BAB 9

648 154 0
                                    

Bab 9 — Tamu tidak diundang

***

"PR matematika udah. Biologi udah. Sejarah udah. Fisika udah. Bahasa Inggris juga udah. Tugas presentasi kelar. Berarti udah komplit, alhamdulillah!"

Aku mengangguk yakin setelah mengecek kembali tas yang berisi buku-buku untuk jadwal besok. Menarik resleting sampai tas tertutup sempurna, mengambil kerudung yang berada di atas kasur, kemudian aku turun untuk membantu Bunda memasak.

Aku turun dengan langkah cepat sampai sepertinya Bunda yang berada di dapur mendengar langkahku. "Hafsah ... Gak usah lari-lari! Kayak ada apa aja," omel Bunda sesampainya aku di ujung dapur.

Aku menyengir lebar sembari menatap Bunda yang akan memasak makan malam. Di tempat itu Bunda tidak sendiri, ada Mbak Ning yang membantu beliau. Segera aku mematri langkah mendekati mereka. "Masak apa, Bunda?"

"Masak nasi goreng, Sayang. Mau bantu?" Bunda saat itu sedang mengupas bawang.

"Iya, dong Bunda." Aku mengambil cobek lalu memasukkan bawang putih dan merah yang telah dikupas ke dalam cobek. Kata Bunda, kalau diuleg rasanya lebih mantap.

"Tugas sama PR udah selesai semua?"

Sambil menguleg aku menjawab pertanyaan Bunda, "Alhamdulillah, udah." Jeda sebentar aku kembali bersuara setelah menatap sekeliling tidak menemukan keberadaan Ayah.

"Ayah dimana?"

"Di teras sama pak Joko."

Aku mengangguk paham lalu melanjutkan lagi pekerjaanku. Pak Joko itu suami dari Mbak Ning, beliau adalah sopir sekaligus tukang kebun di rumah kami. Karena karyawan baru, mungkin Ayah ingin berkenalan lebih jauh sambil ngopi bareng.

Ketika kami fokus bekerja untuk memasak nasi goreng sebagai makan malam, tiba-tiba suara berat milik Ayah menginterupsi dari belakang.

"Hafsah," panggil Ayah membuatku memalingkan wajah darinya.

"Iya, Ayah?" Aku menghentikan aktivitasku menguleg bawang. Menatap Ayah dengan raut bingung, bertanya-tanya.

"Ada yang cari kamu, tuh."

Aku menautkan alis belum mengerti. Malam-malam gini, siapa yang nyariin aku? Daripada hanya dipendam terus penasaran, lebih baik aku bertanya, "Siapa?"

"Temuin dulu sana."

Sudah aku duga Ayah akan berkata demikian. Raut wajahnya begitu mencurigakan, tersenyum-senyum tanpa alasan yang jelas dan sesekali menaikkan alisnya. Kalau gini, aku malah jadi was-was.

Mau tidak mau, aku pun mengangguk. Mengamati terlebih dahulu penampilanku sambil merapikan di beberapa tempat. Jilbab instan warna biru dongker, baju tidur, pakai rok senada dengan kerudung, tidak lupa pula untuk kaos kaki. Takut-takut tamunya laki-laki.

Aku berjalan bersama Ayah menuju ruang tamu. Ah, entah mengapa perasaanku mendadak tidak enak, jantungku berdebar kencang.

Sesampainya di ruang tamu, aku sangat terkejut melihat siapa tamu yang datang malam-malam begini. "Loh, kalian?"

Daffa, Zain, Amran, dan Bian serempak menolehkan kepala mereka ke arahku. Mereka juga berdiri dari tempat duduknya sementara aku berjalan mendekat. "Ngapain ke sini?"

"Kita mau minta tolong buat bantuin ngerjain tugas, hehe."

"Tugas apa?" tanyaku pada Daffa setelah cowok itu mengutarakan tujuannya.

"Presentasi biologi," jawabannya tanpa beban.

"Hah? Kalian belum ngerjain? Besok udah harus dikumpulin, lho?!" pekikku terkejut sekaligus tidak habis pikir.

Keep Halal, Sis!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang