Seminggu itu telah usai, Bintang berbinar kali ini dengan menampakan wajah kesenangan bersambung senyum kemerdekaan dari sifat mengerikan Desri. Kali ini usai. Meskipun hanya sekali saat kumpulan rutinan. Namun untungnya dia tidak berlama di sana. Karena Aa Gilang akan comeback lagi. Bintang semringah dengan penantian yang seminggu kayak setahun ini tanpa melihat kakak kelasnya yang rupawan itu di sekolah. Kini sirna dan dia akan kembali melihatnya lagi secara forever.
Dengan tiap langkah Di koridor meninggalkan senyuman yang aduhai, Bintang nyanyikan lagu tanam ubi yang entah dia teringin menyanyikan itu. Dia berhenti di koridor, saat hampir tiba di kelas. Langkah dia benar-benar terhenti. Bergeming akan sesuatu yang membuatnya begitu. Dia hapal spot ini. Tempat saat dia menceramahi Gilang yang membuatnya tersinggung akan kata-kata dia yang dipikir terlalu pedih.
Senyum yang merekah menyambangi pagi langsung hirap dengan roman yang penuh penyesalan. Dia ingat lagi saat dia berdiri di hadapannya dengan tanpa melengak pada Gilang yang terus menatapnya lekat akan penjelasan.
Bintang terjelengar. Dia terpegun akan mengakui kelakuan dia yang enggak boleh demikian. Mengingat kata demi kata yang dia lontarkan waktu lalu sama dia membuatnya jantungnya berdegup tak keruan. Dia menggigit bibir bawahnya kuat merasakan kalau hatinya juga merasakan kepahitan itu.
Dia tiba-tiba memerosot badan hingga terjongkok dengan napas memburu dan wajah linglung. Pelajar yang berlewat mengalihkan penglihatannya pada Bintang yang jongkok demikian.
Dadanya terasa jejak dan Bintang tak kuat menahannya. Ingatan soal ucapan dia mengiang lalu teringat saat di-bully dulu ketika.
Flashback on
Pagi itu di koridor. Bintang dengan langkah yang semangat memijak lantai keramik bahkan sampai menghitungnya dengan tanpa sadar kakinya ada yang menjegal hingga membuat badannya runtuh terjerembab ke depan. Dia meringis tentu merasakan sakit yang dia dapat dari satu lututnya kendati refleks menahan badannya.
Dia melengak pelan pada orang itu yang rupanya dia telah siaga lebih dulu bersandar ke dinding dengan wajah ditutupi buku pura-pura membaca.
Orang itu jalan mendekati kumpulan gengnya di depannya yang masih punya jarak dua meteran kiranya. Bintang mengikuti gerakan langkah dia yang benar terhenti bersama orang itu.
Perundung.
Ketuanya Yuda yang kelakuannya kayak preman di sekolah. Mungkin karena dia sering ikut sama kakak kelasnya yang terpaut usia darinya membuatnya jadi begini memperagakan di sekolah SMP yang waktu itu mereka masih kelas tiga.
Bintang culun. Penampilan dia benar-benar tidak sedap dipandang menurut pemikiran orang pem-bully. Apapun yang ada dalam dirinya pastinya jelek.
Orang itu menatap angkuh dengan ilalang kecil di tengah mulutnya.
"Cupu! Bangun dong, enak bener nelungkup kayak bayi," Ejeknya pada Bintang yang saat itu masih terjerembap dan dia melengak menatap orang itu tanpa putus terindikasi dalam merekam di pupilnya mengujamnya oleh kebencian teramat.
"Mau kalian apa?!" Lawan Bintang menatap berani ketiga orang itu dengan berdiri kayak mereka dan tatapan dia berfokus pada ketuanya yang ingin dia cakar wajahnya sekarang juga.
Yuda itu tinggi dan beda satu tahun karena tidak naik kelas. Dia masih tatap Bintang dengan angkuh dan songong dia. Meskipun Bintang menatapnya dengan tatapan layu namun dalam batinnya dia berusaha menatapnya tajam kayak dia.
"Cupu. Banci, lo! Lembek kayak bakwan yang ditinggal satu jam di udara luar," Ejeknya tanpa di-filter lebih dulu.
Kata itu membuatnya tergeming. Bibirnya gemetar dan entahlah kenapa tiap Yuda menghujaninya dengan kata dia, langsung mengena hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Ficção AdolescenteBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...