43 : Fairness

148 11 3
                                    

brugh!!

Mika kehilangan kontrolnya. Ia tidak dapat berhenti memukuli Ersya di kantor polisi sedari tadi.

Tenaganya begitu kuat, sehingga aksinya tidak dapat diberhentikan hanya dengan satu polisi saja.

"Sadar, Mika!"

Pekikan itu, membuat Mika berhenti sejenak memukuli Ersya. Ia lalu melihat ke belakangnya, dan mendapati ada sesosok pria paruh baya yang menghampirinya dengan wajah khawatir.

"Ayah...." Mika memanggil Ayahnya dengan lemah.

Ayah datang dengan perban di kepalanya, bahkan jalannya pun terlihat pincang. Tetapi ia datang untuk anak anaknya setelah mendapatkan telepon.

"Mika, Ayah bakal urus semuanya nanti, tapi tolong jangan kayak gini... Kamu bakal dapat hukuman juga kalau kamu nyakitin orang..." Ucap Ayah.

Bibir Mika bergetar. Ia mempunyai banyak sekali kata kata yang tertahan, tetapi sulit untuk ia ucapkan sekarang karena emosi tertahan yang berlebih.

"Ayah, Bang Saka—

Omongan Mika terputus oleh Ayah. "Iya, sayang.. Ayah tau, Saka lagi berjuang sekarang.. jadi Ayah mohon, kamu juga harus berjuang, ya? Kita harus sama sama bangkit dengan keadilan..."

Saat mengucapkan kata keadilan, tatapan Ayah berubah seketika. Tentu saja ia juga memiliki hutang di keadilan.

Mika juga menyadarinya. Tetapi baginya, bukan itu yang terpenting sekarang. Yang ada di pikiran Mika sekarang, hanyalah Saka.

Mika kembali menatap kearah Ersya yang sedang terdiam berada di sebelahnya sekarang.

"Heh, keparat.." Ujar Mika sambil menendang kursi yang Ersya duduki.

Ersya yang sedang duduk dengan tatapan kosong dan borgol di tangannya lalu menatap kearah Mika dengan tatapan lemas.

"Apa yang lo lakuin udah menyimpang dari keadilan. Dan lo harus menebus itu.. sampai kapanpun..." Lanjut Mika sambil menatap Ersya dengan tatapannya yang terlihat kuat.

"Gue-

Omongan Ersya terputus mendadak saat tiba tiba saja seseorang datang ke sana dan membuat keadaan kembali berubah suasana.

Rani datang, dengan langkah yang terlihat tergesa.

"Ersya, sayang! Kamu baru aja ngelakuin apa?!" Pekiknya histeris sambil mendekati putranya.

"Mah... Ersya.. udah ngelakuin semuanya... tapi, Ersya gak sengaja ngelukain Kak Saka...." Lirih Ersya.

"Sayang, Mamah bener bener nggak nyangka kamu ngelakuin itu... siapa yang nyuruh kamu buat ngelakuin hal sekeji itu, Sya? Mamah nggak pernah ngajarin kamu kayak gitu.." Ucap Rani dengan wajah sedihnya yang terlihat begitu palsu.

"Mah...." Ersya tidak dapat berkata kata. Terlalu tidak percaya dengan respon dari Rani.

"Kamu harus menerima apapun hukumannya, Ersya. Itu adalah balasan dari kejahatan yang kamu lakukan. Maaf Mamah nggak bisa bela kamu untuk kali ini." Ujar Rani.

"Rani, kamu... apa apaan?" Ayah menatap marah kearah Rani.

"Diam, Mas. Ini urusan saya dengan anak saya." Jawab Rani sambil menatap sinis Ayah.

Ersya masih menatap tidak percaya kearah Rani, sedangkan Mika bahkan sudah tidak dapat berkata kata lagi saat melihat akting Rani yang terlihat sangat palsu itu.

___

Kondisi Saka sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia sudah stabil, walau tadi sempat mengeluarkan darah yang cukup banyak.

Bernyawa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang