadi yang paling kuat, padahal lo juga sama kayak gue dan Taha." Kata Mika.
"Lo dapet poin nya, bagus. terus kenapa nggak lo hargain perjuangan gue yang udah berusaha buat keliatan jadi yang paling kuat ini? Setuju sama gue kali ini gak sesusah itu, Mika, Taha. Kalau kalian terus nahan ini sampai dewasa nanti, rasa gak adil yang kalian punya bakal kebawa terus sampai nanti. Inner child kita udah rusak, kalian gak mau kan akibat dari inner child itu, kita jadi ngelakuin hal yang sama ke keluarga kita nanti?" Saka.
Mika menghela nafasnya. "Gue mau kok buka suara nanti. Tapi betul juga kata Taha, Bang.. kondisi ayah sekarang masih belum memungkinkan, apa kita bisa setega itu buat buka suara sekarang?"
"Setega itu?" Saka menatap tajam kearah Mika. "Setega apa sih kita sampai lo bisa ngomong kayak gitu? Hal yang bakal kita lakuin nanti itu demi keadilan, dan gak sebanding sama apa yang udah mereka lakuin ke kita. Jadi yang tega itu kita, atau mereka sih, Mik?"
"Bersikap jahat malah bakal bikin kejahatan baru, bukan keadilan, Bang..." Mika.
Saka menghela nafas. "Mikail... gue berani bilang sumpah dalam segala bahasa, demi apapun, gue capek. Tolong, bisa gak lo sama Taha dengerin gue aja kali ini tanpa nolak? Kali ini aja, cuman sekali ini.."
"Sampai kita dapet kabar kalau ayah udah baik baik aja, baru disitu gue bakal mulai buka suara. Kalo lo bisa ngotot tentang hal itu, gue juga bisa." Ujar Mika, membalas ucapan kakaknya tanpa ragu.
"Tante Rani masih ngincar kita sekarang, Mikail! Lo kalau mau mati dicelakain tante Rani ya silahkan aja, bukan urusan gue lagi! Lo dengerin gue ya Mika, gue beneran udah muak sama lo dan Taha!" Pekik Saka dengan wajahnya yang memerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bernyawa.
RandomIni adalah bukti bahwa seluruh ikatan persaudaraan pasti pernah diuji. ー feat Serim Park, Minhee Kang, Taeyoung Kim. 𝘄𝗮𝗿𝗻𝗶𝗻𝗴 ⚠ some harsh words. violence, car accident. © AHNQUENCE. 2021, all right reserved.