Jika Bintang punya doa harapan, teringin minta ketemu adik kembarnya di mimpi seperti dulu.
Itulah kata yang tersurat dari polesan tinta hitam di kertas putih meja Bintang sembari menikmati cendolnya di kelas. Agnes yang mengintip seraya menggulir feed kumpulan cogan di Instagram mulai senyum jahat dengan siaga mengarahkan kameranya ke dia.
"Jangan foto gue! Jahat tau enggak!" Kesal Bintang tatap Agnes yang mati beku seraya menelan air liurnya kendati aksinya kali ini gagal.
"Luma-"
"Lumayan apa?! Diam-diam foto orang terus di unggah, itu kejahatan! Hapus enggak!" Sungut Bintang benar-benar emosi menegangkan urat hijau di lehernya.
Agnes menganguk nurut lalu menyerahkan gawainya ke Bintang agar menghapus fotonya. Bintang dengan raut tak suka juga miring alis merebut gawainya lalu dia ketuk galeri. Betapa terkejutnya dia melihat foto tentang dia jua Gilang yang dia potret sembunyi-sembunyi dengan gaya yang ngakak.
Bintang geram lalu menghapus semua fotonya yang kalo dihitung ada 60 foto dia yang gayanya ngeselin menurut dia namun terlihat gemas menurut Agnes.
"Awas kalo foto gue lagi, gue laporin kalo suka fotoin Gilang!" Ancam Bintang Agnes menggelengkan kepalanya tak ingin.
"Sorry, Tan. Soalnya gue gemes liatnya. Buat daftar list cogan gue," Kelitnya bikin Bintang sebal memalingkan wajah dengan menikmati cendolnya lagi.
"Satu lagi, tolong jangan panggil gue pake Tan, Tan gituan. Orang mikirnya Intan. Apalagi si kadal nyebut gue itu. Kan sue jadinya. Adit, Dion ngikut!" Bintang emosinya masih memuncak.
"Iya iya, Ares."
"Nah, gitu dong. Enak dengernya." Bintang senyum semringah.
"Cie kalian berantem," Celetuk Ai duduk di kursi menghadap keduanya dengan dagunya ditopang telapak tangan.
Bintang yang amarahnya setengah padam kembali mencuat. Dia nyerocos lagi bikin Agnes diam merenung menghapus foto Gilang di gawainya paksa. Terus Ai malah bersikap biasa saja dengan raut wajahnya yang mengindikasi gemas pada tngkah Bintang.
"Uhh gemes," Puji Ai seraya mencubit pipi Bintang yang kenyal bikin dia menepisnya kasar.
"Udah, udah gue tobat. Jangan omongin kak Gilang, ya." Kata Agnes beraut menyesal pada Bintang.
"Haha. Dua sejoli lagi berantem. Asik." Timpal Ai malah becanda.
"Iya, gue maafin tapi sekarang enggak dulu. Soalnya hati nurani gue dispend ampe lebaran," Pungkas Bintang bikin tawa Ai kian gelegar.
Agnes mengguncang bahu temannya dipikir ini becanda padahal beneran. Dia takut kalau kelakuan dia dibocorin terus diaduin sama Gilang bisa-bisa reputasi kekaguman dia di mimpi tidur bisa berakhir sad end.
Tidak!!
Bintang menangkis tangannya yang menggangu dirinya makan cendolnya yang enak itu.
"Gue beliin cendol 200 ribu gimana?" Agnes menyogok bikin Bintang menggelengkan kepalanya berat tak ingin.
Agnes melenguh resah juga garuk-garuk rambutnya bimbang. Dia harus lakukan sesuatu agar temannya tak laporkan dia bisa bahaya!
"Kuota!" Agnes mengganti yang lain.
Bintang menggelengkan kepalanya masih tak ingin lalu merapatkan jari telunjuknya ke tengah bibir temannya.
"Cuma satu, gue mau keluar dari PMR. Boleh, ya."
Agnes diam lalu memicing mata juga Ai yang dengar bermimik sebal.
"Kenapa?" Kata Bintang saat tak disahut.
Agnes beranjak memegang pergelangan tangan Ai lalu meninggalkannya keluar seakan tak peduli lagi dengan ancaman temannya itu.
Bintang diam sejenak lalu menopang dagunya oleh tangan merhatikan mangkuk cendolnya yang hampir habis hanya berisi kuah saja.
