"Mau mampir?" tawar Cinnamon ketika mereka tiba di rumahnya. "Tapi kayaknya nggak usah, deh. Kamu, kan, biasanya nggak pernah mampir," lanjutnya, sebelum Kale membuka suara.
Kale diam saja, menatap rumah Cinnamon yang selalu terlihat sepi. lampu terasnya juga remang-remang, seolah-olah menyiratkan kalau penghuninya jarang berada di rumah. Sebenarnya, sejak pertama kali mengantar Cinnamon pulang, Kale sudah merasa agak ameh dengan rumah Cinnamon yang seperti tak berpenghuni itu.
Namun, Kale enggan untuk bertanya lantaran tak mempunyai hak untuk mengetahui seluk-beluk rumah Cinnamon. Dia hanya orang asing yang kebetulan dikejar-kejar oleh Cinnamon gara-gara hal sepele yang berasas kemanusiaan.
Barangkali karena menatap rumah Cinnamon terlalu lama, si pemiliknya mengikuti arah tuju Kale. "Kenapa? Rumah aku nggak ada setannya, kan?"
Kale mengerjap dua kali, lalu mengganti fokusnya kepada Cinnamon. "Kamu pikir saya indigo?"
"Kali aja kamu memang bisa lihat yang begituan. Soalnya dari tadi kamu natap rumah aku lama banget. Aku, kan, parno." Cinnamon mengedikkan bahu. Dia melepas sabuk pengaman, hendak keluar dari mobil, tapi langsung dicegah oleh Kale dengan memegang pergelangan tangannya.
"Saya ... mau mampir. Boleh?" tanya Kale, ragu-ragu.
Seketika, senyum terbit di bibir Cinnamon. "Berarti kita udah officially pacaran?"
Mata Kale melotot. "Ngarang kamu! Saya mau mampir karena kamu terus nawarin saya. Nggak enak kalau nolak terus."
Senyum Cinnamon menjadi lebih lebar. Ya, Kale dengan tegas menolak ajakan pacaran dari Cinnamon. Tak sepenuhnya menolak, sih. Pria itu hanya berkata kalau Cinnamon tak boleh mengajaknya pacaran di saat kale sudah berkomitmen dengan Ceyanne. Yang berarti, kalau Kale sedang tidak terikat komitmen dengan Ceyanne, peluang Cinnamon untuk bersama Kale, sangat besar.
Cinnamon bisa menunggu, siapa tahu Ceyanne tiba-tiba ingin memutuskan komitmen mereka lantaran Kale yang tidak kunjung memberinya kepastian. Kale, kan, salah satu spesies kanebo kering yang harus didorong terlebih dahulu sebelum bertindak. Cocok dengan Cinnamon yang cukup agresif.
"Iya, Kal. Iya. Aku cuma bercanda."
"Lagi pual, saya heran sama kamu. Beberapa saat lalu, kamu masih nangis-nangis di mobil sampai ada orang ngetok kaca mobil, dikiranya saya ngapa-ngapain kamu. Tapi, sekarang kamu malah senyum-senyum. Suasana hati kamu cepet banget berubah."
Ucapan Kale langsung mengundang tawa Cinnamon, mengingat saat seorang pengendara motor yang kebetulan sedang parkir di dekat mobil Kale, mengetuk kaca mobil karena mendengar suara tangisan Cinnamon. Orang itu pikir mereka adalah pasangan yang sedang bertengkar. Dan, karena itu, sepanjang perjalanan menuju rumah Cinnamon, Kale menggerutu tanpa henti.
"Obat dari segala penyakit aku, tuh, kamu. Jadi, masa lalu buruk aku nggak ada apa-apanya dibandingkan berduaan sama kamu. Jangankan penyakit, nasib buruk aja mungkin nggak mau deket-deket sama aku kalau lagi bareng kamu, Kal."
Kale hanya bisa menggeleng, heran dengan kelakuan Cinnamon yang sangat random. Entah apa rencana takdir hingga mempertemukannya dengan seorang Cinnamon Maple. Alih-alih mendapat kejutan besar, dia malah mendapatkan pening yang tak kunjung menghilang.
"Sebenarnya, saya boleh mampir atau engggak? Dari tadi kamu cuma ngomong nggak jelas. Keburu malam, Cin. Nggak baik bertamu ke rumah orang malam-malam. Takut ganggu," ucap Kale, mengalihkan pembicaraan. Kalau semakin diladeni, obrolan mereka pasti tak akan pernah selesai sampai matahari terbit dari utara. Cinnamon selalu punya banyak sahutan atas ucapannya.
"Kalau nggak enak bertamu malam-malam ke rumah aku, kenapa nggak bangun rumah tangga untuk kita aja, Kal? Jadi, kamu bisa leluasa."
"Cin." Kale berdecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Blessing In Disguise (END)
Romance#Romance-comedy #Make-up series #Food series Bagi Cinnamon, skincare dan make up adalah dua hal yang sangat penting untuk menunjang penampilannya sebagai beauty vlogger. Apalagi di masa kini, penampilan luar selalu dijadikan patokan untuk menilai se...