Gawat, Bintang takut. Bagaimana kalau di anu? Aduh, anu apaan sih.
Bintang mengerang kesal menjambak rambutnya penuh emosi di tepi jalan. Juga dia ngomong sendiri membayangkan apa yang akan dilakukan Gilang padanya selanjutnya. Bintang menelan ludahnya hingga seseorang memanggilnya dari belakang bikin kedua matanya membelalak.
"Buku kuning kamu ketinggalan!" Seru Gilang menyerahkan buku kuning PMR-nya pada Bintang yang agak jaga jarak namun tak bisa karena tak sopan.
"Makasih," Lalu Bintang merogoh sakunya yang terpatri pin pelantikan lalu.
"Ini milik kakak. Aku temuin di UKS." Ulurnya bikin Gilang senyum lekas mengambilnya.
"Makasih,"
"Sama-sama."
"Tunggu dulu, ya. Aku anterin jangan ke mana-mana, dulu." Kata Gilang langsung saja lari ke motor yang dia parkir di tepi.
Bintang agak tak mau menerima ajakan itu, dia ingin kabur juga kian takut membayangkan wajah Gilang yang lama-lama membayang senyum 'nakal' bikin Bintang tersadar akan bayangan delusi itu.
"Naik," Ajaknya bikin Bintang diam gemetar. Lalu dia naik juga duduknya jarak tak pegang punggung lagi dia meraba belakangnya mencari penahan.
Motornya melaju pelan hingga berhenti di tempat yang lalu. Sebuah tumpukan jerami di tengah sawah.
"Kita ke sana," Ajaknya bikin Bintang menelan ludah lagi. Dia jalan sengaja pelan agar tibanya lama juga sambil tatap sekitar kiranya ada yang mencurigakan.
"Enak banget, ya, duduk di sini terus adem sambil nikmatin angin sore." Ucap Gilang puitis duduk di jerami menghadap gunung.
Bintang ikut duduk di sisinya menghilangkan rasa ketidaknyamanan dia bersama Gilang. Lagipula dia punya tendangan kadal kalau Gilang macam-macam.
"Aku-"
"Tak perlu bahas." Potong Bintang.
Gilang ketawa kecil lalu memandang Bintang dengan ramah, "aku ingin nanya, kamu umur berapa?"
Bintang tersadar akan ambigunya.
"17." Ucap Bintang agak tak ikhlas nadanya.
Giang menganguk paham lalu entah merogoh apa di saku celananya bikin Bintang was-was.
"Wafer." Ulur Gilang ke depan mulut Bintang.
Bintang tak mau melahapnya karena takut kalau makanan itu sudah diracun. Tapi menyebalkan sekali di keadaan begini, perutnya malah bunyi bikin Bintang memaksa menggigitnya setengah lalu dikunyah lama.
Gilang senyum lalu mengigit sisanya.
Bintang tatap Gilang yang sedang mengunyah juga menikmati alam di sore ini. Tak panas memang karena sudah sore pukul empat. Malah, sejuk juga anginnya dingin menyejukkan.
"Tidak ada sunset hari ini kita kurang beruntung." Ucap Gilang agak kecewa karena gunungnya tertutup awan juga langit berhampar awan redum.
"Ta-"
"Enggak apa-apa, udah ceria kok, kan udah ada yang nemenin." Gilang memotong ucapan Bintang yang baru dua huruf. Tak baper malah kesannya biasa saja. Bintang tak paham malah garuk leher juga punggungnya karena gatal.
"Kak Nesya, dia cantik."
"Kamu suka?" Tanya Gilang.
"Cantik sayangnya udah jadi milik orang." Kata Bintang ketawa garing.
"Dia jomblo, kok, kata siapa milik orang lain? Kalo milik ibunya sih, baru."
Tawa garing Bintang memudar lalu, "Kakak pa-carnya, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Fiksi RemajaBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...