Ceyanne tidak masuk hari ini. Kale tidak mengetahui alasan yang pasti, dia hanya dikirimi pesan singkat oleh wanita itu tadi pagi. Padahal, Kale ingin berbicara dengan Ceyanne mengenai hubungan mereka yang harus diakhiri daripada semakin berlarut-larut yang ditakutkan akan saling menyakiti. Namun, karena Ceyanne izin, Kale harus menahan keinginannya itu, meski rasanya dia tidak bisa menunggu lagi.
Harapan Kale nanti, Ceyanne bisa mengerti dan menerimanya meski sulit, tapi bukan berarti mereka harus berjarak. Tak peduli bagaimana kisah mereka harus berakhir, Kale masih ingin Ceyanne menjadi temannya—sekaligus support system' yang dia miliki selama ini. Meski mereka pasti tidak akan sedekat dulu lagi, Kale tidak ingin Ceyanne merasa terasing.
Katakan saja Kale jahat. Ceyanne yang menemaninya dari awal—masih belum menjadi apa-apa—hingga kini dia bisa mencapai impiannya untuk memiliki restoran, tapi dia justru menghempas wanita itu dan memilih bersama Cinnamon yang dikenalnya secara tidak sengaja.
"Kenapa, Kal?"
"Hm? Nothing."
"Kepikiran Ceyanne, ya?"
Embusan napas meluncur dari mulut Kale sebelum dia mengangguk. Dia tidak menutup-nutupi apa yang dia rasakan kepada Cinnamon. Dia hanya ingin berterus terang, daripada berbohong yang nantinya membuat Cinnamon semakin bersedih. Lagi pula, Kale memikirkan Ceyanne bukan tanpa alasan—tidak seperti Cinnamon yang tanpa ada angin dan hujan, terus memenuhi isi pikirannya. Dia pikir, menyelesaikan semua permasalahannya dengan Ceyanne akan membuat hatinya lega dan bisa menjalani hidup dengan lebih tenang. Kalau begini, dia seperti berada di ambang ketidakpastian.
Kamu yang duluan memberi ketidakpastian, Kal! Jadi, mungkin ini karma yang Tuhan kasih ke kamu.
"Mau coba cari ke rumahnya? Nggak apa-apa, kok. Wajar aja. Ceyanne izin tiba-tiba sama kamu, tanpa alasan atau penyebab. Siapa yang nggak kepikiran, kan?" Cinnamon mencoba maklum. Walaupun Kale sudah jatuh padanya—belum seratus persen—tapi dia juga tidak bisa mengekang Kale.
"Enggak usah. Mungkin memang dia butuh waktu. Saya nggak akan memaksa. Seharusnya saya yang tanya sama kamu. Kamu, nggak apa-apa nunggu, kan? Maksud saya, hari ini saya mau beresin semuanya sama Anne, tapi kalau begini ... kayaknya nggak bisa selesai dengan cepat." Kale menatap Cinnamon penuh rasa bersalah, sementara wanita itu sendiri tersenyum seraya mengambil tangan Kale yang berada di atas pahanya, mengelusnya untuk menenangkan.
"Nggak masalah. Aku tahu gimana perasaan Ceyanne, Kal. Kalau aku ada di posisi Anne, mungkin aku juga bakal lakuin hal itu."
Kale ikut tersenyum. "Makasih karena udah coba untuk ngertiin saya."
"Sama-sama."
"Kamu mau makan? Kayaknya nasi gorengnya udah agak dingin." Kale melirik nasi goreng buatannya yang ada di atas meja. Seperti biasa, Cinnamon bertandang ke restoran Kale pagi-pagi sekali—sebelum restorannya buka—dengan membawa perut kosong. Alhasil, Kale memasak terlebih dahulu untuk Cinnamon. Kalau dulu dia membuatnya dengan agak terpaksa, kini tidak lagi. Terbukti dari tatanan nasi goreng yang dibentuk rapi dan telor ceplok setengah matang yang sempurna.
"Tapi suapin, Kal." Cinnamon membuka mulutnya, menciptakan kerutan di kening Kale. Dia melepas tangannya dari genggaman Cinnamon.
"Untuk apa kamu punya tangan kalau saya diminta untuk suapin kamu?"
Cinnamon cemberut. "Kan, biar romantis dikit, Kal. Aku nggak pernah disuapin sama kamu, loh. Untuk rayain hari pertama kita jadian."
"Hari pertama jadian?" Mendengarnya saja sudah membuat Kale merinding. Wanita itu benar-benar tidak bisa ditebak. Memangnya, mereka adalah remaja yang sedang cinta monyet? Sewaktu remaja saja, Kale tidak separah itu, kok.
