Selepas acara, Bintang mengistirahatkan diri di balkon lantai dua sambil menatap keindahan taman sekolah yang sejajar. Minuman kap dia beli di kantin dan dia hisap melalui sedotan sesekali.
Acaranya usai bikin Bintang lega dan ingin mencurahkan segala tangis harunya pada Gilang. Soal ditunjuknya sebagai ketua di ekskul. Rasa tak percaya sudah barang tentu menderanya dan baru menyadari kalau pulpen yang dia dapatkan dari Gilang saat pelantikan lalu bertulis calon ketua ternyata kenyataan.
Buku divisi dibagikan pada personil di ruang ekskul sejak acara usai dan anggotanya memilih sesuai minatnya. Setelahnya, Bintang menuju balkon ingin menenangkan dirinya menikmati sapuan angin dingin. Entahlah rasa bahagia dan rasa takut jadi bergentayangan.
Siap atau tidaknya tetap jawabannya adalah harus siap.
Buku ketua yang dia pegang masih terpoles nama Gilang di sana. Ia membukanya membaca program apa saja yang terealisasi. Berupa tabel dan tulisan perkumpulan laporan dari tiap divisi ekskul.
Bintang sedikit tak paham dia akan membicarakannya pada Gilang. Buru-buru menemuinya kendati acaranya telah usai mungkin saja Gilang tak sibuk. Langkah dia terhenti saat di lorong menuju ruang aula tadi mendapati Nesya tengah menyusut dahi peluh Gilang oleh tisu.
"Mau pulang bareng?" ucap Gilang padanya, secepatnya bukunya dia sembunyikan ke punggung. Bintang agak kikuk sebisa mungkin bertingkah biasa menyunggingkan sebuah senyum riang.
"Wah, ini ketua barunya, selamat ya Bin. Kita kemah lagi nanti!" ucap Nesya mengobrol bikin Bintang hanya menganguk.
"Pulang bareng?" ucap Gilang lagi saat ajakan dia belum sempat dijawab.
Bintang mengangguk langsung saja Gilang berpamitan dengan Nesya yang sebelum menjauh, mereka lakukan foto bersama.
Bintang di jok motornya dipasangkan sebuah helm untuknya lalu Gilang mulai naik menancap gas memacunya ke jalan. Keduanya berhenti di sebuah perbukitan lalu yang ada ayunannya.
Duduk bersama tanpa ada obrolan lebih dulu untuk memulai. Bintang mendekap buku program Gilang sambil melihat perbukitan hijau.
Gilang meliriknya memandanginya lekat-membelai tepian rambut Bintang yang tergoyang akibat angin. Dia sunggingkan senyum manisnya padanya. Bintang tak membalas pandangan itu dia lebih banyak menatap lurus pada perbukitan.
"Selamat, ketua baru," kata Gilang tak bikin Bintang menengoknya dan memberikan senyum hangat.
Gilang yang semringah jadi meredup cerianya. Dia sedikit heran pada Bintang yang jadi pendiam begini.
"Yang, kenapa?" tanyanya tak bikin Bintang mengubris. Pandangannya masih melurus.
"Yang?" ulang Gilang lagi kini menyenggol bahunya.
Bintang menatapnya biasa dan cara menatapnya itu menyimpan sebuah teka-teki soal perasaan gelisah.
"Nesya itu siapa?" tanya Bintang bikin Gilang hampir menautkan alisnya.
"Temen ekskul," jawabnya lugas.
Bintang masih diam seakan tak puas soal jawabannya.
"Aku cemburu," ucap Bintang cepat namun tak tekan.
Gilang sedikit terkejut. Dia tahan tawanya dengan menggulung bibirnya ke dalam. Sekarang ia tahu alasannya.
"Cemburu kenapa?" tanya Gilang mengangkat alisnya. Bintang cemberut dia garuk lehernya sekilas memalingkan wajahnya kesegal arah.
"... tadi," ucap Bintang memalingkan wajahnya ke samping tak sadar kalau mimik wajahnya agak ragu mengatakannya.
Sekali lagi, Gilang tahan tawa sembari mangut-mangut mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Teen FictionBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...