Bab 16 — Gagal setelah berjuang
***
Aku mengembuskan napas lega setelah selesai menempelkan poster pada mading utama sekolah. Kemarin sebelum sempat dicetak, Maryam memberitahu kalau lebih baik ukurannya yang lebih besar. Aku pun menyanggupinya, bahkan setelah dilihat-lihat poster yang aku buat ini masih sedikit kekecilan.
"Alhamdullilah ... tos dulu!"
Ijah mengangkat kedua telapak tangannya yang langsung aku sambut dengan antusias. Kami terbagi menjadi dua kelompok, Ami bersama Maryam menyebarkan brosur di setiap kelas dan aku bersama Ijah menempel pada mading saja.
"Semoga yang ikut banyak, ya," harapku sungguh-sungguh. Ijah lantas mengaminkan.
"Wah ... ada pengumuman apa, nih, ukhti-ukhti?"
Amran dan Bian tiba-tiba datang dan mendekat ke arah mading, membuat aku dan Ijah terpaksa mundur memberi ruang. Aku buru-buru pindah tempat ke samping Ijah ketika Daffa dan Zain ikut datang lalu berdiri di sebelahku.
"Pengumuman pendaftaran anggota ROHIS baru. Ikutan aja lo, biar nambah ilmu," kata Ijah agak sinis menjawab pertanyaan Amran.
"Ooh ...." Mereka berdua serempak beroh ria.
"Gue, sih mau-mau aja. Tapi, kan udah kelas dua belas, mau fokus sekolah dulu," ucap Amran dengan menekan dua kata sebelum akhir kalimat. Cowok itu melirikku sekilas seolah sedang berniat menyindir kata-kataku kemarin.
Namun, aku berusaha tidak memedulikannya.
"Yoi. Males juga sebenarnya ikut begituan, bosenin," ungkap Bian gantian.
"Gak ada kata bosen kalau udah niat!" tegas Ijah kemudian dia menarik tanganku untuk pergi begitu saja dari hadapan mereka berempat. Aku bernapas lega karena bisa menghindar dari Daffa.
Sebelum aku membalikkan badan, tadi aku sempat melihat wajah Daffa yang terlihat berbeda. Maksudnya lebih lesu dari biasanya. Efek kemarin atau ternyata hal lainnya, aku tidak peduli.
***
"Udah setengah jam kita nunggu di sini, gak ada yang nongol-nongol juga. Pada gak liat brosur apa?" kesal Ami yang sedari tadi terus mengomel karena tidak ada satupun orang yang datang ke mushola sejak pulang sekolah tiba.
Harusnya sekarang mushola sudah ramai dipenuhi para pendaftar yang ingin mengikuti ekstrakurikuler ROHIS, mengingat mayoritas murid-murid adalah muslim.
"Gaes ... Coba deh, lihat videonya. Bagus banget ini. Buat, yuk!" Ami yang duduk bersebelahan dengan Ijah pun menggoyangkan pundak sahabatnya itu dengan bersemangat. Ami juga menunjukkan video yang dimaksud kepada kami bertiga.
Aku dan yang lain mendekat karena penasaran dengan video yang Ami maksud. Setelah Ami memutarnya di sebuah aplikasi video musik, Ijah pun langsung menyentil dahi gadis manis itu. Aku dan Maryam kembali duduk di tempat semula.
"Stress lo, ya? Mahal dikit, lah, jadi perempuan. Jangan mau diperbudak sama dunia, gara-gara trend cuma biar viral aja," nasehat Ijah membuat Ami memajukan bibir dengan muka lesu.
"Kita itu calon ibu rumah tangga, Ami. Kita bukan siluman ular. Kita juga bukan pemandangan yang bisa dinikmati sembarang orang. Apalagi kita pakai jilbab, harus malu dong sama jilbabnya."
"Ya udah ... Kalau gitu senyum-senyum aja sambil lipsing, gimana? Mumpung musiknya bagus!" Ami menaik-turunkan kedua alisnya sambil tersenyum lebar.
Aku heran dengan Ami, bisa-bisanya dia masih mencoba bernegosiasi. Aku saja yang mendengar ucapan Ijah langsung kena mental.
Ijah mengusap pelan kepala Ami, tapi Ami kemudian menepisnya karena mungkin merasa geli—terlihat dari raut wajahnya dan badannya yang menggeliat.
![](https://img.wattpad.com/cover/280488458-288-k312329.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Halal, Sis!
أدب المراهقينIni hanya cerita tentang perjalanan Hafsah setelah kepindahannya ke Jakarta. Di sekolahnya yang baru, Hafsah juga bertemu dengan orang-orang baru. Ada Ami yang orangnya asyik. Ada Ijah yang supel dan pintar. Juga ada Maryam yang jutek tapi perhati...