"Good morning!" Cinnamon membuka pintu restoran dengan ceria, membuat beberapa orang yang ada di sana—termasuk Kale dan Ceyanne—menoleh.
"Morning juga Mbak Cinna. Pagi-pagi udah seger aja mukanya." Rara yang tengah menyapu, balas menyapa Cinnamon tak kalah ceria.
"Hai, Ra! Cantik banget, kamu."
Mendengar pujian dari Cinnamon, pipi Rara langsung merona. "Makasih, Mbak Cinna."
"Jangan ganggu karyawan saya kalau lagi kerja, Cin. Udah berapa kali saya kasih tahu kamu?"
Tatapan Cinnamon beralih ke Kale. Dia berdecak, sebelum kemudian tersenyum manis. Langkahnya mendekati Kale yang sedang bersama Ceyanne—anggap saja wanita itu tidak ada. Setelah kejadian di dapur, Cinnamon masih gondok setengah mati dengan Ceyanne. Wanita itu sepertinya memang sengaja membuatnya malu di hadapan Kale. Dasar licik!
"Pagi, Kale. Aduh, pagi-pagi udah ganteng aja." Giliran Kale yang menjadi sasaran Cinnamon. Dia mengulurkan paper bag kepada Kale, yang dibalas kerutan samar oleh pria itu.
"Apa ini?" tanya Kale, tanpa mengambil paper bag tersebut.
"Pancake untuk kamu. Ucapan terima kasih dari aku karena kemarin udah temenin aku datang ke acara reuni. Plus, udah mampir ke rumah aku. Lain kali, kamu bisa mampir lebih lama dari yang kemarin."
Saat mengucapkannya, Cinnamon sempat melirik Ceyanne yang langsung memalingkan wajah, mungkin panas mendengar fakta itu. Namun, Cinnamon memang sengaja. Dia ingin tahu bagaimana respons Ceyanne saat mengetahui kalau pria yang melakukan komitmen dengannya, justru pergi dengan wanita lain. Jahat? Mungkin saja. Dia persis seperti pelakor di televisi yang sering ditonton oleh neneknya, tapi mau bagaimana lagi? Dia tidak akan menyerah sebelum mendapatkan hati Kale. Lagi pula, status Kale dan Ceyanne tidak jelas, jadi Cinnamon berhak untuk dekat dengan Kale, kan? Kecuali kalau mereka berdua sudah melangsungkan pertunangan atau pernikahan—yang diharapkan Cinnamon tidak pernah terjadi.
"Kamu makan aja sendiri. Saya nggak suka pancake." Kale hendak pergi ketika embusan napas Cinnamon terdengar jelas di telinganya. Dia melirik wanita itu yang menunduk dengan tangan memain-mainkan tali paper bag.
"Padahal tadi aku rela antre supaya bisa beli pancake. Antreanku juga hampir diserobot ibu-ibu yang katanya mau beli pancake. Belum lagi tadi taksiku diambil sama bapak-bapak yang lari dari kejaran debt kolektor. Aku harus nunggu lama sampai dapat taksi, tapi pas udah nyampe, pancake yang aku beli dengan sepenuh hati, malah nggak diterima—"
"Makasih udah kasih saya pancake. Lain kali, nggak usah. Saya bisa beli sendiri. Di restoran saya juga ada menu begitu." Kale langsung memotong ucapan Cinnamon dan mengambil paper bag tersebut, memunculkan senyum di bibir Cinnamon yang hari ini dipoles lipstik berwarna kalem.
"Nah, gitu. Nanti kamu makan, ya, Kal. Sendiri. Jangan bagi ke siapa-siapa." Cinnamon menekan kata terakhirnya, yang tentu ditujukan untuk Ceyanne.
"Hm..." Kale hendak pergi, tapi lagi-lagi, niatnya urung dilakukan ketika menemukan sesuatu yang aneh di diri Cinnamon. "Sebentar. Kamu ... tumben nggak make up tebal kayak orang mau kondangan?"
Ucapan Kale, berhasil membuat Cinnamon mendesis sinis. Dari sekian banyak perumpamaan, kenapa harus memilih kata 'kondangan'? Lagi pula, Cinnamon rasa, make up-nya tidak setebal itu, kok. Walaupun tidak bisa dibilang tipis juga. Meski begitu, Cinnamon suka karena Kale sadar akan perubahannya, sekecil apa pun itu. Jadi, coba katakan bagaimana caranya supaya Cinnamon tidak jatuh cinta kepada Kale?
"Kamu bilang, aku cantik dengan apa adanya diri aku. Jadi, aku coba untuk lebih percaya diri lagi. Nggak aneh, kan?" Cinnamon menangkup wajahnya, meminta masukan kepada Kale.
"Enggak. Lebih bagus kayak gini. Jangan diubah lagi." Tanpa sadar, Kale menanggapi Cinnamon.
"Kal. Aku mau bicara sama kamu." Barangkali sudah terlalu panas dengan interaksi antara Kale dan Cinnamon, Ceyanne akhirnya buka suara. Tanpa menunggu jawaban Kale, Ceyanne langsung menarik tangan pria itu untuk masuk ke dalam ruangan Kale.