***
Kumpulan ini dimulai, Bintang tak bersama Agnes yang masih ngambek. Yang harus pertanyaan, kenapa dia yang harus ngambek? Harusnya Bintang bukan Agnes! Entahlah Bintang heran lalu tengok kanan kiri pada Adit, Dion sibuk merakit tandu yang mana latihan dua bulan membuahkan hasil. Tandu yang mereka bikin kuat juga tidak gampang lepas talinya seperti yang lalu.
Lalu PP putri yang se-tim dengannya sudah bisa menyelesaikan materi pertolongan pertama juga cara mengobati pasien yang benar. Lalu Bintang bagaimana?
Sial. Bintang tak tahu semuanya. Baik tandu yang dipikirnya terlalu rumit dia tak menguasainya lalu PP yang dia lakoni juga terbengkalai tak bisa satupun hanya bisa meraba untuk dasar-dasar pemeriksaan saja. Bintang malah diam menonton di tepi berteduh pohon di lapang saat temannya sibuk belajar untuk persiapan nanti.
"Ares, kamu sakit?" Tanya Gilang kepadanya saat lagi enak-enaknya teduh di bawah pohon.
"Cuma capek aja," Kelitnya padahal sepanjang latihan, Bintang cuma lakukan dasar-dasar terus diam bersila sembari menggeledah ransel P3K.
Agnes, Mina nampak handal lakukan perawatan pasien patah tulang menggunakan bidai di kaki kanan Fitri yang merebah diri dipimpin Desri memegang stopwatch.
"Istirahat aja dulu. Kalo udah baikan langsung gabung aja. Atau mau aku ajarin di sini?" Kata Gilang berjongkok menghadap Bintang yang nampak diam mempertimbangkan.
Bintang menganguk. Lalu Gilang mendekati ransel PP mengambil peralatan seperlunya lekas duduk bersila lagi.
"Tahu dasar-dasarnya?" Tanya Gilang, Bintang menganguk.
Gilang bangun lalu setengah lari menuju perpus dan kembali membawa patung manusia sebagai bahan belajar simulasi.
"Mulai aja. Kalo ada yang salah, nanti aku perbaiki," Imbuh Gilang menyilakan.
Bintang memulai dasar-dasar pemeriksaan tanpa kerepotan lalu dia mulai bermalah saat mengobati luka gores di dahi.
"Bikin bantalan kasanya gimana?" Tanya Bintang kebingungan.
Gilang mulai mengambil kasa gulung lalu dia ambil kapas dibikin kotak juga ditaburi antiseptik lekas dari dua sisi ditempeli plester.
"Gini bikinnya," Ucap Gilang ramah mengulurkannya pada Bintang untuk menempelkannya ke dahi patung.
Sela mengobati, Gilang nampak memperhatikan wajah Bintang yang dipikir-pikir manis.
Bintang senyum kali ini dia bersemangat untuk lakukan PP.
"Udah gini apa lagi?" Kata Bintang antusias.
Gilang senyum lekas mengulurkan secarik kertas yang sudah terisi kronologi korban mengalami patah tuang juga luka gores di dahi. Bintang membacanya mulai pusing. Dia benar-benar belum mengusai semuanya. Yang bisa hanya materi saja belum termasuk cara mengobati.
"Aku bantu, jangan khawatir. Di sini kita saling belajar juga sharing, ya." Katanya bikin Bintang nyaman tidak merasa malu selama dua bulan di PMR tak tahu apa-apa.
Gilang memulai materi pengobatan cara-cara dengan gayanya yang mioo guru. Dia terlalu pintar juga pembahasan yang rinci tidak membingungkan peserta kayak Bintang yang telmi alias 'telat mikir'.
"Kamu SMP di mana?" Kata Gilang mengisi hening saat memperhatikan Bintang memasang bidai di kaki patung.
"Jauh. Aku enggak mau denger lagi."
"Kenapa?"
"Ada hal yang aku enggak suka juga trauma."
Gilang diam entah mau lanjut atau tidak, dia penasaran tapi ..., "Trauma ... Kenapa?"
"Apa yang bisa didapatkan dari orang culun sepertiku di sekolah?" Tanya Bintang agak nyesak berkata itu.
Gilang diam sejenak, tergurat tak tega kalau Bintang rupanya korban bully.
"... Perlindungan spesial," Lirih Gilang agak ragu.
Bintang senyum seringai, "Tak ada perlindungan. Hanya derana."
"Kamu aman sekarang, jangan sedih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Teen FictionBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...