Bintang berusaha payah melenturkan otot robotnya agar lentur. Lima belas menit berkutat dalam pemanasan bersambung cerocosan darinya. Bersusah melengkungkan badan, merentang tangan setengah jongkok, hingga terakhir loncat-loncat bikin sakit pinggang.
"Capekk ...." Keluhnya mengatur napas mengebu sesaat musik DJ berhenti.
Ibu-ibu bertepuk tangan gembira saat olahraga aerobik itu selesai. Bubar langsung menepi disusul tawa riang sembari meneguk air dari botol mineral masing-masing.
Kedelapan anggota bersila di lapang mengipasi wajah basah peluh dan mengatur napas kecapaian. Bintang masih betah gerundel meski bibirnya kering kerontang dehidrasi.
Gilang merhatikan di tepi bersama Desri yang duduk. Desri terkekeh seakan puas melihat adik kelasnya kecapaian, sementara Gilang, diam dengan pasang mata menuju Bintang yang salut bibirnya tak bisa diam terus gerundel sedari olahraga.
Dia bangkit meraih botol mineral di sisinya yang dia beli tadi. Beranjak meninggalkan Desri yang asik oleh tawa sumbang seraya menikmati rotinya.
Napas Bintang terengah. Duduk berselonjor dengan kedua telapak tangan ke belakang menopang badan. Dahinya basah dan poninya sama, agak menjuntai setengah menutup dahi. Sesekali dia lap peluhnya sela komat-kamit menggerutu.
Bayang seseorang meneduhi Bintang bikin teduh sesaat. Dia bersyukur seseorang menghalau matahari agar dia tak kepanasan meskipun telat, dia telah banjir peluh karena olahraga tadi.
Dia mengangkat kepalanya menilik orang yang meneduhi tubuhnya, seseorang bikin mood-nya kembali kacau. Segera memasang ekspresi jengkel juga mengalihkan pandangan ke arah lain.
Botol air mineral terulur di dada Bintang saat Gilang memberikan untuknya. Alis Bintang memiring dengan bibir masih komat-kamit berisi cercaan.
"Minum dulu," Ucap Gilang ramah mengulurkan botol air tapi Bintang enggan mengambilnya.
Gilang memutar tutup botolnya agar memudahkan Bintang minum, lekas mengulurkan lagi pada Bintang yang tak melihatnya kayak hantu.
"Minum dulu. Kamu dehidrasi," Ujar Gilang Ramah lekas memasang topi PMR biru yang diletakan di sisi Bintang. Dia pasangkan agar matahari tak membakar pipi Bintang yang memerah.
Merasa kepalanya adem, Bintang tatap Gilang dengan alis miring. Dia ambil botol airnya. Dia teguk setengah habis. Gilang senyum sela adik kelasnya meneguk air begitu rakus hingga memunculkan bunyi. Segeranya beranjak berlalu.
Bintang sekilas mengalihkan pandangan pada Gilang yang enyah di sisinya.
"Istirahat dulu. Kalian boleh keliling taman atau jajan. Lima belas menit, ya." Papar Gilang masih ramah bikin adik kelasnya mencongak anguk lalu berseru riang berbinar diri.
Bintang remas botol mineral yang habis. Dia menghela napas tenang seraya menjatuh punggung kebelakang meregangkan otot.
"Tan. Lo mau titip apa?" Agnes menghalangi wajah Bintang oleh bayang diri.
Bintang memejam mata menikmati ketenangan taman juga matahari. Dia berdecak sesekali garuk kepala.
"Kacang rebus!" Pinta Bintang nadanya ketus.
Agnes berdiri di sisinya lekas berjongkok. "Enggak ada yang lain?"
Bintang mendengkus seraya garuk leher. "Bajigur!"
"Bajigur adanya waktu dingin, Tan. Jarang ada kalo panas kek gini," Agnes menjabarkan.
"Baso goreng aja,"
Agnes mengacungkan jemarinya langsung memelesat meninggalkan suara entakan sepatu yang menjauh.
Bintang telentang memejam mata meregangkan otot kakunya yang encok. Setelahnya harus minta bantuan emak untuk memijat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Fiksi RemajaBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...