Cinnamon tak pernah berpikir kalau momen yang dia tunggu-tunggu akan datang hari ini kepadanya. Dingin dan lembabnya bibir semerah delima milik Kale bahkan masih terasa di bibirnya, membuat Cinnamon tak bisa menghentikan senyumannya. Cinnamon tahu kalau dia terlalu bertindak gegabah. Dia sangat terburu-buru untuk Kale yang masih abu-abu. Namun, seperti bergerak sendiri, tubuhnya langsung merespons cepat saat mendengar permintaan izin dari Kale. Dia tentu tak akan menyia-nyiakan kesempatan besar ini, kan?
Meski berikutnya, dia merasa malu luar biasa. Tatapan Kale yang seolah-olah akan menembus manik Cinnamon berhasil membekukannya. Untuk sesaat—tepat setelah bibir mereka saling melepas—Cinnamon tak bisa mengalihkan pandangannya dari kelereng pria itu. Tangan Kale yang melingkari pinggangnya, mulai merambat ke pipi, dan menangkup wajahnya untuk kemudian kembali membelai lembut bibirnya.
Cinnamon terbuai, tak peduli meski ada orang yang melihat perbuatan mereka. Dia hanya ingin menikmati waktu indah itu bersama Kale, membiarkan pria itu menginvasi dirinya. Kale benar-benar melakukannya dengan sangat hati-hati, seakan-akan ingin membuat Cinnamon merasa nyaman. Dan, walaupun berada di bawah derasnya hujan, Cinnamon justru merasa hawa yang melingkupinya cukup panas.
Enough, Cin!
Cinnamon langsung kembali ke dunia nyata. Dia memegang pipi sambil menggigit bibirnya. Astaga ... apa-apaan dia? Kejadian itu sudah berakhir tiga puluh menit lalu, tapi kenapa Cinnamon masih terus mengingatnya? Beruntung, teh hangat untuk Kale tidak jatuh ke lantai dan mengenainya.
Tidak-tidak, dia tidak boleh seperti ini. Cinnamon harus fokus dan melupakan kejadian itu! Terlebih, Kale tak bilang apa pun setelah menciumnya, membuat Cinnamon sedikit kecewa. Setidaknya, ucapkan sesuatu yang menenangkan Cinnamon mengenai hubungan mereka atau sampaikan perasaan yang sebenarnya kepada Cinnamon supaya tidak menerka-nerka lagi.
Namun, Kale tetaplah Kale. Pria kaku layaknya kanebo kering yang tidak bisa ditebak perasaannya. Walaupun dipaksa sekalipun, kalau Kale masih enggan untuk confess, pasti pria itu tetap akan diam.
Oke. Kalau memang Kale tetap bungkam, Cinnamon juga bisa begitu. Menganggap semuanya baik-baik saja—seolah-olah ciuman tadi bukanlah sesuatu yang berharga baginya. Padahal, jantung Cinnamon sudah berdegup kencang dengan kupu-kupu di perut yang mengepakkan sayap bahagia.
Calm, Cin. Calm.
Cinnamon membawa secangkir teh hangat ke ruang tamu. Kale ada di sana, sedang mengutak-atik ponselnya. Baju pria itu sudah ganti—kebetulan, Kale membawa baju ganti di dalam mobilnya—dengan wajah yang jauh lebih segar, tidak seperti sebelumnya yang agak pucat karena kedinginan.
"Minum, Kal. Cuma itu aja yang ada dan bisa aku buat." Cinnamon meletakkan teh tersebut di hadapan Kale.
"Makasih." Kale mengambil teh tersebut lalu meminumnya perlahan.
Cinnamon yang canggung, duduk di sofa seberang, meski sofa yang Kale tempati masih ada bagian yang kosong. Hanya saja, Cinnamon tak mungkin mengambil tempat di sebelah pria itu, takut kalau-kalau Kale mendengar suara jantungnya.
"Kenapa jauhan?" Kale bertanya seraya meletakkan kembali cangkir tehnya.
"Ya? Eng ... nggak apa-apa. Aku di sini aja." Cinnamon tersenyum tipis, walaupun dalam hati, dia merutuki dirinya sendiri. Ke mana Cinnamon yang tidak tahu malu? Kenapa dia berubah seperti tumbuhan putri malu? Ini hanya ciuman, Cin. Kale tidak melakukan hal lebih seperti melamar atau menikahinya!
"Tapi, saya maunya kamu duduk di sini." Kale menepuk tempat di sebelahnya, membuat Cinnamon bimbang setengah mati. Biasanya, dia lah yang memaksa untuk dekat dengan Kale, tapi sekarang justru pria itu sendiri yang meminta. Ini merupakan awal yang bagus! Apa setelah ciuman tadi, otak Kale tiba-tiba berubah posisi?
![](https://img.wattpad.com/cover/279801939-288-k465208.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Blessing In Disguise (END)
Romance#Romance-comedy #Make-up series #Food series Bagi Cinnamon, skincare dan make up adalah dua hal yang sangat penting untuk menunjang penampilannya sebagai beauty vlogger. Apalagi di masa kini, penampilan luar selalu dijadikan patokan untuk menilai se...