5 : Darah siapa?

271 38 0
                                    

. . .







































Pagi ini, Saka sudah duduk di meja makan bersama dengan kedua adiknya. meja makan pagi ini dilengkapi dengan sayur, nasi, telur kecap, dan susu putih yang tertata rapih di meja.

Anehnya, suasana di pagi hari ini sangatlah hening. padahal biasanya Mika akan jadi yang pertama membuka suara dan jadi yang paling berisik walau masih pagi. Tetapi kali ini, sungguh tidak ada yang membuka suara sama sekali sejak awal mereka terbangun dari tidur.

"Kalian berantem lagi?" akhirnya, Saka bertanya dengan suara pelannya.

Mika dan Taha menatap kearah Saka, kemudian keduanya kompak menggeleng tanpa suara.

"Terus kenapa diem-dieman aja?" Tanya Saka, lagi.

Taha menengok sekilas kearah Mika yang terlihat tidak memiliki kata-kata untuk diungkapkan sekarang ini. Taha khawatir, ia tidak merasakan hawa yang baik dari Mika hari ini.

"Eum, nasi gue udah habis nih... ayo berangkat, sebelum kesiangan." Ucap Taha, mengalihkan topik.

"Tapi sayur lo masih ada, Ta." Ujar Saka sambil menunjuk kearah sayuran berwarna hijau yang ada di piring Taha.

"Ga dulu ah, pait!" Dengan cepat, Taha langsung mengambil tas miliknya, kemudian beranjak pergi keluar dari rumah.

"Lah, Taha!" Saka ikut mengambil tasnya dan berlari mengikuti Taha.

Mika juga melakukan hal yang sama, tetapi ia jauh lebih tidak berenergi dibanding kakak dan adiknya.

* * *

Sesampainya di sekolah, Saka langsung berlari dengan cepat menyusuri koridor sekolah. tujuannya adalah untuk mengecek hasil tes ujian yang ia jalani kemarin yang terpampang di mading sekolah.

"Gue mau cek hasil tes kemarin dulu, kalian duluan aja ya!" Pekik Saka pada kedua adiknya yang berada di belakangnya.

Mika menghela nafasnya. "Bang Saka terlalu... wah. nilai keliatan jauh lebih penting dibanding adik-adiknya sendiri."

Taha menoleh kearahnya. "Maksudnya?"

"Enggak. lo gak akan ngerti."

"Gue ngerti. lo anggap bang Saka gak peduli sama kita gara-gara dia lagi fokus ngejar nilainya, kan? nyatanya nggak gitu, kak. bang Saka juga punya mimpi, jadi-

"Jadi mimpi itu jauh lebih penting daripada adiknya sendiri. udah, itu poin nya." Ucap Mika santai sebelum akhirnya pergi meninggalkan Taha.

Sedangkan Taha benar-benar membeku di tempat. Mika ini kenapa? apa ada masalah dengannya? hingga Saka yang tidak bersalah pun ikut terkena getahnya.

* * *

Semangat Saka luntur seketika. ia bahkan merasa akan pingsan saat membaca hasil tes miliknya yang terpampang jelas di mading sekolah.

Nilai yang Saka dapatkan adalah 5.6/10 dari rata-rata 7. tentu saja Saka kecewa berat. ia pikir ia sudah cukup banyak belajar bahkan mengambil les sampai malam. tetapi mengapa nilainya bahkan ada dibawah rata-rata.

Bernyawa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang