21. Lip Moist

4K 460 57
                                    

Cinnamon mendapat undangan reuni dari alumni SMA-nya yang diumumkan melalui grup kelas. Biasanya, orang-orang yang memiliki masa yang indah saat sekolah, tentu akan langsung mengiyakan tanpa pikir panjang. Bertemu dengan teman-teman yang menyenangkan setelah sekian lama merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu. Mereka bisa bernostalgia, berbagi cerita-cerita lucu, dan saling bertukar pengalaman. 

Namun, hal itu tidak berlaku untuk seorang Cinnamon Maple. Dia bahkan lupa sudah berapa tahun dia meninggalkan masa SMA. 6 tahun? 5 tahun? Atau 7 tahun? Dia tak mau repot-repot memikirkannya. Karena bagi Cinnamon, masa SMA adalah masa paling menyeramkan yang pernah dia lalui, hingga tiap detiknya Cinnamon berharap bisa tiba-tiba dihilangkan dari bumi. 

"Kenapa, Mbak? Berantem sama Mas Kale lagi?" Rara—karyawan Kale yang sering dialihfungsikan menjadi teman curhat Cinnamon—bertanya saat melihat raut muram Cinnamon yang tak seperti biasanya; dagu bertumpu dengan alis dan bibir tertekuk. 

"Enggak apa-apa, Ra. Lagi galau aja." Cinnamon menghela napas berat. Sungguh, dia bimbang sekali. Dia ingin menghindar dari acara alumni yang pastinya tak akan seseru menggoda Kale, tapi kalau dia terus tenggelam dalam masa lalu, bukankah itu sama saja dengan pengecut? Hanya bisa melarikan diri tanpa mau menghadapinya. 

Memangnya, mau sampai kapan?

"Masih mikirin kejadian tempo lalu, Mbak? Mungkin Mbak Anne lagi khilaf karena cemburu. Tapi, kan, Mas Kale ngebela Mbak Cinna. Jadi, aman." Rara mungkin tidak ada di tempat kejadian karena sedang libur, tapi dia mendengarnya dari salah satu karyawan, yang membuatnya sempat terkejut sekaligus bingung, tak menyangka kalau atasannya akan sepeduli itu dengan Cinnamon walaupun alasannya adalah lantaran tak ingin dapurnya kebakaran. 

"Bukan gara-gara masalah waktu itu, sih, Ra." Cinnamon berdecak lalu pandangannya menyapu seisi restoran yang sedang sepi. Setelah kejadian di mana Kale memarahi Ceyanne gara-gara menantang Cinnamon untuk lomba masak, hubungan Cinnamon dan Ceyanne yang tidak terlalu dekat, semakin canggung. Bahkan, wanita itu juga agak menghindar dari Kale. 

Cinnamon berusaha untuk abai. Bukan urusannya juga kalau dua orang itu bertengkar. Kalau perlu, lebih baik putus saja—kalau mereka ada hubungan. Kalau tidak, lebih bagus lagi. 

"Terus apa? Tumben banget, loh, Mbak kayak gini. Bahkan, Mas Kale udah masuk ke ruangannya dari setengah jam yang lalu tapi Mbak Cinna malah diem di sini. Biasanya, kan, langsung ngintilin Mas kale, ke toilet sekalipun." 

"Ih, sembarangan kalau ngomong! Nggak sampe ke toilet juga kali, Ra." Cinnamon memutar bola matanya. Ucapan Rara memang tidak sepenuhnya salah. Sejak pengumuman reuni dibagikan di grup kelas tadi malam, Cinnamon jadi tidak bersemangat menjalani hari—beberapa kali, dia tidak fokus dengan aktivitas yang dia lakukan. 

Kale yang seharusnya menjadi vitamin Cinnamon, kini sama sekali tak mampu memancing semangatnya. Dia hanya datang ke restoran Oregano hanya untuk duduk santai sambil merenung. 

"Ya, terus apa dong, Mbak? Aku nggak bakal bisa kasih saran kalau Mbak nggak mau cerita. Aku nggak bisa baca pikiran." 

Cinnamon menggaruk rambutnya yang mendadak gatal. Dia mendengkus lalu berkata, "Aku diundang ke acara reuni SMA." 

Rara mengerutkan kening. "Jadi, apa masalahnya? Bukannya Mbak bisa ketemu teman lama? Seru, dong. Sekolahku udah lama nggak adain reuni."

Cinnamon langsung menjentikkan jarinya. "Nah, masalahnya itu, Ra. Kamu pikir, selama ini aku punya banyak teman, gitu?" 

Rara mengangguk cepat. 

"Kenapa?" tanya Cinnamon.

"Mbak tanya kenapa? Ya, karena Mbak beauty vlogger. Siapa yang nggak mau temenan sama Mbak? Udah gitu, cantik dan baik. Aku pikir semua orang pengin jadi temen Mbak Cinna." 

