Keesokan hari, semua aktivitas kembali berjalan seperti biasanya.
Tidak ada yang berubah sama sekali, Saka Mika dan Taha seolah telah setuju satu sama lain bahwa mereka tidak akan membiarkan trauma dan masalah yang sedang mereka hadapi sebagai halangan untuk tetap hidup seperti biasanya.
Kini di sekolah, ketiga bersaudara itu kembali terpisah karena berbeda kelas.
Seperti biasanya, Saka dan Taha memasuki kelas, sedangkan Mika pergi ke rooftop.
Tidak, Mika sudah tidak lagi pergi ke sana untuk merokok. Ia sudah bertekad untuk berubah, dan ia juga sudah mulai menghindari kebiasaan buruk seperti yang sebelumnya selalu ia lakukan.
Mika hanya menatap kearah langit pagi hari sambil bersenandung.
Sampai, ia merasakan pundaknya ditepuk oleh seseorang di belakangnya.
Mika menoleh kebelakang, kemudian memberikan senyum manisnya.
"Hai." Sapa Mika.
Hazta adalah orang yang menepuk pundak Mika. Ia mengernyit heran, tak biasanya Mika menyapanya duluan, bahkan dengan senyum seperti itu.
"Hai?? Tumben banget pagi pagi gini nyapa, biasanya langsung masang muka jutek jelek." Sindir Hazta, ia kemudian ikut berdiri di dekat pembatas rooftop, untuk menatap kearah langit.
"Emang iya? maaf deh kalau gitu, hehe. Jujur ya, Haz, gue tuh benci banget diganggu pagi-pagi anjir, jadi wajar aja kalau gue dulu suka jutek gak sih?" Mika.
"Ya gak wajar lah, gila. Masa sama sahabat sendiri gitu sih?!" Pekik Hazta tidak terima.
Mika terkekeh setelahnya. "Yaudah iya deh, sorry yaa."
"Heem, termaafkan deh."
"Btw, adab lo jelek banget sumpah. Gue baru masuk sekolah semenjak kecelakaan, dan alih alih nanyain kabar gue, lo lebih milih buat julid duluan? Parah banget sih lu kalo kata gua." Mika.
"Hehe, maaf ya Mika ganteng. Gue udah sering denger kabar lo dari Bang Saka sih, jadi udah tau kalau lo baik baik aja sekarang." Hazta.
"Ih anjir ya, Bang Saka cepu banget. Padahal, gue mau ngeliat lu panik panik nanyain kabar gue, tau." Mika.
"Mik, letak akhlak lo tuh di mana sih kalau gue boleh tau?" Hazta.
"Hahaha, parah lo ya!" Pekik Mika sambil menoyor kepala Hazta.
"Ih bego, sakit tau!" Kesal Hazta sambil mengusap kepalanya.
Mika tersenyum melihat tingkah Hazta, namun senyum itu perlahan pudar saat Mika teringat oleh sesuatu.
"Haz.." Ucap Mika pelan.
Hazta menoleh, merasakan tatapan dari Mika berubah.
"Kenapa, Mik?" Jawab Hazta.
"Ersya sama Juan, udah nggak nganggep gue ada ya? hehe..." Mika.
"Hah? eh... enggak kok, kemarin mereka nanyain lo mulu. ya jelas mereka kangen juga lah sama lu, Mik." Hazta.
"Okelah, gue tau. Tapi, gue nggak punya temen yang bener bener ngertiin semua kondisi gua selain lo, Haz... eum, apa ya... bisa dibilang, temen gue tuh banyak, tapi sahabat gue bener bener cuman lo seorang." Mika.
"Mik... Ersya sama Juan juga udah nemenin lo dari nol, loh. bukan cuman gue doang yang seharusnya lo anggap sebagai sahabat." Hazta.
"Nemenin dari nol apanya, jir? Nemenin dari angka satu kayaknya." Mika.
"Si anj, gue gak lagi bercanda." Hazta.
"Gue juga gak lagi bercanda. Mereka nggak selalu ada buat gue, tapi mereka temen gue, kok... tapi, orang yang selalu ada waktu kita terpuruk itu sahabat, kan? Sedangkan mereka... ehm, enggak sih. gue gak tau gimana cara ngejelasinnya, intinya, lo satu satunya orang di sekolah yang gue percaya selain kakak sama adik gue, Haz. Peran lo penting banget untuk gue, dan gue mau berterimakasih untuk itu." Mika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bernyawa.
RandomIni adalah bukti bahwa seluruh ikatan persaudaraan pasti pernah diuji. ー feat Serim Park, Minhee Kang, Taeyoung Kim. 𝘄𝗮𝗿𝗻𝗶𝗻𝗴 ⚠ some harsh words. violence, car accident. © AHNQUENCE. 2021, all right reserved.