"Yang, jangan lupakan aku. Kalau kamu kuliah, telepon," pesan Bintang pada Gilang sebagai pengingat ketika dia sudah lulus sebentar lagi. Tak melupakan orang yang di hatinya sejak putih abu.
Gilang menganguk mengecup dahinya saat di ayunan mengadap perbukitan teh. Angin paginya sejuk dan ini bulan Maret, bulan di mana Gilang akan menunaikan ujian UNBK.
Id-card di atas saku bajunya telah tertulis namanya dan sebuah nomor meja. Bintang menaruh sisi kepalanya ke bahu Gilang dan dia menerima sebuah usapan di bahunya oleh Gilang.
"Setelah ini kamu lanjut ke mana?" tanya Bintang menatapnya ramah. Tentu dia harus tanyakan perihal kelanjutan dia setelah habis masa putih abu.
"Kuliah,"
"Di mana?"
Gilang senyum mengusap punggung hidung Bintang. "Mungkin di Jakarta biar deket sama rumah yang lalu,"
Bintang agak terkejut. "Terus aku gimana?"
"Aku mau lupain kamu, ah." jahil Gilang spontan menerima jeweran dari Bintang akibat ulahnya.
"Aku juga!" tekan Bintang cemberut. Gilang tahan tawa.
"Aku mau uke lagi, ah, biar nanti di sana ada yang nemenin,"
Bintang menyipit mata namun sebisa dia bersikap elegan wibawa padahal dadanya panas ingin berontak.
"Aku juga! Mau cari seme sebelas!"
Gilang membulatkan matanya. "Yang benar?"
Bintang diam tak mungkin dia seriusan. Lalu menyeruduk dadanya oleh kepalanya hingga menerima usapan mengenai rambutnya oleh Gilang.
"Aku enggak akan lupain, karena kamu milik aku," ucap Gilang.
Bintang mengangkat kepalanya menatap orang itu. "Janji!"
Gilang menganguk. Bintang merangkul jari kelingking Gilang menjalinkan dengan miliknya kuat-kuat, "dengan ini kamu janji enggak akan NINGALIN AKU!" ucap Bintang ingin puas. Dan Gilang cuma mangut-mangut saja.
"Semangat dan jangan lupa berdoa," ucap Bintang saat tiba di sekolah dan berpisah di koridor.
"Tunggu dulu," Gilang menghentikan satu langkah Bintang membelakanginya.
Bintang memutar badan hingga berhadapan dengannya lagi.
"Aku mau rapikan ini dulu, aku kangen." Gilang merapikan tali simpul syal Bintang yang telah rapi.
Bintang merapikan dasi Gilang dengan mencopot dan memasangnya lagi. Entahlah mengulang masa lalu yang dulu pernah terjadi namun terlupakan oleh waktu.
"Semangat kamu juga, ya." ucap Gilang mendekapnya.
Pelukan singkat itu terlepas. Keduanya jalan mundur lalu Bintang mengacung jari kelingkingnya berucap bisu, "dengan ini kamu janji enggak akan ninggalin aku!"
Gilang ingin tawa lalu mengangguk dan menganguk. Hingga Bintang memutar badannya jalan riang tak menoleh lagi untuk mengikuti upacara bendera menjadi pengawas PMR bersama adik kelasnya di lapang sekolah yang sudah banyak diisi pelajar berbaris.
"Janji," gumam Gilang melengkung senyum memutar badan jalan agak cepat di koridor lantai dua melewati loker yang berderet.
"Mohon kumpulkan barang elektronik, buku dan apa pun yang berkaitan dengan referensi ke meja sekarang. Kalian harus percaya dan yakin kalian bisa dan sudah memberikan yang terbaik hingga ke sini," ucap petugas berkeliling pada pelajar yang stay di bangku masing-masing mengadap layar komputer.
Semuanya dikumpulkan di meja barang-barang yang diperintahkan tadi lalu kembali duduk di bangku masing-masing. Meskipun ada yang melenguh sebal karena tak bisa curang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Fiksi RemajaBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...