***
"Kale!"
Mendengar namanya dipanggil, pria bernama Kale yang baru saja turun dari mobilnya itu seketika menoleh. Alisnya berkerut sebentar sebelum menghela napas saat melihat seorang wanita sedang melambaikan tangan ke arahnya. Bukan sembarang wanita, karena wanita satu itu kerap kali bertandang ke restorannya dengan penampilan nyentrik yang menurut sebagian kaum hawa merupakan fashion zaman now. Lihat saja, kemarin dia mewarnai rambutnya oranye, sekarang berubah menjadi golden brown. Belum lagi make up yang tak pernah absen menghiasi wajah. Tak lupa, crop tee dan rok pendek kotak-kotak yang mengumbar tubuhnya ke mana-mana meski sudah dibalut dengan jaket denim kebesaran.
Kale menggeleng pelan lalu melenggang masuk ke restoran tanpa peduli dengan wanita itu. Aroma kopi langsung menelusup ke indra penciumannya, membuat kekesalan Kale karena kemacetan di jalan sedikit berkurang. Padahal dia sudah berusaha berangkat lebih pagi, tapi ibu kota memang tidak akan pernah terlepas dari kemacetan, apalagi di pagi hari, saat-saat di mana kebanyakan orang memulai kesibukan mereka masing-masing.
"Selamat pagi, Mas Kale." Seperti biasa, Rara-salah satu karyawan yang juga ditugaskan untuk membawa kunci cadangan restoran-menyapa Kale dengan ramah. Wanita itu selalu datang paling pertama, yang menjadikan alasan bagi Kale untuk menitipkan kunci cadangan pada Rara, berjaga-jaga kalau misalnya Kale tidak sempat datang ke restoran.
Ya, restoran yang bernama "Oregano" itu memang officially milik Kale. Awalnya masih restoran kecil yang hanya mempunyai dua orang karyawan ditambah dirinya, tapi seiring berjalannya waktu, restoran tersebut semakin berkembang hingga sudah terhitung 20 karyawan yang dibagi menjadi dua shift bekerja di bawah naungannya. Itu pun belum termasuk restorannya yang ada di cabang lain. Cita-cita yang dulunya hanya sebuah angan-angan akhirnya menjadi kenyataan, tentu dengan dukungan keluarga dan seorang guru yang sudah dia anggap seperti orang tua sendiri.
Tanpa mereka, Kale tidak akan pernah berada di titik ini. Namun, dia masih belum bisa berpuas diri. Masih banyak rencana yang sedang dia rancang untuk ke depannya. Di usia yang masih muda-25 tahun-dia ingin mendedikasikan hidupnya pada pekerjaan yang dicintai, sebelum menikmati hasilnya di kemudian hari. Semangatnya masih bergelora, dan dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
"Pagi, Ra," balas Kale singkat. Seramah apa pun Rara, dia memang tidak dekat dengan wanita itu. Oh, ralat. Dengan karyawan yang lain juga demikian. Bukan apa-apa, hanya saja dia tipe yang kurang suka berbasa-basi kalau takada hal yang penting. Walaupun begitu, Kale tetap dianggap sebagai bos royal karena sering memberikan bonus secara cuma-cuma atau traktiran kalau omset restoran sedang naik-naiknya. Alhasil, para karyawan sama sekali tidak keberatan dengan sifat Kale. Apalagi pria itu juga tidak pernah memotong gaji dan memecat mereka tanpa alasan.
Mungkin sifat pria itu sudah bawaan dari lahir kalau menurut para karyawan. Intinya, asalkan mereka tetap mematuhi peraturan dan jujur, Kale pasti tetap mempertahankan karyawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Blessing In Disguise (END)
Romance#Romance-comedy #Make-up series #Food series Bagi Cinnamon, skincare dan make up adalah dua hal yang sangat penting untuk menunjang penampilannya sebagai beauty vlogger. Apalagi di masa kini, penampilan luar selalu dijadikan patokan untuk menilai se...