Cinnamon menatap Rara miris. "Nyatanya aku memang nggak punya teman, Ra. Kalau aku punya teman, kenapa aku setiap hari nongkrong di sini? Mending aku ke salon sama teman aku, shopping atau ngapain gitu, have fun. Jadi, aku nggak bingung. Harus dateng ke sana atau enggak. Kalaupun datang, takutnya jadi canggung dan nggak enak banget." 

Sebenarnya, ada alasan terbesar kenapa Cinnamon bimbang pergi ke acara reuni. Benar kata Rara. Orang-orang pasti ingin berteman dengannya yang cantik dan terkenal. Bukannya ingin menyombongkan diri, tapi itu faktanya. Sosial media Cinnamon selalu dipenuhi dengan ajakan pertemuan atau sekadar perkenalan. Dia bisa saja menjadikan mereka sebagai temannya, tapi Cinnamon tak bisa. Dia ... merasa tak butuh sosok teman yang terkadang bisa menjadi bumerang baginya.

"Loh, serius Mbak? Mbak nggak punya teman sama sekali? Kok, bisa?" Mata Rara membulat sempurna. Selama ini, dia melihat Cinnamon sebagai orang yang ramah pada siapa saja, yang memunculkan simpulan kalau wanita itu mempunyai banyak teman. 

"Ya, bisa. Karena emang nggak punya. Lupain aja, Ra. Intinya, aku nggak tahu harus ikut reuni atau enggak. Mending enggak, sih, kalau ikut kata hati aku." 

Rara menggeleng, menolak usulan Cinnamon mentah-mentah. "Walaupun Mbak Cinna nggak punya teman, acara reuni tuh jarang banget diadain, bahkan ada yang nggak pernah. Ini kesempatan langka Mbak Cinna untuk menebar pesona." 

"Tapi, Ra—"

"Kalau Mbak Cinna takut mati gaya, Mbak Cinna bisa ajak seseorang." Rara senyam-senyum, membuat Cinnamon curiga. 

"Maksud kamu? Aku ajak seseorang untuk datang ke acara reuni? Siapa?" 

"Tuh!" Rara menunjuk satu arah menggunakan dagunya yang diikuti oleh tatapan Cinnamon. Tampak Kale baru saja keluar dari ruangannya seraya melipat lengan sweater hitamnya. Merasa diperhatikan, Kale berhenti lalu menoleh. Manik gelapnya seketika berkontak dengan lensa abu milik Cinnamon. Alisnya terangkat, seolah-olah memberi isyarat 'apa?' ke wanita itu. 

"Mbak Cinna bisa ajak Mas Kale ke acara reuni. Aku yakin, Mbak Cinna nggak bakal ngerasa canggung. Kalaupun nanti ada yang ganggu Mbak, Mas Kale nggak akan biarin itu." Seperti bisikan setan, Rara terus merayu Cinnamon, membuat si empunya mulai goyah dan menatap Kale penuh pertimbangan. 

Kale yang merasa aneh dengan Cinnamon, berusaha mengabaikan wanita itu dan kembali melanjutkan langkahnya menuju dapur. 

"Aku nggak yakin kalau Kale bakal mau, Ra. Kamu tahu sendiri atasan kamu kayak gimana." Cinnamon beralih ke Rara. Belakangan ini, Kale mungkin sudah agak lunak dengannya, tapi dia tak bisa menjamin kalau sewaktu-waktu pria itu akan kumat, balik ke karakter sebelumnya. Ceyanne yang ditaksir saja pernah didamprat oleh Kale, apalagi Cinnamon yang sedang berusaha mengambil hati Kale. 

Lagi pula, Cinnamon tak ingin menyeret seseorang ke masa lalunya. Dia tak mau ada orang yang mengetahui tentang masa lalunya. Cukup teman-teman sekolahnya saja. Susah payah dia bangun image baru beberapa tahun ini, dia tidak ingin merusaknya hanya karena satu acara yang tidak wajib dia datangi. 

"Kita nggak akan tahu kalau enggak mencoba, kan, Mbak? Mumpung Mbak Anne sama Mas Kale lagi renggang, Mbak Cinna bisa nerobos ke tengah-tengah mereka. Lumayan, Mbak. Siapa tahu Mas Kale mulai suka sama Mbak Cinna." 

Ucapan Rara langsung membuat Cinnamon berpikir keras. Dia menatap Rara yang memberi senyuman penuh dukungan kepadanya. 

Kira-kira, apa dia harus mencoba untuk mengajak Kale? Karena berbeda dari ajakannya yang biasa, seperti konser atau jalan-jalan, acara reuni ini benar-benar mimpi buruk bagi Cinnamon. Apa pandangan Kale akan berubah kalau tahu yang sebenarnya? 

***

Halo haloooooooo, balik lagi ke aku nih. Apa kabar semua? Jadi, siapa yang nunggu next chapter dari Cinnamon? Acung tangan coba. Mwuehehehe. So, aku mau tanya. Kalian kalau lagi nggak mood, biasanya ngapain? Ayoo, saling sharing di sini biar aku tahu!

Gitu aja, sih. Sampai ketemu di next chapter, ya!!!

Bali, !2 Februari 2023

A Blessing In Disguise (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang