010/ Perpisahan

3.6K 196 25
                                    

Bismillah 🙏

Assalamualaikum semuanya, selamat pagi dan selamat beraktifitas.

Jangan lupa untuk meninggalkan jejak ^_^

Terima kasih.

***

"Berjuanglah untuk diri sendiri itu perlu, tapi jangan lupa bahwa rasa sakit itu bisa saja datang menghampiri."

***

Kini Zahra sedang duduk melamun di atas tempat tidurnya. Ia memikirkan baik-baik semua keputusannya.

Jika kalian bertanya dimana Azka?

Wulan tadi meminta tolong Azka untuk mengantarkan Tiya pulang, sedangkan Wulan sendiri, ia duduk menonton TV dengan tenang, sesekali ia akan mengecek HP-nya.

Untuk mengetahui berita terkini dari grop gosip arisannya.

"Aku harus bagaimana? melihat Azka ragu dengan ucapan, itu sudah berhasil membuat aku bingung, keputusan apa yang harus aku perbuat," ujar Zahra menatap jendela.

Kriek....

Suara pintu terbuka membuat Zahra membuyarkan lamunannya, tanpa menoleh ia sudah tau siapa yang masuk ke dalam kamarnya.

"Zahra," ujar Azka mendekati Zahra, Zahra tidak bergeming sama sekali. Ia hanya mendengarkan tanpa ada niatan untuk menjawab.

"Maaf." Azka mencoba meraih tangan Zahra, ia ingin menggenggam tangan itu, ia ingin merasakan kehangatan dari tangan itu.

Zahra menepis pelan tangan Azka, ia menghela napas untuk menetralkan rasa sakit, yang kembali hadir. "Minta maaf buat apa?"

Azka menatap wajah Zahra dari samping, wajah itu terlihat lelah. Bahkan mata itu terlihat bengkak.

"Maaf udah sakiti kamu lagi, maaf aku belum bisa nepati semua ucapan aku, waktu memilih antara kamu dan Tiya."

Zahra mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit kamar, yang terasa membosankan.

"Apa enggak ada kata lain, selain minta maaf. Buat apa kamu minta maaf, kalau ujung-ujungnya kamu ragu sama pilihan kamu sendiri," ujar Zahra kembali merasakan pipinya basah karena, air mata.

Azka ingin menghapus air mata itu, tapi ia terlalu pengecut untuk melakukan hal itu.

"Kalau akhirnya, Mas Azka ragu antara aku atau Tiya. Seharusnya kamu enggak usah memilih aku, hanya untuk membuatku bahagia," ujar Zahra lagi.

"Aku enggak mau Mas Azka memilih aku hanya karena rasa bersalah."

"Maaf Zahra, kamu terlalu baik buat pria pengecut ini," ujar Azka menahan sesak di dada.

"Terus Mas Azka mau yang kaya gimana? Jika aku terlalu baik untuk Mas."

"Atau itu hanya bualan Mas Azka aja, agar bisa bersama Tiya?" Zahra mengalihkan pandangannya ke arah Azka, tepat menatap manik mata tajam itu.

"Kita itu harus saling memperbaiki satu sama lain, kita juga harus saling melengkapi, dan bukan meninggalkan karena merasa tidak pantas," ujar Zahra mengusap air matanya.

"Tapi, itu semua terserah sama Mas Azka, mau bagaimana hubungan kita."

"Maaf, Zahra jika keputusan ku akan membuat kamu terluka dan kecewa," ujar Azka, membuat Zahra menghentikan pergerakkan tubuhnya.

Ia menatap Azka dengan diam.

Apa aku kalah? Pikir Zahra.

"Maaf, jika aku telah membuat mu terluka, tapi untuk kedepannya aku tidak akan menorehkan luka itu lagi."

Zahra masih terdiam, pikirannya mencoba mencerna semua perkataan Azka.

"Aku paham," ujar Zahra.

"Semoga kamu berbahagia, aku hargai keputusan kamu Mas. Karena, jika kamu menikah lagi, aku tak siap untuk dimadu."

"Aku tak siap untuk berbagai suami dan cintaku," ujar Zahra berdiri dari posisinya.

"Kelak, aku berharap kamu bisa mendapatkan bahagia seutuhnya. Meski bahagia itu bukan dari ku," ujar Zahra lagi.

Ia berjalan keluar kamar meninggalkan Azka yang terdiam.

Apakah ada yang salah dengan ucap ku? Pikir Azka.

***

Sekian dulu dari saya, jangan lupa untuk meninggalkan jejak. Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

IMAMKU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang