36 : Ketiga putra kesayangan Ayah

156 17 0
                                    

Plak!

"Kamu ini bodoh atau gimana, Mas?"

"Maaf, Rani, aku gak bisa lagi hidup kayak gini.. aku harus mengaku ke pengadilan kalau kita penyebab kecelakaan yang menewaskan istriku.."

Ayah berucap, sambil menatap kearah Rani yang sedang berdiri dengan tatapan marahnya kepada ayah.

"Enggak. sampai kapanpun aku nggak akan pernah mau buka suara tentang kejadian sialan itu. lagipula, kita berdua udah sepakat buat menganggap kasus itu sebagai kecelakaan biasa, kan?"

Ayah menghela nafas. "Aku nggak bisa, Rani. Saka, Mika, dan Taha udah tahu semuanya dan cepat atau lambat mereka pasti bakal bikin seluruh dunia tau soal perbuatan kita."

"Anak anak kamu yang lemah itu bisa apa emangnya? Ck, biar aku yang nyingkirin mereka kalau perlu."

"Rani, denger.. kamu boleh nyalahin aku atas segalanya, tapi aku mohon jangan bawa anak anak aku di permainan kita yang udah kacau ini."

"Kenapa? kamu takut kalau semisal kamu kehilangan anak anak kamu?"

"Ya... aku nggak punya ketakutan yang lebih besar daripada itu. jadi, aku mohon, jangan sakiti mereka."

"Dan sekarang, kamu berlagak jadi seorang ayah yang baik setelah menumbuhkan bibit trauma yang besar dalam mereka? Haha, aku akui sih, kamu keren, Mas."

Ayah terpaku, menatap kearah Rani dengan tatapan yang lemas, dan ia tidak dapat berucap lagi setelahnya.

___

Saka, Mika, dan Taha sedang berada di kelasnya masing masing sekarang.

Seperti biasa, Saka tengah terfokus pada pembelajaran tanpa terganggu dengan apapun. Sedangkan kedua adiknya seperti biasa juga, mereka sedang berusaha untuk terlihat paham dengan pelajaran walau sebenarnya otak mereka kosong.

Mika merasa mengantuk di pertengahan pembelajaran. untung saja, ia menempati kursi bagian belakang, jadi mudah baginya untuk tertidur tanpa ketahuan oleh guru.

"Mika... jangan bilang lo mau tidur, anjir." Ucap Hazta, yang kursinya bersebelahan dengan Mika.

"Yes, ma bro... gue ngantuk berat nih soalnya, nggak kuat.. percuma juga kalo ngantuk ngantuk gini dipaksa buat belajar, kan gak akan nyampe juga materinya." Jawab Mika.

"Tai, iri banget gue sama lo... lo kalau lagi belajar gini kerjaannya tidur mulu, kalau gak tidur ya sok sok ngeliatin papan tulis aja padahal gak paham.. tapi kenapa nilai ujian lo selalu bagus sih, anjeng?" Kesal Hazta pada sahabatnya yang satu itu.

Mika terkekeh, "Ya gimana ya, main hoki aja sih gue."

"Hoki hoki mata lo. lo itu emang dari asalnya punya otak pinter, cuman ya mageran aja." Hazta.

"Makasih dah, Haz, gue anggep itu sebagai pujian." Ucap Mika sebelum akhirnya benar benar berusaha untuk tidur di sana.

"Haduh, dasar Mika." Ucap Hazta sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sedangkan di sisi lain, ada Saka sudah selesai mengerjakan tugas yang cukup sulit di saat semua temannya masih bingung mengerjakan tugas itu.

"Lo udah beres, Sak?" Tanya Arlen sambil menatap terkejut kearah Saka.

Saka mengangguk, "Iya, udah beres nih." Jawabnya.

Bernyawa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang