Bab 5 — Pulang diantar Daffa
***
Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat. Baru seru-serunya belajar, eh, bel pulang berbunyi. Semua terlihat bahagia ketika pulang sekolah tiba. Aku, Ijah, Ami, dan Maryam berjalan beriringan menuju parkiran.
Berangkat sekolah pagi tadi secara eksklusif diantar Ayah, tapi pulangnya aku harus naik bus untuk pulang. Ami dan yang lain sudah mengajakku untuk pulang bersama, namun aku menolak dengan baik. Takut merepotkan mereka.
"Beneran, lo gak mau pulang bareng kita? Dibonceng Maryam bisa, kok!" ucap Ami yang belum menyerah membujukku.
Sekali lagi aku menggeleng dan berkata, "Gak usah, gapapa."
Aku tersenyum merasa tak enak karena sudah menolak. Kalau dilihat-lihat, Maryam masih saja dingin dan irit bicara. Itu juga yang menjadi alasan, mengapa aku tidak mau pulang bersama mereka.
"Ya udah. Kita duluan, ya!"
Ijah melambaikan tangan kepadaku, lalu mengendarai motornya bersama Ami yang ikut nebeng di belakang. Gadis ceria itu juga melambaikan tangan tapi lebih heboh. Aku tertawa kecil melihatnya.
"Gue juga duluan, ya. Kalau ada apa-apa lo bisa telpon gue." Begitu kata Maryam sebelum dia mengucap salam dan melaju pergi setelah motornya Ijah keluar dari gerbang.
Aku mengedipkan mata beberapa kali. Masih belum percaya bahwa diam-diam Maryam begitu perhatian. Senyuman tipis yang gadis itu berikan sebelum melaju membuat bibirku tersungging manis.
Melihat ketiga temanku sudah menjauh dari pandangan, aku memutuskan menuju halte sendirian. Namun, belum juga keluar dari parkiran, seseorang menghadang jalanku.
"Stop!"
Daffa merentangkan tangannya seperti anak kecil. Sebenarnya muka Daffa sekarang ini terlihat menggemaskan, tapi rasa kesalku terhadapnya jauh lebih besar.
"Apa?" sentakku malas.
Daffa lagi-lagi melebarkan senyumnya dan terkekeh tanpa alasan. Ia menurunkan tangannya, tapi badannya belum meinggur di hadapan.
"Mau pulang bareng gak? Gue jamin, lo sampai rumah dengan selamat!"
"Emang kamu bisa jamin, kalau aku bakal selamat dari dosa, setelah boncengan sama yang bukan mahram, padahal lagi gak kepepet?"
Daffa terlihat bingung dan terdiam beberapa saat setelah mendengar ucapanku yang terlontar cepat tanpa jeda. Aku yang masih kesal padanya memalingkan wajah dan hendak angkat kaki dari hadapannya. Namun, teman-temannya Daffa langsung datang membuat jalanku menjadi terhalang.
"Ealah buset, dicariin dari tadi ternyata di sini, Bos?" ujar cowok yang merangkul Daffa dari kanan.
"Rupanya sedang berdua-duaan, nih!" timpal yang lain sambil cengengesan, cowok yang berdiri di sebelah kiri Daffa itu melirikku. Aku membuang wajah acuh.
"Kenalin dong, gue Amran. Jangan lupa kalau kita sekelas." Cowok yang mengenalkan dirinya sebagai Amran itu mengulurkan tangannya padaku sambil mengedipkan matanya genit.
Aku mengerut jijik.
"Gue Sabian, panggil aja Bian. Tapi, kalau mau panggil Sayang juga boleh." Bian menyengir lalu sama-sama mengulurkan tangannya kepadaku. Tidak lupa, alisnya naik-turun seolah sedang menggodaku.
Cepat-cepat aku menyatukan kedua tangan di depan dada, menolak dengan baik uluran tangan mereka. Bersamaan dengan itu, Daffa menurunkan paksa tangan Bian dan Amran yang berdiri di samping kanan dan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Halal, Sis!
Teen FictionIni hanya cerita tentang perjalanan Hafsah setelah kepindahannya ke Jakarta. Di sekolahnya yang baru, Hafsah juga bertemu dengan orang-orang baru. Ada Ami yang orangnya asyik. Ada Ijah yang supel dan pintar. Juga ada Maryam yang jutek tapi perhati...