Truknya berparkir di pelataran khusus kendaraan juga sudah diisi truk dan bus dari peserta PMR sekolah lain. Mereka turun secara estafet mengulurkan tangan pada perempuan untuk turun lebih dulu biar tak kesandung. Ransel juga peralatan masak mulai digotong juga digendong menuju tempat kemah.
Bintang keteteran pun sama yang lain demikian. Bahunya banyak ransel gemuk juga tangannya menjinjing keresek konsumsi. Sungguh repot sekali.
"Dingin," Ucap Bintang jalan pelan bersama yang lain. Sembari menggigil badan karena anginnya sejuk, maklum saja ini di bawah kaki gunung pusat pendaki.
Gilang tak mau menjauh darinya, dia di sisinya seraya dalam keadaan rimpuh itu.
"Puncak," Sahut Gilang lalu senyum padanya.
Ada banyak tenda yang sudah sediakan oleh penyelenggara juga ambulance berjejer di bahu jalan juga peserta yang sudah dulu datang dan yang baru datang yang sama-sama menggotong barang keperluan diangkut tandu bambu. Stan berjejer menjajakan berbagai souvernir juga restauran outdoor di tepian tengah bersiap untuk malam juga keesokan nanti.
Tim Bintang memasuki kawasan camping dengan bertabur tenda panjang mirip pengungsian yang jaraknya hanya satu meteran, juga ada yang berdempet berjajar dengan yang lain.
Tenda milik Bintang dekat aliran sungai kecil yang bening juga mengalir airnya yang dingin. Barang-barang ditaruh di lantai yang sudah tergelar terpal biru. Juga perempuan seraya tawa riang mulai berbenah agar nyaman.
"Ransel aku mana?" Tanya Bintang saat suasana sedang tak kondusif, kendati mereka berbenah tempat.
Gilang memegang golok lekas melepas kemejanya, menanggalkannya di tali yang diikat ke tiang penopang tenda, menyisakan kaus se-lengan yang pamer ketiak.
Dia menarik celana kargonya sebetis agar tak basah saat dia mulai turun ke sungai kecil di sisi tenda untuk keperluan bersih-bersih juga bikin dapur. Golok dia layangkan menebas pohon liar yang tingginya hanya dua meter agak rindang batangnya namun mudah patah.
Bintang menengok temannya yang sibuk berbenah juga teman cowoknya yang mabuk perjalanan dengan tiduran menyamping. Dia putuskan membantu Gilang yang nampaknya kerepotan kalau sendiri.
Bintang turun ke sungai yang airnya bening juga dingin karena dari gunung.
"Aku bantuin, Kak." Tawarnya juga senyum mulai mengumpulkan batu agak besar yang kuat untuk membuat bendungan kecil keperluan bersih-bersih nanti. Gilang senyum seraya menebas tangkai pohon yang rambat di pinggiran namun tidak ditebang atasnya yang rindang karena sengaja biar tak panas.
Desri di sisi mulai membuat tungku kompor juga dibantu adik kelasnya untuk urusan dapur. Mereka nampak biasa juga akrab tidak canggung. Begitupula dengan Desri yang kalem juga ramah.
Gilang menggulung lengan kemeja Bintang saat dia kesulitan dengan lengan kanannya yang sudah tergulung juga yang kirinya terulur. Keduanya berhadapan lagi tahu kalau saat itu, Bintang tatap dia dengan perasaan riang.
"Udah. Enggak akan terulur lagi," Ucap Gilang lalu senyum kembali menebas ilalang yang takutnya ada ular di sana. Desri curi pandang pada aktivitas keduanya yang semakin lama kian akrab pikirnya.
"Kakak udah pernah ke sini?" Tanya Bintang mengisi kekosongan saat memasang terpal untuk dapur agar tak panas. Gilang di sisinya juga mengikat terpalnya ke pohon tadi lantas senyum juga menganguk.
"Seru enggak waktu pas kakak kemarin?" Tanya Bintang penasaran.
Gilang mengusap rambut Bintang saat merasa senang juga gemas adik kelasnya itu tak canggung untuk mengobrol dengannya. "Seru. Ada api unggun, pensi, lomba juga, ah, banyak pokoknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Sunset In Skyline [BL]
Novela JuvenilBINTANG Antares Rifki Pradana, dulu pernah pernah menjadi salah satu korban perundung SMP. Kisahnya terlupakan kendati berteman dengan salah satu gadis bernama Agnes sejak kelas tiga SMP. Ia sudah mengira perbedaan dalam dirinya seringkali dijadikan...