Bab 20 - Tamparan dari Maryam
***
Aku menyengir gembira dan mendadak begitu bersemangat ketika melihat banyak orang datang ke mushola. Waktu yang ditunggu telah tiba. Tidak ada yang sia-sia, jika semua yang dilakukan ikhlas karena Allah.
Walaupun aku tahu, sebagian besar dari mereka hanya mengincar reward yang telah disiapkan. Entah itu karena bisa foto berdua, difollow akun instagramnya, bahkan meminta tanda tangan. Sudah macam acara jumpa fans, bukan lagi pendaftaran ekskul ROHIS.
Nampak sekali, keempat cowok yang katanya tampan itu sedang berdiri di depan pintu masuk mushola dengan senyum yang dipaksa. Mereka berempat memang sudah sepakat akan menyambut semua yang datang.
"MasyaAllah ... gue gak pernah se-exited ini waktu ikut ekskul ROHIS. Musholanya hampir aja bludak kayak lagi konser idol korea," ujar Ami terkesima memegang tangan kananku erat-erat.
"Bingung gue sama mereka yang dijadiin foto bareng langsung minat kajian. Jangan-jangan kalau disuruh nyemplung ke sumur pada mau-mau aja, tuh."
Ami melanjutkan keheranannya yang kurespons dengan kekehan ringan diiringi gelengan kepala. Aku melihat Maryam dan Ijah sedang membagikan mukena gratis.
Hal itu merupakan inisiatif Ami agar mereka yang datang ke mushola tertutup auratnya. Mengingat pakaian mereka cukup minim dengan rambut yang tampak begitu saja. Aku sangat bangga dan terinsipirasi dengan niat Ami.
Tidak lama setelah dirasa mushola penuh dan didominasi sebagian besar dengan kaum hawa, pun segera dimulai. Mereka berbaris rapi dengan kain hijau membentang memisahkan anak putri dan putra.
Sebelum menyusul sahabat-sahabatku yang lain, aku menyempatkan diri memeriksa bagian luar. Aku terkejut ketika melihat Daffa malah tiduran santai di teras mushola samping pintu sambil mengibas-ibaskan bagian atas bajunya.
"Ngapain kamu malah tiduran di sini?"
Daffa mendongak ke arahku yang kebetulan aku sedang berdiri di dekat kepalanya. Terlihat dia mendengkus kesal.
"Kepo lo!" ketusnya.
Daffa kemudian memalingkan wajahnya menatap lurus ke langit-langit mushola sambil menggerakkan kakinya yang salah satunya ditekuk. Aku mencebik sebal. Raut datar itu sangat tidak cocok bagi Daffa yang notabene cowok banyak omong.
"Ya udah, tiduran aja terus di situ. Sekalian jagain pintu, biar gak ada buaya yang masuk!" ucapku tegas.
Aku lantas berbalik masuk meninggalkan Daffa yang kulihat sedikit kaget karena ucapaku. Namun aku tidak peduli, aku hanya tidak ingin ketinggalan acara karena mengurusi Daffa dan tingkah anehnya.
Aku memberi kode pada Maryam yang saat itu sedang berdiri di depan orang banyak sambil membawa microfon. Keadaan di luar memang sudah sepi dan tidak ditemukan tanda-tanda akan ada yang datang lagi. Maryam mengangguk dan aku pun berjalan menghampiri Ami dan Ijah yang duduk di barisan belakang anak putri.
"Keren, si Maryam. Udah kayak bu ustadzah!" kagum Ami berbisik padaku yang duduk di tengah-tengah antara dia dan Ijah. Aku mengangguk setuju.
"Semoga aja cita-citanya jadi guru bisa kesampaian."
Perkataan Ami membuat kepalaku tertoleh ke kanan. Aku mengerutkan kening dan bertanya, "Maryam pengen jadi guru?"
Ijah mengangguk mengiyakan pertanyaanku.
"Kalau kamu sendiri?" tanyaku yang justru malah ingin tahu lebih banyak mengenai cita-cita.
"Gue?" Ijah menunjuk dirinya sendiri, lantas aku tersenyum dan sedikit mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keep Halal, Sis!
Genç KurguIni hanya cerita tentang perjalanan Hafsah setelah kepindahannya ke Jakarta. Di sekolahnya yang baru, Hafsah juga bertemu dengan orang-orang baru. Ada Ami yang orangnya asyik. Ada Ijah yang supel dan pintar. Juga ada Maryam yang jutek tapi perhati...