Bab 28 — To be better
***
Perkataan Maryam yang dulu benar-benar manjur. Setelah aku bergelut dengan banyak cara selama kurang lebih satu bulan, bahkan sampai selesai ulangan tengah semester, berhasil juga.
Aku terus berdoa kepada Allah sekaligus memperajin ibadah. Menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat, termasuk belajar dan rutin mengikuti kegiatan ROHIS. Meski kemarin kami memutuskan keluar dan fokus ujian.
Membatasi interaksi dengan Zain. Entah itu kontak mata, berjalan beriringan, bertemu di jalan, walaupun cukup sulit karena kita satu kelas. Dan yang paling penting adalah meminta petunjuk pada Sang pemilik hati.
Tenang sudah kini hidupku. Karena ada Allah, semuanya menjadi terkendali. Berharap pada Allah dan bukan yang lain pengaruhnya sangat besar. Aku benar-benar bersyukur sebab bisa melupakan rasa yang katanya 'cinta' itu.
"Eh, eh, eh. Gue gak salah lihat? Itu Daffa sama dua pengawalnya, kan?" ujar Ami tiba-tiba menyikut lenganku.
Refleks aku mengikuti arah pandang Ami begitupula dengan Maryam dan Ijah yang nampak terkejut mendapati Daffa, Amran, dan Bian keluar dari tempat wudhu.
Sekarang kami berempat memang berniat sholat ashar sebelum pulang sekolah, karena ada les jadi kami pulang sore. Kalau soal Zain, memang dia sudah rajin ke mushola, bahkan sesekali dia juga adzan di mushola akhir-akhir ini.
Terkadang aku harus berusaha ekstra saat Zain melakukan hal-hal yang membuatku terkesima. Contohnya seperti tadi ketika suara merdunya terdengar seantero sekolah. Juga saat dia menjadi imam dadakan sholat berjamaah.
Namun, atas izin Allah, aku bisa mengendalikan diri. Banyak-banyak mengingat Allah dan segala yang telah diberikan Allah padaku. Cinta Allah lebih penting dari segala-galanya.
"Alhamdullilah, mereka udah dapet hidayah." Ijah merangkul pundak Ami yang berada di sampingnya. Aku turut bersyukur.
Namun, aku tidak sengaja menangkap basah Daffa saat sedang memandangiku sebelum masuk ke mushola. Amran dan Bian sudah lebih dahulu. Hanya beberapa detik, Daffa langsung mengalihkan pandangannya dengan wajah datar.
Tiga orang yang berada di kanan dan kiri tubuhku menoleh kepadaku saat Daffa sudah masuk sambil menyugar rambutnya yang basah.
"Daffa ngelihatin Hafsah tadi?" tanya Ami seperti memastikan.
"Entah." Ijah mengangkat pundaknya, kemudian aku menggeleng saat Ami menatapku.
"Udah, gak usah dibahas. Mending kita sholat. Keburu telat."
Maryam berjalan lebih dulu ke emperan mushola lalu melepas sepatu. Kami bertiga pun sepakat tidak membahas mengenai hal ini lagi dan memutuskan untuk khusyuk beribadah.
Selesai sholat, kami berempat keluar paling akhir. Sengaja menunggu sampai sepi agar saat memakai sepatu bisa lebih tenang. Aku mengamati sepatu yang berjejer kurang rapi di emperan mushola, di luar batas suci. Aku menangkap keanehan.
Aku mengambil sepatu sebelah kananku lebih dahulu kemudian mengerutkan kening saat tidak mendapatkan sebelah kirinya. Ternyata dugaanku benar. Sepatuku hilang sebelah.
"Ada yang lihat sepatuku gak?" tanyaku kepada Maryam, Ami, dan Ijah yang duduk-duduk sambil menggunakan sepatu. Sementara aku masih berdiri mencari sepatu.
"Sepatu lo?" Ami balik bertanya memastikan. Aku pun mengangguk sambil menggigiti bibir bawah, resah.
Mereka bertiga serempak menoleh ke kanan-kiri seraya berdiri karena mereka telah selesai menggunakan sepatu. Mereka juga terlihat kebingungan sebab tidak ada sepatu lain yang tertinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Halal, Sis!
Novela JuvenilIni hanya cerita tentang perjalanan Hafsah setelah kepindahannya ke Jakarta. Di sekolahnya yang baru, Hafsah juga bertemu dengan orang-orang baru. Ada Ami yang orangnya asyik. Ada Ijah yang supel dan pintar. Juga ada Maryam yang jutek tapi perhati...