18 : Mika, dan rasa bimbang

186 22 0
                                    

Mika menatap kearah tv, namun ia tidak menontonnya. Mika hanya duduk diam seperti orang melamun, namun ia sedang memikirkan banyak hal di kepalanya.

Tadi siang Kina datang dan memberi tahu banyak hal yang bagi Mika adalah hal yang buruk.

Kina berkata bahwa ia sudah menemui orang yang menabrak Mika, namun tidak secara hukum. Kina hanya menanyainya beberapa hal dan orang tuanya langsung meminta maaf bahkan berlutut pada Kina, membuat Kina kembali mempertimbangkan hal ini dan memilih untuk bertanya pada Mika yang notabenya adalah korban.

Mika lemah jika sudah membahas soal keluarga. Mika tidak mau menjadi orang jahat yang menghancurkan masa depan seorang anak hanya karena satu tragedi.

Tetapi bagaimanapun juga, Mika tidak boleh goyah. ia adalah korban, dan ia berhak membalas apa yang sudah dilakukan oleh pelaku pada dirinya.

Hanya saja, Mika tidak dapat melakukannya.

Saat Mika sedang beradu dengan pikiran panjangnya, tiba-tiba saja pintu terbuka.

Lamunan Mika terbuyar, seketika ia menatap kearah pintu dan mendapati ada Saka dan Taha yang sudah pulang dari sekolah.

"Bang Saka... lo gak les?" Tanya Mika.

"Gue udah keluar, baru aja kemarin. les nya gak begitu berpengaruh, itu malah bikin kepala gue makin pusing, bukan makin pinter." Jawab Saka sebelum akhirnya pergi ke kamar untuk segera berganti baju, begitu pula dengan Taha.

Saat Saka dan Taha ada di kamar masing-masing, Mika kembali memikirkan banyak hal dipikirannya.

Mika ragu harus memberi tahu hal ini pada Saka. Mika tidak ingin menambah beban pikiran yang Saka punya.

Sampai beberapa menit setelahnya, Saka dan Taha keluar dari kamar. keduanya langsung duduk di karpet ruang keluarga, bersama dengan Mika.

"Kak, tadi Kak Kina udah kesini?" Taha bertanya pada Mika.

"Hm? oh, Kak Kina... iya, tadi dia kesini." Mika menjawabnya dengan suara pelan.

"Terus, kalian ngobrolin apa aja?" Kali ini giliran Saka yang bertanya.

Mika memainkan jemarinya. ragu untuk menjawab, tetapi jika ia tidak menjawabnya sekarang, maka kapan lagi ia dapat menceritakan hal ini pada Saka?

"Gue.... huft. gue gak bisa, Bang..." Jawab Mika dengan suara parau.

Saka mengernyit. "Gak bisa? gak bisa apa, Mik?"

"Gue mau damai aja. gue mau lurusin semuanya sama pelaku." Mika.

Taha memukul paha Mika cukup kuat. "Gila lo? gue gak mau. gue gak ngebolehin lo damai gitu aja sebelum lo dapet keadilan."

"Gue korbannya, Ta. lo gak perlu ngatur gue karena yang punya hak atas penuntutan ya gue, bukan lo." Mika.

"Ya justru karena itu, Kak. lo korbannya, jadi lo gak boleh merasa gaenakan sekarang. lo harus jadi tegas dan jauhin sikap lemah." Taha.

"Mika, coba... apa alasan lo mau maafin dia gitu aja?"  Tanya Saka.

"Gue kasian sama dia, Bang. Kak Kina bilang orang tuanya sampai nangis berlutut ke Kak Kina, gimana bisa gue tega kalau gitu? gue manusia yang punya banyak perasaan bersalah, jadi hal yang mustahil bagi gue buat nuntut dia sedangkan orang tuanya sampai rela berlutut demi dapet kata maaf dari gue."  Mika.

"Gue juga bisa berlutut minta maaf sama lo sekarang. tapi itu bukan berarti gue menunjukan kalau gue merasa bersalah sama lo. dan yang minta maaf kenapa orang tuanya? anaknya kemana? bukannya anaknya yang nabrak lo? dan lo dengan entengnya langsung maafin kesalahan anaknya, padahal yang minta maaf orang tuanya?" Taha.

Bernyawa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang