Kenapa dia tak pulang? Katanya seminggu tapi kenapa juga orang itu tak pun hadir? Bintang merasa bersalahnya menjadi-jadi apalagi dia ingat dari kenangan buruk saat SMP lalu. Ya, kenangan itu membuat menyadari dari kejanggalan dia yang saat ini dirasai. Kalau dia tidak boleh berkata itu dengan Gilang saat di koridor. Karena dia pun sama dengan Gilang menyimpan ketertarikan itu.
Bintang terlalu menimbun orientasi dia karena bully membuatnya melupakan masa itu. Melupakan dia tentang orientasi yang dia punya juga. Dia berhasil namun kembali hadir saat kejadian Gilang berkata jujur soal perasaan sukanya pada Bintang.
Jalannya pelan di tepi jalan dengan tanpa semangat gairah mengganjur langkah untuk ke sekolah. Dia berhenti di sekolahnya yang banyak pelajar sudah datang memasuki gerbang. Bintang memegang kedua tali ranselnya seperti anak TK namun dia tak sengaja lakukan itu karena sudah refleks melakukannya.
"Sehat, Tan?" Seru Bu Sri selalu pembina PMR menyapanya saat keluar mobil pribadinya di tepi jalan.
Bintang menganguk mendekati lalu menyalami punggung tangannya.
"Maaf Ibu kemarin enggak jenguk, ya. Maaf Ibu lagi ada rapat di sekolah sebelah," Paparnya sela memasuki halaman sekolah.
"Enggak apa-apa, Bintang udah baikan kok," Ucapnya dengan senyum dan berlaga atlit binaraga
Lalu terbersit untuk menanyakan kabar Gilang. "Bu, kak Gilang pulangnya kapan, ya?" Agak canggung memang namun Bintang harus ngomong itu.
"Emang enggak bilang sama anggota PMR kalo ...." Bu Sri menggantungkan ceritanya. Menahan sesuatu dari mulutnya untuk meneruskan.
"Kalo apa, Bu?" Bintang tak paham.
"Enggak, nanti ibu bilangin, ya. Ibu duluan dulu," Pamit Bu Sri berlalu melempar senyum padanya namun dengan mimik ibunya yang begitu terbersit sesuatu yang ditutup-tutupi. Bintang tak paham suer.
Bintang melihat punggung Bu Sri yang menjauh lalu memasuki kantor dengan menggeser kaca pintu. Bintang terjelengar tidak mengerti juga perasaan dia tiba-tiba tidak enak. Dia jadi berpikir aneh soal Gilang kakak kelasnya yang ganteng itu dengan liburan yang katanya seminggu namun ini sudah dua minggu. Gilang bohong dia jahat bikin pikirannya ke mana-mana jadi traveling soal keburukan kalau dia sengaja tidak balik lagi karena ... sakit hati dengannya?
Omaygat. Kata itu mewakili dia yang lama terpegun di halaman sekolah. Dia melanjutkan jalannya menuju kelas menaiki tangga hingga berhenti di majalah dinding dengan sebuah poster dari Paskibra memajang kali ini.
Terbersit soal devisi yang dipegang kalau dia pun punya peran untuk memajang mading buatannya di sana bukannya diam tak bertindak apapun. Agak lama menceramahi diri Bintang meneruskan lagi langkahnya yang terhenti. Dia di ambang pintu kelas mendapati temannya yang nobar lesehan di lantai dengan menonton tayangan film dari gawai Agnes.
Bintang jalannya tak gairah dia menuju bangkunya dan duduk galau. Dia keluarkan sebuah buku belajar dan melibak halaman dibuku pelajaran sejarah. Ada tugas yang belum dia selesaikan.
Butuh referensi dan tempatnya adalah perpus. Masih ada waktu, dia buru-buru menuju perpustakaan dengan jalan ditinggal keberangkatan pesawat. Dia jalan menyusuri rak terisi buku. Sulit memang apalagi raknya penuh buku yang entah Bintang dibikin pusing sebab dia dikejar waktu untuk mencari buku sejarah di rak.
Dia jongkok memilah bukunya dari rak mencari buku sejarah yang dia cari. Setelahnya dia jalan mendekati pintu untuk keluar hanya saja dia langsung terhenti sepihak. Saat kesunyian perpus membuatnya menoleh ke belakang.
'Banci lo!'
Bintang tersadar saat ingatan mengerikan itu terulang lagi. Nisa muncul dalam batinnya mengujar dengan sarkas itu yang tanpa ragu meluncur begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Fiksi RemajaBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...