BAB 25

536 123 0
                                    

Bab 25 — Merasa tidak pantas

***

"Sendirian aja?"

Aku yang sedang mengamati gelang yang melingkar di pergelangan tangan kanan seketika terhenti. Mendongak kaget melihat siapa yang tiba-tiba bersuara.

"Daffa?" gumamku sambil memandangi Daffa yang tengah berdiri dari atas sampai bawah. Sedikit mengerjap tak percaya, karena aku tak melihat Daffa sebelumnya.

Daffa duduk di ujung kursi taman yang kini sedang aku tempati juga. Aku memandang sekeliling terutama melihat Bunda yang masih menunggu antrean bersama tante Tata. Tadi tante Tata tidak bersama Daffa, tapi kenapa cowok itu tiba-tiba nongol?

Minggu pagi ini aku memang diajak Bunda membeli bubur kacang hijau yang ada di sekitar taman. Aku yang malas mengantre, memutuskan untuk menunggu di kursi taman yang tidak jauh dari penjualnya. Sementara Bunda dengan tante Tata tengah membeli bersama sembari mengobrol.

"Iya. Kenapa, kaget? Gak nyangka bakalan ketemu orang ganteng?" Daffa berujar dengan pede-nya. Aku berdecak sambil memalingkan wajah.

"Ganteng aja dibangga-in."

"Susah banget ya, move on sama orang yang kita suka, kalau tiap hari ketemu terus?"

Aku melebarkan mata, menoleh penuh kehati-hatian ke arah Daffa yang saat itu sedang tersenyum lebar. "Gak bisa ngelupain manusia, tapi gampang banget ngelupain Allah, apalagi waktu lagi seneng."

Daffa bungkam, seolah ada yang sedang dia pikirkan. "Gue juga gak tahu kenapa bisa gitu. Adanya lo, bikin gue jadi banyak pikiran."

Aku menggaruk pipi bingung. Kemudian berdecak sambil memutar bola mata malas.

"Kalau banyak pikiran itu kuncinya sholat, minta petunjuk sama Allah. Bukan malah cari cewek, terus dipacarin!" kataku geram. Aku tidak suka cara berpikir Daffa.

"Gue pikir lo bakal cemburu kalau gue deket sama cewek lain," ujar Daffa kemudian, menyandarkan badannya pada kursi taman yang berwarna putih itu. Pandangannya lurus ke langit yang biru.

Aku bergidik jijik mendengar kata-katanya itu. Membuang wajah enggan menatap Daffa. Lebih baik bermain ponsel saja dan tak berniat membalas ucapan cowok yang memakai pakaian casual tersebut.

"Gimana caranya dapetin seseorang yang kita cintai?"

Aku melirik sekilas ke samping, melihat Daffa yang memiringkan badannya sambil menopang wajah di atas tangan yang diletakkan pada sandaran kursi.

Tatapannya sangat tak bisa kuartikan. Spontan aku memalingkan wajah, berdiri, lalu menyusul Bunda. Meninggalkan Daffa dengan segala keanehannya. Pusing memikirkan cowok yang sedikit plin-plan seperti Daffa.

"Gue butuh jawaban, kok lo malah pergi?"

Daffa menyusul langkahku, saat ia mengatakan itu lantas aku terpaksa berhenti. Aku memejamkan mata, mengatur napas, berusaha mengumpulkan keberanian karena sedang dijadikan bahan tontonan orang-orang sekitar. Aku membalikkan badan dan sedikit mendongak.

"Minta ke Allah," jawabku singkat padat dan jelas.

Kemudian aku menyusul Bunda yang kebetulan sudah selesai dengan pesanannya. Menarik tangan Bunda ketika beliau hendak bertanya tentang ekspresi kesalku.

"Ayo, Bundaaa."

Aku menggeret sedikit memaksa Bunda yang tetap menuntut penjelasanku lewat tatapan. Aku melayangkan sejenak tatapan sinis pada Daffa yang masih membeku di tempat.

Akhirnya, Bunda mau berjalan bersamaku setelah berpamitan dengan Tante Tata yang masih menunggu pesanan.

***

Keep Halal, Sis!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang