Bintang memegang daun pintu yang copot di tangannya. Dia taruh di tepian bak yang basah oleh air juga mengucur dari keran. Keramik basah mengalir air dari bak yang penuh. Bintang memutar gagang kerannya berharap aliran air surut juga sayang terus mengalir. Namun, baru dipegang untuk meniat baik, kerannya malah copot menyembur air ke wajahnya.
Bintang panik karena terkejut dia buru-buru memasangnya lagi, memutarnya agar airnya surut di kondisi air menyembur ke wajah. Bajunya mulai basah juga lidahnya melelet karena air kerannya masuk ke dalam mulut.
Air berhenti mengalir dari keran yang berhasil ditutup. Bintang melelet lidah juga mengatur napas yang boros. Air menetes dari baju juga ujung poni yang ikut basah. Dia geram lekas memutar gagang kerannya agar mencekeram kuat-kuat.
Bintang jalan pelan-pelan menuju luar toilet sembari memegang gagang pintu yang copot. Dia jalan mengendap-ngendap hanya muncul kepalanya di ambang dinding menuju koridor.
Dia menanamkan telinga memeriksa keadaan sekolah benar-benar sunyi karena tak ada aktivitas KBM saat Sabtu. Dirinya kembali lagi ke pintu toilet bingung cara memperbaikinya gimana. Bintang garuk leher juga rambutnya yang kacau karena basah.
Tak ada ide lagi, Bintang memasukan paksa menempelkan pada tempatnya asalkan menyatu, dia langsung kabur jalan cepat-cepat di koridor.
Bintang belum tahu soal sekolahnya. Maklum, sekolahnya baru dia tempati seminggu yang lalu. Dia kurang tahu seluk beluk ruangannya. Bintang mulai kedinginan dengan memeluk badannya sendiri di koridor seraya celingak-celinguk melihat situasi juga jalan pelan-pelan mencari ruangan ganti.
Dia mengintip dari celah jendela yang membuka, memperlihatkan isi ruangan yang ada baju ditanggalkan ke kursi. Dilihat-lihat ruangannya juga sudah lama tak di tempati. Bintang gemetar juga giginya mulai gemeretak. Dia tak mau ke lapang takut Gilang banyak tanya terus intograsi ke toilet mendapati gagangnya copot, bisa-bisa membawa petaka.
Bintang mengangkat jendelanya ke atas mencoba naik untuk masuk, sadar tubuhnya pendek aksinya gagal. Dia melenguh kala dingin. Langsung saja tengok sekitar ada kursi nganggur dekat loker, dia sekelebat menyambar kursi itu lekas jalan berjinjit diletakan agar dia bisa masuk ke dalam.
Satu kaki mengangkat masuk ke dalam ruangan juga kepalanya kejedot kaca jendela sebagai topang badan.
"Lagi apa?"
Aksi Bintang terhenti, dia telan air liurnya saat suara lelaki yang dia kenal menegurnya dari belakang. Bintang lihat dari sudut matanya, sungguh dia Gilang yang menyelingar.
Bintang berusaha bersikap biasa berdehem beberapa seakan dahak menggangu kerongkongannya untuk mengelak.
Brugg ....
Bintang turun menatap paksa nan malu si jangkung Gilang.
Gilang diam menunggu penjelasan dari Bintang.
".... Ia?" Gilang agak menilik baju Bintang yang basah menggigil.
"Ta-ta-ta ...," Sial, Bintang menggigil bikin suaranya jadi gerogi.
Gilang paham lekas menarik lengannya membawanya entah ke mana. Bintang menggerutu seraya berusaha melepaskan cengkeraman jari Gilang di pergelangan tangannya.
Bintang langsung duduk di kursi kayu bundar di sebuah ruangan sedang. Bola matanya gerak menilik sekeliling ruangan yang asing namun dia hapal dia berlabuh di mana. Yap, UKS.
Gilang sibuk mengorek sesuatu dari dalam lemari yang terpatri baju putih juga kemeja juga kain-kain yang enggak dimengerti oleh Bintang. Yang dia pikirkan adalah mengelak saat dipergoki tadi.
Uluran kemeja putih di depan Bintang oleh Gilang. Bintang melihatnya lalu mengalihkan pandangannya pada kasur satu orang di sisinya.
"Pake ini ya. Biar enggak dingin. Kalo udah, aku tunggu di lapang," Titahnya meletakkan baju kemeja juga celana kargo PMR di atas kasur. Gilang menutup pintunya lagi, terisa bayangan dia di celah pintu terjiplak lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Fiksi RemajaBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...