BAB 67: Luka

49 5 0
                                    

"Menepilah!" seru Bintang dari tepi menggerakkan senter gawainya.


Gilang duduk melengkung senyum dan segera menepi dengan mendayung. Uluran tangan dan disahut olehnya bikin keduanya duduk bersama di cangkuan perahu itu. Duduk berdampingan menatap bulan

"Cerita?" Bintang antusias pada buku yang tergeletak di sisi Gilang. Tak mau Bintang membacanya, dia rebut lebih dulu dan disembunyikan dalam bajunya.

Bintang terheran tampak ingin membacanya.

"Mau, Yang." ucap Bintang nadanya manja.

Gilang menggelengkan kepala.

"Tak akan pernah aku setujui, menurutlah. Kita nikmati masa kita, masa kita yang berharga," tandas Gilang bikin Bintang agak menaut alis terheran. Hanya diam mangut-mangut lalu menggigit cokelat batangnya seorang diri.

Tak aa obrolan setelah lamanya lima belas menit di perahu itu. Cokelat saja sudah dimakan habis menyisakan bungkus kertasnya saja berserak di bawah pahanya Bintang. Gilang diam dan dari matanya tersurat kegelisahan yang disembunyikan. Sembari menatap bulan oleh mata lemahnya. Bintang beberapa kali meliriknya yang tergurat rasa heran soal keadaan Gilang begini.

Dia sakit?

Langsung saja punggung tangannya mendarat ke dahinya untuk memastikan kalau Gilang baik-baik saja. Gilang menggerakkan kepalanya dan menatapnya ramah dan penuh bohong soal kemanisan dia miliki, seakan tak ada yang disembunyikan padahal dari tatapan matanya itu terdeskripsi kecemasan terpendam.

"Kamu sakit?" tanya Bintang.

Gilang diam tak menjawabnya. Diam bersama tatapan sayunya yang mengerikan terkesan kegalauan akut.

Tungguin dulu, Gilang galau?

"Aku sayang kamu, Yang. Jangan bikin kisah pelik, ya. Aku enggak kuat menerima kenyataan, biarkan kisahnya berjalan meskipun ending-nya udah tahu gimana. Kita cuma bisa menyanggahnya enggak mengubahnya," ucap Gilang bikin Bintang terheran.

Dia menganguk. Apa pun yang dibicarakan Gilang, dia menganguk saja.

"Aku juga sayang kamu, Yang." Bintang menyergapnya oleh dekapan hangat.

Gilang ketawa kecil merasa sergapan itu yang tiba-tiba bikin badannya limbung hampir saja terbawa ke belakang.

***

Semester kedua ini semuanya sibuk. Sibuk untuk menjalankan sebuah kisah putih abunya menuju penerbitan untuk sebuah kertas bertuliskan lulus. Itu untuk kelas tiga SMA yang tiada istirahat atau main-main di semester ini. Semuanya berarti, mengerahkan yang terbaik untuk hasil yang terbaik.

Kelas tiga dihantam belajar tambahan dan berangkatnya pagi pukul setengah enam, dan mereka akan pulang pukul empat seperti biasanya. Itu sebagai latihan untuk persiapan ujian akhir semester yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Meskipun ini kita baru menginjak akhir Januari, namun kesibukan begitu kentara dirasa banding jauh dengan kelas satu dan dua yang tenang.

Sadar kalau Gilang sibuk mempersiapkan latihan tambahan dan tugas praktek yang mulai mengadang bikin Bintang memberi ruang baginya dengan agak menurunkan kedekatan bertemu dengan menggantinya secara daring. Itupun hanya sebentar tak mau Gilang terganggu hanya mengirim rindu belaka.

Bintang melihat Gilang jalan buru-buru bersama teman sekelasnya di koridor sambil haha-hihi dan memegang sebuah berkas masing-masing tangan. Dan di belakangnya ada pak guru yang sambil pegang tablet disusul Desri dari sisi membawa laptopnya.

Mereka akan ke lab dan bintang secara sembunyi-sembunyi mengikutinya dari belakang dengan menutupi wajahnya oleh buku paket sejarah dari tiang ke tiang hingga tiba.

Under Sunset In Skyline [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang