***
"Kamu mau ke mana?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Cinnamon yang sudah menyelesaikan acara makannya saat melihat Kale melepas apron dan memakai jaket kulitnya.
Kale tak menjawab. Bibirnya bungkam seperti dilakban. Hanya tangannya yang bergerak memasukkan dompet ke saku celana belakang sebelum melangkah menuju pintu. Merasa diabaikan, Cinnamon berdecak sebal lalu berdiri, mengekori Kale dengan wajah cemberut.
"Kalau aku tanya, tuh, dijawab Kal. Percuma dikasih mulut tapi nggak mau bicara. Diambil lagi sama Tuhan baru tahu rasa!"
"Ra, tolong bersihin bekas makanan di ruangan saya," pinta Kale pada Rara yang kebetulan sedang beres-beres, mengabaikan rentetan protes Cinnamon. Bahkan, dia seolah-olah tak menganggap eksistensi wanita itu dan malah berjalan ke arah Ceyanne yang juga sudah rapi dalam balutan v-neck blouse dengan straight pants sebagai bawahannya.
Rara yang melihat sekutunya tidak diacuhkan hanya bisa memberi semangat tanpa suara karena tak ingin bermasalah dengan bosnya. Kalau sudah marah, tatapan Kale seperti mata pisau tajam yang siap membunuh siapa pun. Walaupun Rara pendukung Cinnamon nomor satu, tapi dia juga masih sayang nyawa dan pekerjaan.
"Pekak banget, sih, kamu! Kaleandra Oregano!"
"Berangkat sekarang?"
Mata Cinnamon hampir menggelinding keluar ketika tangan Kale melingkari bahu Ceyanne, menariknya mendekat. Belum sampai di situ, Kale juga menyunggingkan senyuman tipis kepada Ceyanne. Adegan romantis yang sangat memuakkan di mata Cinnamon itu membuatnya ingin gigit jari di pojokan sambil meratapi nasib. Ya Tuhan ... kapan dia bisa menggantikan posisi Ceyanne? Dia juga mau dirangkul Kale dan manja-manjaan dengan pria itu.
"Kok, tiba-tiba hawanya panas, ya? Jadi haus," sindir Cinnamon seraya mengipas-ngipasi wajahnya dengan tangan. Alih-alih mendapat sahutan, dua orang yang dimaksud hanya meliriknya sekilas lalu melenggang keluar dari Cafe.
Mulut Cinnamon seketika terbuka lebar, mungkin cukup kalau dimasukkan sepuluh tusuk sate. Sungguh, mengenaskan sekali hidupnya. Di saat banyak pria yang rela berlutut di hadapannya, rela melakukan apa pun untuknya, tapi Kale justru memalingkan muka, enggan untuk menatapnya barang sejenak.
Sabar, Cin. Nggak apa-apa. Sekarang memang Ciyanne yang menang, tapi kamu itu jodoh sehidup semati Kale.
Yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah menyemangati diri sendiri, meski sebenarnya api cemburu sedang berkobar dalam hatinya. Sambil menggerutu—ralat, menggibahi keduanya, Cinnamon menyusul mereka yang pergi ke parkiran. Langkahnya dipercepat begitu dua orang itu hampir mencapai mobil. Belum sempat Kale membuka pintu untuk Ceyanne, Cinnamon sudah lebih dulu menghadangnya.
"Aku ikut," ucap Cinnamon lugas. Dia tidak mau kalau Kale dan Ceyanne pergi berdua. Dia tak bisa memastikan kalau keduanya tidak akan melakukan apa-apa. Hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat Cinnamon ketar-ketir sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Blessing In Disguise (END)
Romance#Romance-comedy #Make-up series #Food series Bagi Cinnamon, skincare dan make up adalah dua hal yang sangat penting untuk menunjang penampilannya sebagai beauty vlogger. Apalagi di masa kini, penampilan luar selalu dijadikan patokan untuk menilai se...