Saya pacar Cinnamon.
Pacar Cinnamon.
Demi Tuhan ... telinganya masih berfungsi dengan baik, kan? Kale benar-benar mengaku sebagai pacarnya di depan Cyntia? Untuk sesaat, Cinnamon hanya terdiam, menatap Kale yang fokus menyetir di sebelahnya. Jujur saja, Cinnamon masih sangat syok dengan pengakuan Kale beberapa saat lalu. Bahkan, dia hanya menurut—seperti kerbau yang hidungnya dicucuk—begitu Kale membawanya pergi dari acara tersebut. Padahal, acara belum dimulai, tapi sepertinya suasana Kale sedang tidak baik.
Cinnamon tak ingin bertanya, atau lebih tepatnya, enggan untuk bertanya. Dia masih ingat bagaimana kemarahan Kale ketika dia berkompetisi memasak dengan Ceyanne, yang hampir membakar dapur pria itu. Dia hanya tidak mau menjadi sasaran emosi Kale—yang sekarang dilampiaskan dengan cara mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.
Bohong kalau Cinnamon bilang tidak takut. Dia hanya berusaha untuk tetap tenang, meskipun jantungnya sudah berdetak tak keruan—sambil merapalkan doa yang dia hapal, berharap dia bisa pulang dengan selamat.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah; kenapa Kale sangat terlihat emosi? Bukankah, Cinnamon yang dihina? Seharusnya, Cinnamon yang marah, bukan Kale.
"Kenapa kamu masih dateng ke acara kayak gitu kalau ujung-ujungnya mereka cuma mojokin kamu?" Tiba-tiba, Kale meminggirkan mobilnya, membuat Cinnamon menghela napas lega. Setidaknya, nyawa Cinnamon masih berada dalam raganya.
"Karena mereka temen-temen aku." Bukan teman sebenarnya. Mana ada teman yang menjelek-jelekkan teman lainnya? Kalau bisa mengulang waktu, dia juga ingin menolak, tapi kesempatan untuk berduaan dengan Kale tentu lebih menggiurkan hingga dia memutuskan untuk datang.
"Temen apa, sih, Cin? Nggak ada temen yang sikapnya kayak mereka. Saya pikir kamu cuma malu-maluin aja, tapi ternyata kamu juga gampang dibodohi."
Ucapan Kale, seketika menyinggung perasaan Cinnamon. "Maksud kamu? Dibodohi gimana? Aku datang karena mereka ngundang aku. Lagi pula, kamu dengar sendiri, kan, apa kata Cyntia? Dulu aku itu jelek, banyak jerawatnya, gendut. Aku cuma pengin buktiin sama mereka kalau aku juga bisa berubah. Aku bisa jadi sosok yang diidamkan banyak perempuan. Aku bisa ngegaet banyak laki-laki dengan penampilan aku. Jauh berbeda dengan diri aku yang sebelumnya!"
Apa Kale tidak tahu bagaimana perjuangannya untuk sampai ke tahap ini? Bagaimana dia harus menahan sakit yang berkepanjangan demi mendapatkan hasil yang memuaskan? Bagaimana hari-harinya dihantui dengan kematian lantaran melakukan diet ekstra? Bagaimana dia harus mengontrol dirinya sendiri di saat orang lain bebas melakukan apa saja?
Cinnamon juga ingin membuktikan pada dunia kalau dia berhak diperlakukan sama seperti manusia lainnya. Menjadi jelek bukanlah kemauan Cinnamon. Kalau bisa, dia ingin meminta kepada Tuhan supaya dia diciptakan menjadi angsa yang cantik dari sejak lahir, bukan upik abu yang berubah karena bantuan seorang peri—olesan make up yang seringkali membuat wajahnya berat dan tak nyaman.
"Apa kamu bahagia dengan semua ini, Cin? Kalau kamu mendengarkan ucapan mereka terus, kamu bakal kehilangan jati diri kamu."
"Dari awal, aku memang udah kehilangan jati diri aku, Kal." Cinnamon menatap Kale, tepat di kedua manik indah pria itu yang selalu menghanyutkannya. Entah kenapa, mendadak Cinnamon ingin menangis. Kelereng Kale seolah-olah menawarkan ketenangan yang tak pernah Cinnamon dapatkan dari siapa pun. Selama ini, Cinnamon selalu merasa takut. Dia takut kalau orang lain akan memandangnya sebelah mata. Dia takut kalau orang-orang akan membencinya, maka dari itu, Cinnamon berusaha untuk tampil sesempurna mungkin. Semata-mata supaya dia mendapat banyak pujian dan cinta.
"Dunia cuma milik si cantik, Kal. Nggak ada space sedikitpun untuk orang-orang kayak aku dulu. Supaya bisa bertahan di dunia ini, mau nggak mau aku harus mengikuti standar penerimaan orang-orang. Nggak peduli aku nyaman atau enggak, mereka nggak bakal peduli. Yang mereka mau cuma kesempurnaan, bukan kekurangan," lanjut Cinnamon. Sesak merambat di dada tiap kali mengingat tatapan orang-orang padanya dulu. Sampai-sampai dia ikut merasa jijik dengan dirinya sendiri. Bahkan, cermin di rumahnya, terpaksa dia singkirkan sebelum dia menjelma menjadi angsa yang cantik.
Untuk pertama kalinya, Kale melihat diri Cinnamon yang berbeda. Biasanya, wanita itu selalu ceria dan banyak bicara hingga membuat kepalanya sakit, tapi sekarang Cinnamon justru seperti kaca yang rapuh. "Cin..."