"Maksud kamu apa? Sejak kapan kamu mau temenin dia ke acara reuni? Kenapa kamu nggak bilang apa-apa sama aku? Dan, kenapa kamu kelihatan makin deket sama Cinna? Kamu udah mulai suka, ya, sama dia?" Begitu pintu ruangan Kale tertutup, Ceyanne langsung memborbardir Kale dengan banyak pertanyaan.
"Apa, sih, Nne? Kamu kalau tanya, pelan-pelan. Jangan kayak orang kesetanan."
"Gimana aku nggak kesetanan kalau kamu kelihatan makin deket sama Cinna? Aku udah coba sabar selama ini sama kamu, Kal. Aku udah coba paham sama situasi ini. Cinna terlalu ikut campur ke dalam urusan kita. Dia coba untuk rebut kamu dari aku. Aku pikir, kamu nggak bakal tergoda. Modelan kayak Cinna bukan tipe kamu banget, tapi kenapa semuanya berubah, sih, Kal? Kamu tertarik sama perempuan gatal kayak dia?"
"Anne!" Kale spontan berteriak ketika Ceyanne menyebut Cinnamon sebagai wanita gatal. Tidak, Kale sedang tidak berusaha melindungi Cinnamon, tapi Ceyanne tidak tahu apa pun mengenai wanita itu. Ceyanne tak mengerti bagaimana sulitnya kehidupan Cinnamon selama ini. Semula, Kale mungkin berpikir sama seperti Ceyanne. Dia juga melihat Cinnamon sebagai wanita tidak tahu malu yang suka menggoda banyak pria.
Namun, fakta yang kemarin Kale ketahui, membuka mata hati dan pikirannya kalau Cinnamon bukanlah wanita seperti itu. Cinnamon ... memiliki masa lalu yang kelam, yang membuatnya menjadi begini. Cinnamon hanya sedang berusaha untuk menghibur diri dari dunia yang teramat kejam padanya.
Hanya saja, Ceyanne tentu tidak berpikiran sama. Dia syok, tentu saja. Sebelum bertemu Cinnamon, Kale tidak pernah membentaknya, sama sekali. Pria itu selalu bersikap manis dengan caranya sendiri. Meski tak seromantis pria di drama Korea, tapi Kale memperlakukan Ceyanne dengan baik, tapi setelah mengenal Cinnamon, Kale berubah. Benar-benar berubah. Pria itu seperti orang yang tak Ceyanne kenal.
"Kamu bukan Kale yang aku kenal. Kamu berbeda. Kamu bukan Kale yang selalu bersikap manis sama aku! Kamu bukan Kale!" Ceyanne merenggut kerah kaus polo yang dikenakan Kale, menggoyang-goyangkan tubuh pria itu dengan histeris.
"Nne, maaf. Aku nggak bermaksud kayak gitu." Meski tak setuju dengan ucapan Ceyanne, tapi dia juga tak bermaksud membentak wanita itu. Dia hanya terbawa emosi, hanya itu.
"Nggak! Kamu udah mulai suka sama Cinna. Kamu mulai menyingkirkan aku dari hidup kamu, Kal. Kamu jahat banget!" Ceyanne berhenti. Dengan tangan yang masih merenggut kerah baju Kale, dia menangis sambil menunduk. Isakannya yang terdengar jelas membuat Kale spontan menutup mata, merasa bersalah.
Kale sendiri tak mengerti dengan dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya, dia membuat Ceyanne menangis. Padahal, dia sudah berjanji dengan ayah Ceyanne untuk selalu membuat Ceyanne bahagia dan menjaganya, tapi lihat. Kini, dia mengingkari janji itu. Karena seseorang bernama Cinnamon Maple, dia menjadi pria yang tidak setia pada sumpahnya.
Hati Kale, menjadi berkecamuk. Banyak pertanyaan-pertanyaan muncul di benaknya. Salah satunya adalah; apa benar, dia mulai menyukai Cinnamon?
***
Hai hai haiiii!!!
Wasup???? Aku balik lagi, nggak ghosting lagi kayak doi, wkwkwk
Gimana part ini? Udah puas? Belum puas?? Gimana malmingnya kemarin? Ditemenin siapa? Doi atau guling?
Kali ini, aku nggak banyak note sih. Tapi kayaknya aku penasaran, deh. Selama kalian hidup, apa pengalaman yang nggak bisa kalian lupain? Tulis di kolom komentar, ya!
Kalau aku, sih ... waktu novelku terbit untuk yang pertama kaliii. Mwuehehe.
Sampai jumpa lagii!!!!
Bali, 7 Mei 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
A Blessing In Disguise (END)
Romance#Romance-comedy #Make-up series #Food series Bagi Cinnamon, skincare dan make up adalah dua hal yang sangat penting untuk menunjang penampilannya sebagai beauty vlogger. Apalagi di masa kini, penampilan luar selalu dijadikan patokan untuk menilai se...