13. Milk Cleanser

4.5K 532 54
                                    

Kalau ada hal yang membuat Cinnamon malu sampai ingin menghilang dari bumi, itu adalah ketika Kale memergokinya sedang dalam keadaan yang mengenaskan, plus ditonton banyak orang. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Cinnamon bahkan lupa dengan rasa sakitnya, karena sibuk merencanakan kepergiannya ke Korea Selatan untuk operasi plastik. Barangkali wajah barunya bisa menutup rasa malu wanita itu.

"Tapi Mbak Cinna nggak apa-apa, kan?"

Cinnamon melirik Rara yang menatapnya prihatin. Dia mengerucutkan bibir sambil merebahkan kepala di atas meja, memperhatikan Kale yang sedang berbincang dengan salah satu karyawan. Gara-gara kejadian beberapa waktu lalu, Kale memutuskan untuk menghentikan acara kencannya. Namun, Cinnamon yang merasa sudah kepalang tanggung, menolak untuk dibawa pulang dan memaksa supaya tetap bersama Kale.

Alhasil, sepanjang perjalanan menuju ke restoran—setelah mengantarkan Ceyanne pulang terlebih dahulu—Cinnamon diberi rentetan omelan yang membuat telinganya panas. Pria itu menyalahkan Cinnamon yang sudah merusak kegiatannya hari ini. Katanya, "Bisa nggak, sekali aja jangan ganggu saya?"

Tentu Cinnamon menjawab tak bisa. Mau diusir berapa kali pun, Cinnamon akan menjadi upil keras di hidung Kale yang sulit untuk dihempas. Dia masih memegang teguh prinsip hidupnya yang berubah sejak bertemu Kale; jangan pernah menyerah sebelum membuat hati Kale gonjang-ganjing karenanya.

"Aku, sih, nggak apa-apa, Ra. Tapi aku malu diketawain satu studio. Apalagi kejengkang di depan Kale. Mau ditaruh di mana muka aku ini?" Cinnamon memejamkan mata tatkala ingatan itu kembali mengelilingi kepala.

Rara meringis kecil. Ternyata Cinnamon masih mempunyai rasa malu, mengingat bagaimana usaha-usaha ekstrim Cinnamon untuk mendekati Kale. Kalau tahu begini akhirnya, lebih baik Rara tidak memberitahu Cinnamon mengenai kepergian Kale dan Ceyanne, tapi dia juga tidak tega. Sebagai pendukung kapal Cinnamon-Kale, dia tetap harus menjadi timses—tim sukses—supaya hubungan keduanya menjadi nyata.

Maaf, nih, Mbak Anne. Tapi Mas Kale lebih cocok sama Mbak Cinna. Saling melengkapi.

"Itu namanya perjuangan, Mbak. Yang penting Mas Kale sama Mbak Cinna nggak jadi kencan." Dengan ragu, Rara mengelus bahu Cinnamon yang tertutupi jaket kulit hitam. Dia akui kalau wanita itu niat sekali untuk mengintai Kale dan Ceyanne. Sudah cocok menjadi Badan Investigasi Cinta.

Cinnamon mengangguk pelan. Namun, tiba-tiba dia mengangkat kepala, menatap Rara yang kaget dengan pergerakan Cinnamon. "Ra, aku baru inget!"

"Apa, Mbak? Ada yang ketinggalan? Mau balik lagi?" tanya Rara, ikut panik.

Cinnamon berdecak seraya menggeleng. "Bukan itu. Ada sesuatu yang lupa aku ceritain ke kamu."

"Oh, ya? Apa?" Karena setahunya, Cinnamon sudah menceritakan kejadian yang memalukan tadi secara lengkap dan menggebu-gebu.

Sebelum menjawab, Cinnamon menoleh ke arah Kale terlebih dahulu. Makanya menyipit, seolah-olah menyimpan banyak ekspresi di dalamnya, meski memang benar demikian. Dia masih kesal dengan Kale yang memanfaatkan situasi untuk bermesraan dengan Ceyanne tanpa memikirkan nasib Cinnamon yang sudah menyedihkan.

"Bos kamu itu cium si Anne." Cinnamon menunjuk Kale yang tengah mengarahkan beberapa hal kepada karyawannya dengan raut sinis.

Rara mengerjap—barangkali masih mencerna ucapan Cinnamon—lalu memekik tertahan, mengundang beberapa pasang mata yang ada di sana, "Mbak Cinna serius?"

"Ra, your mouth! Jangan berteriak di dalam restoran," tegur Kale yang mulai menghampiri Rara dan Cinnamon. Beruntung, restoran sedang sepi, hanya ada beberapa pelanggan.

Rara cengengesan sambil menggaruk rambutnya. "Maaf, Mas Kale."

"Lagi pula, ngapain kamu temenin dia? Kerjaan kamu udah selesai?"

A Blessing In Disguise (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang