Bab 19 — Atas Izin Allah
***
"Eh, lo senyumnya yang serius, dong! Jangan cengengesan kayak gitu!"
"Senyum gue emang gini, Mimi peri! Entar gue seriusin beneran, nangis lo."
"Idih, ogah. Amit-amit!"
Ami memukul keningnya pelan berkali-kali lalu beralih memukul perutnya. Amran yang melihat itu lantas tergelak kencang.
"Pas jadi mantan amit-amit. Padahal dulu waktu pacaran imut-imut." Amran tertawa lagi.
Ami yang kelihatan kesal langsung melempar wajah Amran dengan sepatunya. Aku menganga kaget saat melihat lemparan Ami tepat sasaran sehingga Amran kontan terbungkam.
Aku berpikir sejenak menelaah perkataan Amran. Mantan? Pacar? Itu artinya mereka dulu pernah menjalin hubungan?
"Punya mulut dijaga, jangan asal ngomong! Makan, tuh, sepatu!" Ami mendengkus kesal, wajahnya terlihat sangat marah. Sedangkan Amran mengembalikan sepatu Ami sembari meminta maaf dengan wajah tidak ikhlas.
"Masih lama gak ributnya? Gue tungguin sampe subuh kalau belum kelar!" tutur Ijah yang sedang menyiapkan kamera, dia berdiri di samping kananku bersama Maryam yang juga ikut membantu.
Ami mencebikkan lidah lalu mendorong lengan Ijah. Gadis manis itu dengan raut cemberut berjalan lunglai menghampiriku lalu memelukku dari samping. Amran yang aku lihat tengah menatap Ami nampak menyipitkan mata sebal.
"Ayo, kita mulai, ya!" ungkap Ijah sudah seperti seorang sutradara.
Keempat remaja cowok yang berjajar dengan rapi menghadap kamera mengangguk. Amran dan Bian menggunakan seragam sekolah sementara Daffa dan Zain memakai baju koko, sarung, dan juga peci.
Aku sempat pangling tadi ketika mendapati keduanya dengan model pakaian yang berbeda dari yang biasa dilihat. Wajah mereka tampak lebih adem, begitu kata Ami.
"Satu, dua, tiga, action!" aba-aba Maryam.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, semua!" ucap keempatnya serempak, lalu lanjut memperkenalkan diri satu per satu. Setelah itu mereka mengucapkan kata-kata ajakan yang sebelumnya sudah aku beritahu.
Mereka mengucapkannya dengan lancar dan fasih. Ekspresi dan wajah mereka memang sangat mendukung. Aku cukup optimis kali ini.
Walaupun kami tidak memakai banyak latar tempat dan hanya menggunakan teras mushola, tapi aku yakin hasil video singkat mereka benar-benar terekam dengan sempurna.
"Ayo, jangan lupa besok daftar ekskul ROHIS, ya! Biar hidup lo, lebih ada gunanya. Ketemu sama gue sama temen-temen gue di acara besok. Terima kasih."
Terkhusus kalimat itu berada di luar naskah, tapi menurutku improvisasi Daffa keren juga.
"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!"
Video pun selesai diambil. Memang sesingkat itu, tidak perlu banyak memakan waktu, sedikit tapi sudah cukup. Karena katanya mereka sedang ada acara.
"Oke, sip. Finish!"
Aku dan Ami memberikan tepuk tangan yang paling meriah untuk usaha dan kerja keras mereka semua. Aku tersenyum begitu bangga karena merasa sangat puas dengan keseluruhan dari mereka.
"Keren, gak? Ya, keren, lah pasti. Orang ada gue di videonya," sombong Amran sambil menyugar rambutnya ke belakang.
Ami berlagak mual membuatku terkekeh melihat aksinya. Bian yang sepertinya ikut kesal, langsung menempeleng kepala Amran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Halal, Sis!
Teen FictionIni hanya cerita tentang perjalanan Hafsah setelah kepindahannya ke Jakarta. Di sekolahnya yang baru, Hafsah juga bertemu dengan orang-orang baru. Ada Ami yang orangnya asyik. Ada Ijah yang supel dan pintar. Juga ada Maryam yang jutek tapi perhati...