BAB 12 — Pukulan telak
***
Pulang sekolah dibuat heboh dengan berita murid berkelahi ketika aku selesai piket dengan Maryam, Ami, dan Ijah. Aku meletakkan sapu ijuk di sudut kelas.
Ami sedang duduk di meja guru sambil bermain ponsel. Ijah sedang menata meja depan supaya terlihat lebih rapi. Sementara Maryam baru akan mencangklong tas. Setelah mengembalikan sapu, aku juga ikut mengambil tas dan bersiap keluar bersama yang lain.
"Buruan kita ke lapangan, lihat Daffa sama Zain lagi berantem!"
"Masa? Jangan bohong lo!"
"Enggak, seriusan. Ayo makanya ikut gue kalau lo gak percaya!"
"Ya udah, yok!"
Mendengar ada keributan dari teman seangkatan yang berada di luar kelas, membuat aku mempercepat langkah menuju pintu untuk melihat keadaan. Nama Daffa yang diucapkan oleh gadis tadi, pasti yang dimaksud adalah Daffa saudara sepupuku.
Aku panik bukan main. Di otakku sekarang hanya dipenuhi dengan Daffa, takut jika cowok itu kenapa-kenapa. Nanti ujung-ujungnya aku yang ditanya. Segera aku berlari ke lapangan.
"Hafsah! Hafsah! Woi!"
Itu suara Ami juga Ijah yang berteriak memanggil. Terdengar dengan jelas sebenarnya, tapi saking cemasnya, untuk menoleh pun tidak bisa. Ingin rasanya terus berlari sampai aku benar-benar bisa melihat bagaimana kondisi Daffa.
Ucapan gadis tadi terbukti benar. Baru turun dari tangga terakhir, sudah mulai dipenuhi murid-murid. Apalagi di lapangan yang sudah seperti lautan manusia. Aku menatap malas kerumunan itu, membayangkan bagaimana nanti saling bersenggolan, pengap, sesak, dan banyak lagi.
Namun, aku harus membulatkan tekad. Suara anak-anak bersorak membuat perkelahian, mungkin menjadi semakin sengit. Kalau Daffa babak belur, aku juga yang repot.
Tidak perlu banyak berpikir lagi, aku langsung saja mengambil langkah seribu, membelah kerumunan. Aku mengembuskan napas sedikit lega setelah berhasil berada di barisan paling depan. Mataku melotot melihat pertarungan sengit antara Daffa dan Zain.
Daffa justru yang lebih mendominasi perkelahian. Mereka saling baku hantam dan sempat tersungkur beberapa kali. Aku menengok sekeliling, semua malah bersorak dan menonton, bahkan tidak ada yang berusaha melerai.
Aku berdecak kesal, emosiku semakin meluap, karena mereka berdua kondisi mukanya sudah penuh lebam. Ini tidak bisa dibiarkan.
"Daffa!" teriakku tapi sepertinya tidak digubris oleh Daffa.
Cowok itu terus memukul berkali-kali wajah Zain, tapi Zain di beberapa kesempatan juga berhasil menghindar. Entah mendapatkan keberanian darimana, aku lantas melangkah maju di tengah-tengah mereka.
Berteriak memanggil nama mereka berdua supaya berhenti berkelahi. Agaknya sampai suaraku habis tidak ada yang peduli. Sampai akhirnya saat aku menarik tubuh Zain mundur dan mencoba berdiri menengahi mereka, justru aku malah—
Bugh!
"Aaw!"
—terkena pukulan telak dari Daffa yang tepat mengenai pipi agak dekat dengan bibir. Aku langsung jatuh terduduk di tanah, kedua tangan memegang bagian yang sakitnya luar biasa. Rasanya, rahangku remuk sampai mati rasa selama beberapa saat.
"Hafsah!" jerit Daffa dan Zain bebarengan saat melihatku meringis kesakitan. Terlihat Zain ingin mendekat, tapi Daffa mendorongnya dengan wajah marah.
Daffa datang menghampiri dengan raut cemas lalu berjongkok menyetarakan tubuhnya dengan tubuhku. Tangannya hendak menyentuhku, tapi dengan cepat aku menepisnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Halal, Sis!
Novela JuvenilIni hanya cerita tentang perjalanan Hafsah setelah kepindahannya ke Jakarta. Di sekolahnya yang baru, Hafsah juga bertemu dengan orang-orang baru. Ada Ami yang orangnya asyik. Ada Ijah yang supel dan pintar. Juga ada Maryam yang jutek tapi perhati...