19. Night Cream

3.9K 509 86
                                    

"Saya pengin sendiri."

Cinnamon rasa, ada yang aneh dari ucapan Kale, pun dengan raut wajah pria itu yang masam. Namun, Cinnamon tak berkata apa-apa atau menggoda Kale seperti biasanya. Dia langsung keluar dari ruangan Kale begitu diusir secara halus. Padahal, sebelumnya, Kale masih tampak biasa-biasa saja. Mungkin saja Kale tak sengaja bertemu hantu di dapur, yang membuat wajahnya tak berona.

"Cin."

Baru saja Cinnamon mendaratkan bokongnya di salah satu kursi, Ceyanne sudah muncul bak hantu gentayangan. Beruntung, Cinnamon tidak latah dan mengabsen nama-nama binatang lucu.

Alis Cinnamon mengkerut. "Kenapa?" tanyanya. Sama seperti Kale, ekspresi Ceyanne tidak enak dilihat, menimbulkan satu simpulan di otak Cinnamon yang masih diragukan kebenarannya; mereka bertengkar.

Kalau memang benar adanya, seharusnya, Cinnamon tidak boleh bahagia di atas penderitaan mereka. Namun, siapa yang tidak senang saat mengetahui kalau pria yang Cinnamon taksir tengah bercekcok dengan wanita impiannya? Bukankah ini berita yang bagus? Dengan begitu, peluang Cinnamon untuk masuk ke dalam hati Kale, semakin besar. Terlebih, kalau hubungan mereka sampai merenggang. Cinnamon bisa menyelinap di antara ruang tersebut.

Terdengar jahat memang. Namun, pada cinta segitiga ini, memang ada yang harus dikorbankan, bukan?

"Tolong jauhi Kale." Bukan permintaan, melainkan perintah. Ceyanne tidak ingin Cinnamon mendekati Kale lagi, tapi kalau Ceyanne berpikir dia akan menurut, tentu salah besar. Cinnamon sudah berada di titik ini, di mana Kale mulai tidak sedingin dulu lagi kepadanya. Jadi, bagaimana bisa Cinnamon menyerah di saat perjuangannya sudah hampir berhasil? Ibarat sudah tercebur ke sungai, maka lebih baik mandi sekalian.

"Apa kamu punya hak yang membebaskan kamu menyuruh aku untuk jauhin Kale?" tanya Cinnamon.

"Punya." Ceyanne duduk di hadapan Cinnamon. Mereka saling bertatapan satu sama lain, seolah-olah memancarkan aura permusuhan yang begitu kentara bagi siapa pun yang melihatnya.

"Apa?"

"Kamu saling mencintai. Kale dan aku, udah melakukan komitmen. Hidup kaki bahagia sebelum kamu datang."

"Loh, loh. Sebentar." Cinnamon memperbaiki duduknya, dengan tubuh agak condong ke Ceyanne. "Kamu bilang, kalian saling mencintai. Berarti kamu udah tahu perasaan Kale, kan? Tapi kenapa kamu kelihatan ragu dengan perasaan Kale? Kenapa kamu takut kalau dia akan berbalik cinta sama aku? Cinta itu ... tentang sebuah kepercayaan, kan?"

Skakmat. Setelah Kale, Ceyanne juga dibuat mati kutu oleh Cinnamon. Semestinya dia tahu, kalau Cinnamon merupakan wanita yang ambisius. Dia akan melakukan apa pun supaya keinginannya tercapai, dan tentu Kale tidak akan semudah itu untuk dilepaskan. Hanya saja, perasaan masing-masing orang bisa berubah kapan saja. Ceyanne hanya sedang mewanti-wanti supaya Kale tidak berpaling darinya. Dia sudah menunggu lama demi bisa bersanding dengan Kale. Jadi, Ceyanne tak akan membiarkan siapa pun mengusik itu.

"Aku enggak ragu sama Kale. Aku sedang mewaspadai kamu, Cin. Kamu adalah orang yang bisa melakukan apa aja. Bukan nggak mungkin kamu akan melakukan hal yang jahat untuk dapetin Kale." Ceyanne tidak yakin dengan jawabannya, karena faktanya, keraguan terhadap Kale mulai muncul di benak Ceyanne.

Tangan Cinnamon langsung terangkat ke depan wajah Ceyanne. "Wait, wait. Kamu pikir aku sebejat itu? Nne. Aku memang cinta sama Kale, tapi bukan berarti aku akan melakukan cara yang kotor untuk dapetin dia. Kalaupun aku ada niat nggak baik, harusnya aku melakukan itu di awal. Bukan malah jadi perempuan centil yang ngekorin Kale ke sana kemari. Be smart, Nne. Aku pikir kamu perempuan yang baik, tapi penilaian kamu tentang aku bener-bener bikin aku cukup kaget. Ternyata memang manusia nggak ada yang sempurna."

A Blessing In Disguise (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang