28 : Saka mengungkapkan kebenarannya

173 15 5
                                    

Malam telah tiba. jam telah menunjukan pukul 22.31, biasanya jam segini suasana sudah sepi karena besok hari Senin akan datang.

Tetapi kali ini, Saka, Mika, dan Taha dikumpulkan di kamar Saka untuk membahas suatu hal penting yang sudah Saka janjikan pada Mika tadi siang.

Kamar Saka yang biasanya hangat kini terasa dingin karena kegugupan dari masing masing insan yang berada di sana.

"Mau ngebahas apa, sih.... gue udah ngantuk tau." Ucap Taha, memberanikan diri untuk membuka suara, walau sebenarnya ia takut dengan suasana yang menegangkan ini.

"Gak akan lama kok, Ta, cuman ngebahas tentang beberapa masalah aja..." Jawab Saka, tentu saja itu adalah sebuah kebohongan.

"Masalah apa lagi? lo mau nyuruh gue sama Kak Mika cerita lagi? nggak dulu deh, Bang... gue lagi nggak punya cerita apapun, sumpah. bukannya mau mendem sesuatu, tapi gue emang beneran lagi nggak ada masalah apapun sekarang." Kata Taha.

"Kita nggak perlu cerita, Ta. kita cuman perlu denger Bang Saka ngomong, udah itu aja." Mika membuka suaranya.

"Bang Saka mau ngomong apa? ayo to the point, dong... gue kayaknya bakal ketiduran di sini deh kalau kelamaan." Taha.

Saka menghela nafasnya, ia kemudian tersenyum tipis sambil menatap kearah wajah kedua adiknya.

"Kalian berdua udah gede, ya... udah bisa kuat menghadapi dunia dan punya cara memandang sesuatu dengan cara orang dewasa, bukan cara anak kecil lagi." Ujar Saka.

"Hehe, belum gede, masih bayi kalau kata Bang Saka." Taha.

"Iya, maaf ya... maaf kalau selama ini gue terlalu manjain kalian dan nganggep kalian itu anak kecil. seharusnya gue sadar, kalau kebebasan itu penting banget di umur kalian yang mulai beranjak dewasa. mulai dari sekarang deh, gue bakal biarin lo berdua pergii kemanapun kalian mau, asal jangan lupa jalan untuk pulang, ya." Kata Saka.

Mika tersenyum tipis mendengarnya. "Lo udah ngasih banyak kebebasan buat gue selama ini kok, Bang. coba bilang gitunya ke Taha aja deh, kan dari dulu, dia yang pengen banget punya kebebasan dari kita berdua."

Taha menatap kearah Mika, kemudian mengangguk.

"Kalau Bang Saka udah ngizinin gue pergi dan ngasih kebebasan, lo juga mau ngizinin gue kan, Kak?" Tanya Taha pada Mika.

Mika mengangguk. "Ya jelas, lah. lo harus jadi anak gaul ya, Ta, jangan diem mulu di rumah mulai dari sekarang. cari temen yang banyak, tapi tetep pilih pilih, cari yang bisa ngebawa lu ke arus yang positif."

"Iya Kak Mikaa. lagian gue juga udah bisa kok bedain mana yang baik dan mana yang buruk, gak akan juga gue mau temenan sama seseorang yang bisa bikin diri gue sendiri jatuh." Taha.

Saka dan Mika merasa lega mendengar ucapan dari Taha. rupanya si bungsu kini memang benar-benar sudah menjadi dewasa, ia sudah berbeda dengan Taha beberapa tahun yang lalu.

Saka berdehem, kemudian kembali melanjutkan ucapannya.

Mika dan Taha juga kembali menatap kearah Saka dengan tatapan yang terlihat cukup serius.

"Ayah... kalian berdua masih merasa butuh sama ayah, atau enggak?" Saka bertanya dengan hati hati pada kedua adiknya.

"Enggak." Mika menjawab tanpa ragu, namun Taha terlihat ragu untuk menjawab pertanyaan yang Saka ajukan.

Taha menghela nafas, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan dari Saka.

"Jujur, gue merasa masih butuh sama ayah... tapi, gue juga udah gak mengharapkan ayah buat kembali juga. gue gak bisa egois minta ayah buat pulang sedangkan kalian berdua aja udah nggak mau ayah kesini lagi, kan?" Taha.

Bernyawa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang