18. Day Cream

3.9K 474 49
                                    

Cinnamon menguap sambil merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Dia baru saja bangun dari tidurnya setelah lelah membersihkan restoran Kale. Dia bahkan tidak sadar sudah terlelap, padahal awalnya dia hanya ingin merebahkan tubuhnya saja. Namun, anehnya, di dalam mimpi dia merasa Kale sedang memperhatikannya secara diam-diam. Meski kalau dipikir-pikir lagi, tidak mungkin pria itu melakukan hal tersebut. Lihat saja bagaimana sikap antisipasi Kale terhadap Cinnamon.

Ah, mengingat bagaimana Kale terus menjaga jarak dengannya membuat Cinnamon cemberut. Entah kapan hati pria itu akan terketuk dan menerimanya. Dia sudah hampir frustrasi, tapi tidak bisa menyerah sebelum bendera kemenangan dikibarkan. Dia tidak akan rela kalau Ceyanne yang menjadi pemilik Kale.

Minimal, aku namaku dan Kale bisa bersanding di undangan sebagai mempelai.

Omong-omong tentang Ceyanne. Wanita itu datang ke restoran saat Cinnamon sedang menyapu, tapi dia sama sekali tidak ada niatan untuk membantu Cinnamon. Justru, Ceyanne menghampiri Kale yang sedang minum kopi di salah satu meja lalu berbincang dengan pria itu. Dalam keadaan begitu, Cinnamon terlihat seperti asisten rumah tangga yang sedang bersih-bersih dengan dipantau oleh dua majikan yang merupakan sepasang suami-istri.

Kalau bisa, Cinnamon ingin sekali berada di antara keduanya, tapi Cinnamon berusaha menahannya. Setidaknya, kemarin Kale sudah mau menonton konser dengannya, jadi dia masih punya peluang untuk menempati hati Kale.

"Udah bangun, Tuan Putri?"

Cinnamon menoleh, dan terkejut saat menemukan Kale sedang berdiri di dekat rak buku dengan satu tangan yang tenggelam di saku celana, sementara tangan lainnya memegang buku. Sejak kapan pria itu ada di sana? Atau mungkin ... Cinnamon yang tidak sadar lantaran nyawanya yang belum sepenuhnya kembali ke raga?

"Kamu ngapain?" tanya Cinnamon panik. Dia langsung mengambil ponselnya, sibuk meneliti wajah dan penampilan, takut kalau-kalau dia tidak sengaja mengeluarkan liur di tidurnya atau terdapat kotoran mata yang nangkring.

"Loh? Ini ruangan saya, kalau kamu lupa. Jadi, terserah saya dong, mau ngapain di sini." Kale meletakkan buku bisnis yang baru dia baca latar belakangnya saja. Sebenarnya, dia juga bingung kenapa malah berada di sini, menunggu Cinnamon bangun.

Bukankah semestinya dia sedang berada di dapur dan berkutat dengan perkakas andalannya? Lalu, bercengkerama mengenai ide menu baru bersama Ceyanne. Namun, kenapa dia melakukan hal sebaliknya? Bahkan, dia menyuruh Ceyanne untuk membantu koki yang lain, sedangkan dia beralasan sedang sedikit pusing dan butuh istirahat.

Apa yang sedang terjadi padanya?

Cinnamon memutar bola matanya. "Aku tanya doang, Kal. Nggak usah pake urat jawabnya. Memang kamu bakso?"

"Kamu yang saya jadiin bakso."

"Kamu mau makan aku? Mau, dong, dimakan sama Kale." Cinnamon antusias, yang langsung dibalas decakan oleh Kale. Baru beberapa saat lalu dia memuji wanita itu yang kalem dalam tidurnya, tapi pujiannya jatuh ke jurang dengan realita yang kini dihadapinya.

"Nggak usah lebay gitu. Baru nyapu dikit aja udah capek. Gimana mau tinggal di rumah saya."

"Kan, aku di rumah kamu jadi istri, Kal. Bukan asisten rumah tangga. Ya, sebagai suami istri, seharusnya kamu juga ikut andil dalam bersih-bersih rumah, bukan cuma aku. Capek, tahu!"

"Ya, kan, saya udah masak. Kamunya yang beres-beres." Tunggu, apa yang baru saja dia katakan? Kale spontan merutuki diri ketika sadar kalau dia sudah salah berbicara.

Sikap Kale sangat berbeda dengan Cinnamon yang seketika menyunggingkan senyuman lebar. "Hah, gimana-gimana, Kal? Aku kurang denger. Kamu masak gitu, terus aku beres-beres? Berarti, kamu juga mau nikah sama aku?"

A Blessing In Disguise (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang