BAB 11 — Misi baru
***
"Ya Allah ... Lama bener, sih? Keburu ditemplokin lalat, nih mie ayamnya!"
Aku cengar-cengir sambil menggaruk alis saat terkena omelan Ami. "Maaf, maaf. Tadi ada masalah dikit," kataku merasa bersalah lalu turut duduk bersama di meja kantin yang kursinya sengaja dikosongkan.
Aku duduk di sebelah Ami. Di depanku ada Ijah dan di samping Ijah, ada Maryam. Aku mengabsen raut wajah mereka yang melihatku dengan tatapan yang berbeda-beda.
Ami menyodorkan mie ayam dan segelas es jeruk padaku. "Lo suka mie ayam, kan? Soalnya kita bertiga lagi pengen mie ayam."
Aku mengangguk kemudian mengaduk mie ayam yang barusan diberikan Ami. "Suka, kok. Asalkan gak ada racunnya, pasti bakal dimakan."
Aku menyengir lucu sedangkan Ami tertawa mendengar kalimatku. Ijah juga nampak terkekeh di sela-sela makannya. "Hafsah, hati-hati. Jangan lupa baca bismillah dulu, takut diapa-apain sama anak Papa," ujar Ijah diakhiri kekehan, dia seperti sedang menyindir seseorang.
Dari lirikan matanya, aku mengetahui kalau Ijah sedang menyindir Ami. Ami pun yang tahu memasang wajah galak pada temannya itu.
Gulungan mie yang berada di garpu dan siap aku makan, ditunda sebentar akibat perkataan Ijah. Untung saja, gadis berkacamata itu mengingatkan, karena aku lupa baca basmalah. Setelah baca basmalah, aku pun menyantap mie ayam dengan nikmat.
"Friends," panggil Ami membuat satu meja mendongak, termasuk aku. Ami belum juga mengatakan niatnya memanggil kami, dia malah menatap Maryam sambil mengangkat dagunya.
Seolah paham dengan kode dari Ami, Maryam pun mengangguk samar. "Bu Chika sama pak Abdul nyuruh kita buat ramein ROHIS lagi. Soalnya, di tahun ini gak ada yang berminat ikut. Salah satu penyebabnya karena struktur organisasinya kacau habis ditinggal angkatan kita. Jadi, kita harus ngulang lagi dari awal."
Aku cukup kaget mendengar fakta tersebut. "Dulu kalian ikut ROHIS?" tanyaku penasaran.
Mereka bertiga serempak mengangguk.
"Di angkatannya kita malah lagi jaya-jayanya. Tapi, tiba-tiba langsung merosot pesat!" heboh Ami.
"Iya. Kemarin yang ikut bisa sampe sepuluh orang!" tambah Ijah menggebu-gebu.
Mataku mengerjap beberapa kali. Memfokuskan pendengaran karena takut salah dengar. Apa benar yang ikut hanya sepuluh orang? Yang benar saja?
"Sepuluh orang?" pekikku terkejut. Semua mengangguk lagi. Sedangkan aku yang mendapatkan respons tersebut menggeleng prihatin.
"Udah biasa. Soalnya ROHIS emang gak banyak yang minat. Pada sibuk ikut organisasi sama ekskul yang lebih menarik dan berkelas," jawab Maryam kemudian kembali menyantap mie ayam yang kira-kira tinggal seperempat.
"Waktu di angkatan kalian, plan apa aja yang udah berhasil terealisasi?" Aku menyuapkan makanan ke mulut lalu menguyah sambil menunggu jawaban.
Mereka tampak mengingat-ingat. Sampai akhirnya beberapa saat kemudian, Ami angkat suara. "Piknik! Kajian rutin sebulan sekali sampai ngundang ustadz-ustadzah, ya?"
Ijah mengangguk. "Tapi, waktu itu diterapinnya ke satu sekolah. Ada juga yang khusus buat anak-anak ROHIS. Kita buat bantuan sosial juga, terus disalurkan ke panti."
"BTA jangan lupa." Maryam menambahi.
Aku mengangguk-angguk paham sambil menggigit bibir bawah sedikit berpikir. "Sebelumnya bikin promosi?" tanyaku dengan kedua alis yang terangkat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Halal, Sis!
Teen FictionIni hanya cerita tentang perjalanan Hafsah setelah kepindahannya ke Jakarta. Di sekolahnya yang baru, Hafsah juga bertemu dengan orang-orang baru. Ada Ami yang orangnya asyik. Ada Ijah yang supel dan pintar. Juga ada Maryam yang jutek tapi perhati...