"Kamu nggak tahu, kan, gimana rasanya pengin mati tapi nggak bisa? Kayak, dunia nggak mengizinkan sosok jelek ini pergi lebih dulu walaupun dihina oleh orang-orang." Cinnamon menunduk, menatap jari-jarinya yang saling bertautan. Tanpa sadar, setetes cairan sebening kristal meluncur dari sudut mata Cinnamon.
Kale tak tega. Entah kenapa, sebagian dari dirinya ikut merasa sakit. Dia tak suka kalau ada yang menyakiti Cinnamon. Dia tak suka kalau ada ucapan orang lain yang membuat Cinnamon bersedih. Dia ... marah.
"Cinna, dengerin saya." Kale melepas sabuk pengamannya, menarik tangan Cinnamon, menggenggamnya erat.
"Apa?"
Kale meringis saat melihat air mata yang merembes ke pipi Cinnamon. Teman-teman Cinnamon benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya dia membuat wanita seceria Cinnamon menangis.
"Mau gimanapun kamu, bukan hak mereka untuk mengomentari hidup kamu. Selagi kamu nyaman, lakuin apa pun yang kamu mau. Jangan peduli kata mereka, termasuk saya. Kamu memang nggak bisa bungkam mulut mereka, tapi kamu punya dua tangan untuk tutup telinga kamu. Percuma cantik, tapi bodoh. Hidup bakal berjalan dengan baik kalau ada yang namanya keseimbangan. Dan, menurut saya, kamu cantik dengan apa adanya diri kamu."
Cinnamon menarik ingusnya yang hendak keluar. Dia mengangguk sambil tersenyum, yang justru terlihat lucu di mata Kale. "Aku beneran cantik, Kal?"
Kale menipiskan bibirnya lalu mengangguk. Dari sekian banyaknya kalimat yang dia ucapkan, kenapa hanya kalimat terakhir yang dicerna oleh otak kecil Cinnamon?
"Beneran, Kal?"
"Iya, Cin. Itu udah cukup bikin kamu percaya diri lagi, kan?" Karena setahu Kale, wanita itu pasti akan menurut dengan apa pun yang dia ucapkan. Meski agak risi, tapi tak menampik fakta kalau Kale sedikit bersyukur dengan rasa suka Cinnamon kepadanya. Karena di saat-saat seperti ini, Kale tak perlu bersusah payah lagi untuk meyakinkan Cinnamon.
Namun, alih-alih berhenti, tangis Cinnamon malah semakin membesar, membuat Kale panik setengah mati. Belum pernah dia menghadapi manusia yang penuh kerandoman seperti Cinnamon ini. "Loh, Cin? Kenapa? Saya salah ngomong?"
"Aku cuma terharu aja sama kata-kata kamu, Kal. Makasih, ya," ucap Cinnamon di sela-sela tangisannya.
"Iya, tapi nangisnya jangan kencang-kencang, Cin. Nanti dikiranya saya lagi ngapa-ngapain kamu. Kalau nangis terus, saya tinggalin kamu di sini." Kale terus melirik keluar—memastikan tak ada orang yang curiga dengan mereka—seraya menghapus air mata Cinnamon.
Ternyata, ancaman Kale berhasil. Terbukti dari tangisan Cinnamon yang langsung berhenti, menyisakan warna kemerahan di hidung Cinnamon dengan sisa-sisa air mata di pipi.
"Kamu udah dewasa, Cin. Jangan bersikap kekanakan lagi. Dan, kalau misalnya ada yang jelek-jelekin kamu lagi, kamu harus bisa ngelawan, kayak kamu yang selalu ngelawan ucapan saya." Kale menasehati Cinnamon bak seorang ayah yang sedang menjaga anak perempuannya.
"Kal, pacaran beneran, yuk?"
***
Halooooo semuaaaa!!! Bagaimana kabarnya? Masih baik, kan? Yang mood nya kurang baik, gimana? Udah membaik?Aku balik lagi nih, bawa Mas Kale yang kesabarannya setipis tisu dibagi dua dan Cinnamon yang random. Cieee yang gak nunggu lagi kayak sebelum-sebelumnya.
Btw, membahas yang kemarin, kayaknya banyak juga nih yang nyaranin aku untuk bikin AU juga. Bolehh kok, bolehh bolehh ajaaa. Cuma, yakin nih, tetep bakal baca walaupun dalam bentuk AU? Ya, emang sih, aku bakal share di Wattpad juga, hehehehe. Tapi kalian tetep dukung aku, kan??
Oh, iya. Yang mau mutualan sama aku di Twitter, bisa banget follow Satuberry. Terus, kalau mau mutualan di Instagram, bisa follow Syikalina.
Tapi, nih. Ada tapinya wkwk. Aku bakal bikin AU untuk cerita selanjutnya, ya. Jadi bukan ceritanya Mbak Cinna sama Mas Kale. Tapi cerita baru aku. Namanya Mas Gema sama Mbak Adira. Eh?
Dah. Gitu aja. Aku nggak mau ganggu orang yang lagi pacaran di malam Minggu ini wkwk
Sampai jumpa lagiiii! Selamat malam Minggu semuaaa!!!
Bali, 6 Mei 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
A Blessing In Disguise (END)
Roman d'amour#Romance-comedy #Make-up series #Food series Bagi Cinnamon, skincare dan make up adalah dua hal yang sangat penting untuk menunjang penampilannya sebagai beauty vlogger. Apalagi di masa kini, penampilan luar selalu dijadikan patokan untuk menilai se...