"Iya. Hari pertama jadian. Nanti rayain hari seminggu jadian. Terus, dua Minggu, terus tiga Minggu, terus sebulan—"
"Nggak sekalian dirayain setiap hari? Ulang tahun aja dirayain tiap tahun, Cin." Bisa-bisanya Kale jatuh cinta dengan manusia modelan seperti Cinnamon. Sangat jauh dari tipe idealnya yang menyukai wanita mandiri dan dewasa.
"Boleh banget, Kal! Malah lebih bagus kalau dirayain tiap hari. Lebih sweet."
"Buka mulut kamu." Kale mengambil sesendok nasi goreng lalu mengarahkannya ke depan mulut Cinnamon. Daripada berdebat dengan wanita itu yang tidak ada ujungnya, lebih baik Kale menuruti keinginan Cinnamon; menyuapinya.
Cinnamon mengikuti ucapan Kale. Dia tersenyum saat nasi goreng spesial ala Kale masuk ke dalam mulutnya. Masakan pria itu tidak pernah gagal, selalu enak, tapi kali ini sedikit berbeda. Cinnamon merasa, masakan Kale lebih enak lantaran disuapi secara langsung oleh kokinya. Dia benar-benar dimanja oleh Kale.
"Kal, kamu nggak makan?" tanya Cinnamon.
Kale menggeleng tanpa melihat Cinnamon. Fokusnya sedang tertuju pada telur setengah mata yang dia potong menggunakan sendok.
"Kamu belum sarapan, loh. Masa cuma aku aja yang makan, kamu enggak."
"Saya udah ngopi tadi." Kale kembali menyuapkan Cinnamon nasi goreng, yang diterima dengan sukacita.
"Cobain dikit aja. Enak, tahu! Nggak kalah enak dari abang-abang nasi goreng langganan aku yang biasa keliling komplek." Entah kenapa, semenjak Kale sering membuatkannya nasi goreng, Cinnamon jadi tidak berselera makan nasi goreng di tempat lain. Apa ini yang dinamakan budak cinta? Cinnamon sudah tergila-gila pada Kaleandra Oregano.
"Nanti aja. Lihat kamu makan dengan lahap gini udah bikin saya kenyang, Cin. Yang penting kamu suka, saya ikut seneng."
Ekspresi Cinnamon langsung berubah, menjadi terharu yang justru terlihat menggelikan di mata Kale. Apalagi, tiba-tiba Cinnamon menangkup wajahnya, membuat Kale agak kaget dengan tindakannya.
"Kal, kita nikah sekarang aja gimana? Aku nggak rela banget kalau kamu direbut perempuan lain. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Kal," ucap Cinnamon hiperbola. Beruntung, perutnya sudah terisi kopi hingga Kale tidak merasa mual mendengarnya.
"Kamu bicara aneh lagi, Cin." Kale menggeleng, mulai memaklumi sifat unik Cinnamon yang satu itu.
"Memang kamu nggak mau nikah sama aku?" Jelas, ini pertanyaan menjebak. Memiliki adik perempuan dan seorang ibu membuat Kale sedikit tidaknya paham dengan karakter wanita yang suka memancing pertengkaran. Dan, ternyata Cinnamon persis seperti dua kaum hawa yang ada di rumahnya.
"Bukan, gitu. Saya mau nikah sama kamu, tapi momen ini belum tepat untuk bicarain hal kayak gitu."
"Ya, berarti kamu nggak mau nikah sama aku."
Kale menghela napas panjang. "Maksud saya enggak kayak gitu, Sayang."
Mendadak, Cinnamon tersedak. Spontan, Kale mengambil air mineral lalu diberikan kepada Cinnamon, sementara dirinya menepuk-nepuk punggung wanita itu.
"Makannya pelan-pelan aja, nggak saya minta, kok."
Tenggorokan Cinnamon perih hingga dia tidak bisa berbicara, hanya menggeleng. Apa Kale memang berniat untuk membuatnya mati muda? Bisa-bisanya pria itu dengan santai memanggilnya 'Sayang'. Apa Kale tidak berpikir kalau panggilannya itu bisa menimbulkan reaksi tubuh yang tidak wajar? Seperti jantung yang berdegup kencang, wajah memanas, dan perut menggelitik.
Diam-diam, Kale tersenyum tipis. Ternyata, sangat mudah untuk membungkam mulut wanita itu, ya?
***
Nggak ada noted dulu, soalnya aku lagi nonton film 🤣🤣Bye bye!!!
Bali, 12 Mei 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
A Blessing In Disguise (END)
Romance#Romance-comedy #Make-up series #Food series Bagi Cinnamon, skincare dan make up adalah dua hal yang sangat penting untuk menunjang penampilannya sebagai beauty vlogger. Apalagi di masa kini, penampilan luar selalu dijadikan patokan untuk menilai se...