Perahunya mengapung dan Gilang berhasil menaikinya juga mendayung pelan di sana. Impian itu terwujud bikin hatinya semringah. Anginnya sejuk meniup air danau yang tenang seketika membikin gelombang kecil yang mirip ombak. Gilang mendayung hingga di tengah seperti yang dia inginkan jauh-jauh lalu.
Gunungnya gagah juga nampak anggun di sana yang indah juga adem. Jari telunjuknya menyentuh air dia sentuh terasa dingin juga sesekali telunjuknya dikerumuni ikan-ikan kecil. Lain kali, dia akan datang membawa makanan untuk mereka.
Rasanya tenang juga enak di sini. Gilang rebahan telentang badan seraya menyilang kedua tangan sebagai bantalan kepala, menghadap langit cerah tak ternampak matahari.
Arlojinya menunjuk pukul empat sore, pantas saja langitnya agak redum tapi juga cerah berwarna biru muda. Terbayang jika malam nanti akan lebih elok adakalanya langit redum itu berhampar bintang yang kedip-kedip.
Gilang senyum lalu memejamkan matanya menikmati nyamannya dia di perahu. Dia tak ingin bangun ingin begini hingga dia jemu baru akan beranjak dan datang lagi bersama Bintang nanti. Terlalu berkhayal bikin bibirnya gerak-gerak melengkung senyum.
Sapuan angin mengibas rambutnya. Kali ini anginnya jadi dingin tak seperti tadi yang sejuk juga nyaman. Angin kali ini berhasil membuatnya rada menggigil. Gilang enggan membuka matanya terlalu asik dengan ayunan perahu tersentuh riak air danau. Bikin matanya terus memejam hingga membawanya ke dalam mimpi.
Awannya mengabu juga langitnya meredum tak ceria lalu lambat memunculkan cahaya orange dari matahari yang muncul dari balik awan tadi. Hangat juga bikin Gilang membuka matanya. Dia pandangi langit redum yang pelan bercampur sinar merah jingga yang indah. Sunset. Gilang senyum lagi lalu menutup matanya lagi agak lama lalu bangun duduk memeluk kedua lututnya menghadap gunung yang terselubung senja yang adiwarna.
Satu potret untuk sebagai kenangan dia di gawai nanti, Gilang masukan lagi gawainya ke saku. Dia tak ingin banyak memotretnya hingga meninggalkan keindahan yang harusnya bisa dinikmati sepenuhnya hingga usai.
"Bintang, Ares, aku suka kamu. Bisa kita jadian ...?" Lirih Gilang lalu senyum simpul.
***
Bintang membuka matanya saat gawainya berdering. Dia ketiduran lekas bangun merangkak meraih gawainya. Sebuah telepon dari Gilang kakak kelasnya di jam yang menunjukkan pukul delapan malam. Bintang senyum entah kenapa hatinya suka mendapati telepon darinya. Tanpa menunggu lama, dia angkat mendekatkannya ke telinga.
"Halo?" Sapa Bintang lebih dulu.
"Kamu lagi apa? Ganggu enggak?"
Bintang diam sejenak lalu senyum lagi, "Enggak ...,"
"Sini main, ke danau, ada aku di sini di perahu. Langitnya indah, loh." Ajak Gilang bikin Bintang bangun yang awalnya dia rebahan di kasur.
Dia langsung mengenakan jaketnya bergegas menuju luar. Dia tatap langit malam yang cerah juga terselubung semilir angin yang sejuk. Bintangnya banyak juga kedip-kedip.
"Aku akan ke sana, Kak." Setujunya menerima ajakan Gilang.
Bintang menelusuri jalan setapak menuju danau. Pinggirannya ditanami bunga matahari yang bermekar kuning yang cantik. Mereka kompak menghadap ke arah barat tepat kemunculan si bagaskara dari balik gunung menyambutnya oleh fajar.
Danaunya telah terlihat. Juga semilir angin membelai rambutnya. Bintang agak memicing mata menilik sebuah benda persegi panjang di tengah danau. Dia menyadari kalau itu perahu yang dikatakan Gilang di gawainya.
"Aku udah tiba, Kak." Imbuhnya dalam telepon yang masih tersambung bikin Gilang dari perahu bangun melambaikan tangannya ke arahnya dengan gawai di telapak tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Fiksi RemajaBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...